Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kekeliruan Logika Megawati tentang Makan Bergizi Gratis

30 Desember 2024   18:12 Diperbarui: 30 Desember 2024   18:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wapres Gibran meninjau pelaksanaan uji coba program MBG di SMKN 3 Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten, 21/11/24 (Sumber: BPMI Setwapres)

Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP, baru-baru ini menarik perhatian publik dengan kritiknya terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Dalam pidatonya pada acara peluncuran buku Todung Mulya Lubis (Kamis, 12/12/24), Megawati menyoroti anggaran sebesar Rp10.000 per porsi untuk program tersebut, yang dinilainya tidak memadai mengingat kenaikan harga bahan pangan saat ini.

"Kuhitung Rp10.000 toh apa yo, apalagi sekarang harga naik. Mas Bowo (Prabowo), kalau dengar ini, tolong deh suruh dihitung lagi", ujar Megawati.

Kritik Presiden ke-5 RI terhadap anggaran program MBG mengandung beberapa kekeliruan logika yang dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Generalisasi Berlebihan
Megawati berargumen bahwa anggaran Rp10.000 per porsi tidak cukup untuk menyediakan makanan bergizi, dengan contoh bahwa hanya akan menghasilkan makanan sederhana seperti tempe.

Namun, ia mengabaikan fakta bahwa anggaran tersebut adalah rata-rata nasional dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan pengelolaan sumber daya lokal.

"Pak Presiden Prabowo Subianto menyampaikan rata-rata saja, sesuai hasil uji coba 11 bulan di Sukabumi", ujar Dadan Hindayana, Kepala BGN (Tempo.co, 13/12/24).

Dengan demikian, menggeneralisasi bahwa semua daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan anggaran tersebut adalah sebuah kekeliruan logika.

2. Mengabaikan Konteks Pengadaan
Dalam kritiknya, Megawati tidak mempertimbangkan model pengadaan yang digunakan dalam program ini, di mana bahan baku akan disuplai langsung dari petani dan nelayan setempat. 

Hal ini dapat menurunkan biaya produksi dan memungkinkan penyediaan makanan bergizi meskipun dengan anggaran yang lebih rendah.

Melalui pembentukan 30 ribu satuan layanan yang mengelola sekira Rp7-10 miliar, diharapkan dapat memudahkan belanja bahan baku, membayar tenaga kerja warga setempat untuk masak, pengemasan, hingga distribusi.

mekanisme ini tidak membeli makanan yang sudah matang, Satuan Layanan nantinya membuat menu harian dan mengolahnya. Sistem pembayaran at cost.

Mengabaikan konteks ini menunjukkan kurangnya pemahaman tentang bagaimana program tersebut direncanakan untuk beroperasi secara efisien.

3. Argumentasi Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Megawati menggunakan pengalaman pribadinya sebagai seorang tukang masak untuk mendukung argumennya. Meskipun pengalaman pribadi bisa menjadi indikator, ia tidak menyajikan data studi yang mendukung klaim bahwa Rp10.000 per porsi tidak memadai di seluruh Indonesia. 

Ini menciptakan kesan bahwa argumennya lebih bersifat subjektif daripada berbasis pada analisis data yang objektif.

Sebagai informasi, program MBG sudah diuji coba secara nasional, tersebar di 150 titik menjangkau hingga Papua, Sumatera, Aceh, dan Jawa.

4. Tidak Mempertimbangkan Variabilitas Biaya di Berbagai Daerah
Kritik Megawati juga tampak mengabaikan fakta bahwa biaya hidup dan harga bahan pokok bervariasi di setiap daerah. Misalnya, di beberapa daerah, Rp10.000 mungkin cukup untuk menyediakan makanan bergizi, sementara di daerah lain mungkin tidak.

Maluku, misalnya, merupakan wilayah dengan jenis ikan laut yang berlimpah. Pulau Jawa dengan tanah yang subur menjadi penghasil buah-buahan, sayuran, peternakan, dan sebagainya.

keterlibatan petani lokal dan UMKM, sepertinya tidak menjadi pertimbangan Megawati.

Mengabaikan variabilitas ini dapat menyebabkan kesimpulan yang salah mengenai kelayakan anggaran.

5. Mengabaikan Tujuan Program
Kritik Megawati sepertinya tidak sepenuhnya mempertimbangkan tujuan program MBG, yaitu untuk memberikan akses makanan bergizi kepada anak-anak dan kelompok rentan lainnya.

Potensi menggerakkan ekonomi lokal, membuaka lapangan kerja, keterlibatan petani dan peternak lokal, serta pemberdayaan UMKM sebagai efek lanjutan penting untuk dikaji lebih dalam.

Fokus pada angka tanpa melihat dampak sosial dan kesehatan jangka panjang dari program MBG ini dapat dianggap sebagai kekeliruan dalam memahami konteks kebijakan publik yang lebih luas.

6. Konteks Sejarah
Salah satu kekeliruan dalam kritik Megawati adalah kurangnya refleksi terhadap kebijakan-kebijakan yang pernah diterapkan selama masa pemerintahannya. 

Banyak pihak mengingat bahwa di era kepemimpinannya, ada program-program yang serupa namun tidak selalu didukung dengan anggaran yang memadai atau pelaksanaan yang efektif.

7. Tidak Ada Saran Alternatif
Megawati Soekarnoputri tidak secara eksplisit memberikan alternatif anggaran yang jelas untuk program MBG dalam kritiknya. Namun, ia menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto meninjau ulang anggaran Rp10.000 per porsi yang dianggapnya tidak realistis, terutama mengingat kenaikan harga bahan pokok saat ini.

Jadi, kritik Megawati terhadap anggaran MBG menunjukkan beberapa kekeliruan logika, terutama dalam hal generalisasi berlebihan, pengabaian konteks pengadaan, dan penggunaan pengalaman pribadi sebagai dasar argumen.

Untuk evaluasi yang lebih komprehensif, penting untuk mempertimbangkan data yang lebih luas dan konteks lokal dalam menilai efektivitas suatu program kebijakan publik.

Jika tidak, maka Megawati hanyalah sekadar seorang politisi yang sedang menggunakan momentum untuk mendapatkan pengaruh baru demi kepentingan politik di masa yang akan datang.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun