Seperti Jean Marais kepada Minke, "Cinta itu indah, Minke, terlalu indah, yang bisa didapatkan dalam hidup manusia yang pendek ini."
Seperti Will Keane kepada Charlotte Fielding dalam layar Autumn in New York. Saat terkasih diserang sakit akut, dia akan menghibahkan cinta terbaik yang pernah dia punya.
Seperti Seok-Woo kepada putrinya Su-an dalam kisah film Train To Busan. Rela melepaskan nyawanya sendiri dan berubah menjadi mayat hidup demi kehidupan terbaik bagi yang terkasih.
Atau mungkin juga seperti Hachiko di stasiun Shibuya pada suatu zaman. Dia yang teguh menanti kedatangan hingga batas ajal menjelang.
***
Cinta tak pernah berada dalam situasi vakum. Pada suatu ruang, pada suatu waktu, cinta terjadi; pada waktu lain, pada tempat lain, cinta yang lain terjadi --tampaknya pola sama, tapi sejatinya tak sama.
Dalam pendekatan yang lain, cinta itu bak politik, 'la politique' dalam pengertian Rancire: pembebasan yang tak bisa berhenti, karena dunia tak pernah sempurna.
Setinggi-tingginya filsafat tentang cinta, tak akan selalu memuaskan pertanyaan, "Kepada siapa cinta berpihak?", kepada yang lemah dan tertindas atau kepada yang serakah dan penindas. Apapun itu jangan pernah membiarkan cinta pergi menjauh dari dirimu.
"Hidup yang baik adalah hidup yang diinspirasi oleh cinta dan dipandu oleh ilmu pengetahuan", begitu nasihat seorang sosialis Inggris, Bertrand Russell.
Cinta adalah milik siapa saja, tak peduli ratu kecantikan atau seorang atlet olah raga, bukan?!
***