mekanisme ini tidak membeli makanan yang sudah matang, Satuan Layanan nantinya membuat menu harian dan mengolahnya. Sistem pembayaran at cost.
Mengabaikan konteks ini menunjukkan kurangnya pemahaman tentang bagaimana program tersebut direncanakan untuk beroperasi secara efisien.
3. Argumentasi Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Megawati menggunakan pengalaman pribadinya sebagai seorang tukang masak untuk mendukung argumennya. Meskipun pengalaman pribadi bisa menjadi indikator, ia tidak menyajikan data studi yang mendukung klaim bahwa Rp10.000 per porsi tidak memadai di seluruh Indonesia.Â
Ini menciptakan kesan bahwa argumennya lebih bersifat subjektif daripada berbasis pada analisis data yang objektif.
Sebagai informasi, program MBG sudah diuji coba secara nasional, tersebar di 150 titik menjangkau hingga Papua, Sumatera, Aceh, dan Jawa.
4. Tidak Mempertimbangkan Variabilitas Biaya di Berbagai Daerah
Kritik Megawati juga tampak mengabaikan fakta bahwa biaya hidup dan harga bahan pokok bervariasi di setiap daerah. Misalnya, di beberapa daerah, Rp10.000 mungkin cukup untuk menyediakan makanan bergizi, sementara di daerah lain mungkin tidak.
Maluku, misalnya, merupakan wilayah dengan jenis ikan laut yang berlimpah. Pulau Jawa dengan tanah yang subur menjadi penghasil buah-buahan, sayuran, peternakan, dan sebagainya.
keterlibatan petani lokal dan UMKM, sepertinya tidak menjadi pertimbangan Megawati.
Mengabaikan variabilitas ini dapat menyebabkan kesimpulan yang salah mengenai kelayakan anggaran.
5. Mengabaikan Tujuan Program
Kritik Megawati sepertinya tidak sepenuhnya mempertimbangkan tujuan program MBG, yaitu untuk memberikan akses makanan bergizi kepada anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Potensi menggerakkan ekonomi lokal, membuaka lapangan kerja, keterlibatan petani dan peternak lokal, serta pemberdayaan UMKM sebagai efek lanjutan penting untuk dikaji lebih dalam.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!