Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

2025, Tahun Baru Harapan Baru

31 Desember 2024   20:39 Diperbarui: 31 Desember 2024   20:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok. Gerindra

Menyambut tahun 2025, masyarakat Indonesia menunjukkan semangat optimisme yang luar biasa. Survei terbaru dari Ipsos mengungkapkan bahwa 90% masyarakat di Indonesia percaya bahwa tahun 2025 akan lebih baik dibandingkan tahun 2024 (detik.com & merdeka.com, 2024).

Optimisme ini tidak hanya mencerminkan harapan individu, tetapi juga keyakinan kolektif terhadap kondisi ekonomi dan politik yang akan datang.

Optimisme ini muncul setelah beberapa tahun penuh tantangan, termasuk dampak pandemi dan ketidakpastian global.

Masyarakat Indonesia, yang dikenal dengan daya juang dan ketahanan yang tinggi, kini lebih siap untuk menghadapi berbagai tantangan baru.

PPN 12%, Ikhtiar Optimisme

Dalam konteks ekonomi, menurut survei yang sama, 51% responden mengantisipasi adanya perbaikan dalam ekonomi global pada tahun 2025.

Masyarakat percaya bahwa pertumbuhan infrastruktur dan kebijakan pemerintah yang mendukung akan mendorong pemulihan ekonomi.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat optimisme tertinggi di dunia, menunjukkan keyakinan bahwa langkah-langkah strategis dalam pembangunan ekonomi akan membuahkan hasil (goodstats.id, 2024).

Keberhasilan dalam sektor-sektor seperti digitalisasi dan inovasi teknologi juga menjadi pendorong utama harapan ini

Pada 1 Januari 2025, Indonesia akan mengalami perubahan signifikan dalam struktur perpajakan dengan diterapkannya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.

Pengumuman ini disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kenaikan PPN ini ditujukan untuk barang dan jasa mewah, dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara serta memperbaiki kondisi fiskal yang tertekan akibat pandemi COVID-19.

Latar Belakang Kenaikan PPN

Kenaikan tarif PPN ini merupakan langkah bertahap yang dimulai sejak tahun 2022, ketika tarif PPN pertama kali dinaikkan menjadi 11%.

Tujuan utama dari kenaikan ini adalah untuk:

1. Meningkatkan Pendapatan Negara: PPN adalah salah satu sumber utama penerimaan negara yang penting untuk mendanai berbagai program pemerintah.

Dengan meningkatnya pendapatan dari PPN, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan menjaga stabilitas ekonomi.

Tercatat, utang Indonesia per November 2024 sebesar Rp8.680,13 triliun. Di tahun 2025 utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun. Jumlah yang tidak sedikit.

2. Menyesuaikan dengan Standar Internasional: Tarif PPN Indonesia yang baru mencapai 12% masih tergolong rendah dibandingkan dengan rata-rata tarif PPN di negara-negara maju, termasuk anggota OECD yang berada di sekitar 15%.

3. Mematuhi Amanah Hukum: Kenaikan ini juga merupakan kewajiban hukum berdasarkan peraturan yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah, sehingga tidak bisa dihindari dalam waktu yang singkat.

Dampak Kenaikan PPN

Meskipun pemerintah berusaha untuk menjaga daya beli masyarakat, terdapat kekhawatiran bahwa kenaikan PPN ini dapat menambah beban ekonomi bagi konsumen, terutama dalam konteks inflasi dan daya beli yang sudah tertekan.

Namun, pemerintah meyakinkan bahwa barang dan jasa yang akan dikenakan tarif baru hanyalah untuk barang-barang premium seperti pesawat jet pribadi, kapal pesiar, dan produk mewah lainnya.

Pemerintah telah berjanji untuk menyediakan insentif bagi masyarakat melalui berbagai program sosial dan subsidi sebagai respons terhadap potensi dampak negatif dari kenaikan pajak ini.

Namun, skeptisisme tetap ada di kalangan publik mengenai apakah hasil dari pajak tersebut akan benar-benar kembali kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik yang lebih baik.

Komitmen Pemberantasan Korupsi

Dua bulan penuh, selasar media sosial diramaikan dengan upaya-upaya tegas aparat hukum untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Pada 23 Oktober 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur:

Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka ditangkap karena diduga menerima suap terkait keputusan tersebut (Kompas.id, 2024).

November 2024, Polda Metro Jaya menetapkan 24 tersangka dalam kasus sindikat judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Beberapa dari mereka diduga melindungi situs judi online dengan menerima imbalan.

Penegakan hukum terhadap judi online dilakukan secara masif di berbagai daerah, termasuk penangkapan dua orang di Padang dan seorang mahasiswi di Medan yang mengiklankan judi online.

Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo untuk memberantas judi online.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir ribuan rekening terkait judi online, menunjukkan skala besar dari aktivitas ini di Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai Rp280 triliun selama sembilan bulan pertama tahun 2024 (bbc.com, 2024).

Tren positif pemberantasan korupsi tersebut akan semakin menguat di tahun 2025. Kasus terbaru adalah vonis Harvey Moeis, dimana Kejaksaan Agung bersiap mengajukan banding.

Penutup

Kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025 merupakan langkah strategis pemerintah untuk memperbaiki kondisi fiskal dan meningkatkan pendapatan negara.

Meskipun ada protes dari masyarakat terkait dampak ekonominya, pemerintah berkomitmen untuk mengelola transisi ini dengan hati-hati.

Tahun 2025 diharapkan menjadi "Tahun Baru Harapan Baru" bagi perekonomian dan penegakkan hukum di Indonesia, dengan harapan bahwa kebijakan ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Tahun 2025 diharapkan menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bangkit dari berbagai tantangan yang dihadapi.

Dengan semangat optimisme yang tinggi, kesiapan menghadapi perubahan ekonomi dan politik, serta harapan yang menguatkan masyarakat, kita dapat menyongsong tahun baru ini dengan penuh keyakinan.

Mari kita jaga semangat ini agar dapat mewujudkan harapan-harapan besar untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Semoga.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun