Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Nasionalisme AI

28 Desember 2024   22:44 Diperbarui: 28 Desember 2024   22:44 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Judul lukisan AI: Nasionalisme di Era Digital (Sumber: IG @tiawahyuningsih16)

Era Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan perkembangan Artificial intelligence (AI) yang telah menjadi salah satu pilar utama dalam kemajuan teknologi di seluruh dunia. Bagaimana dampaknya terhadap nilai-nilai nasionalisme?

Pengembangan AI dimulai pada tahun 1950-an oleh John McCarthu, Marvin Minsky, dan para ilmuwan lainnya di Massachuassets Institute of Technology (MIT), awalnya tentu tidak melibatkan aspek nasionalisme. Konsep itu baru belakangan muncul.

Perlombaan untuk menguasai teknologi ini tidak hanya melibatkan negara-negara maju, tetapi juga negara-negara berkembang yang berusaha untuk mengejar ketertinggalan.

Dalam konteks ini, nasionalisme berperan penting dalam membentuk strategi dan kebijakan pengembangan AI di masing-masing negara. Khususnya Indonesia.

AI sebagai Alat Penguatan Nasionalisme

Kecerdasan buatan memiliki potensi besar untuk memperkuat rasa nasionalisme. Dengan memanfaatkan AI, masyarakat dapat lebih mudah mengakses informasi tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai kebangsaan mereka.

Misalnya, AI dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi edukasi yang membantu generasi muda memahami identitas nasional mereka.

Namun, tantangan muncul ketika AI digunakan untuk menyebarkan informasi yang dapat memecah belah masyarakat atau mengubah persepsi tentang identitas bangsa.

Tantangan lainnya yang tidak kalah bahayanya adalah kapitalisme AI. Setiap upaya untuk memupuk kekayaan pribadi secara ugal-ugalan dan tak terkendali dengan mengorbankan kelas pekerja dan kaum marhaen secara masif.

Nasionalisme AI harus menentang keras apa yang disebut dengan "Ultra-nasionalisme" yang chauvinistik. Fanatisme kebangsaan yang berlebihan. Yang mengagung-agungkan bangsa atau negara sendiri dan menganggap rendah bangsa lain.

Perlombaan Global dalam Pengembangan AI

Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara-negara anggota Uni Eropa sedang berlomba-lomba untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi AI.

Masing-masing negara memiliki pendekatan yang berbeda: AS menekankan liberalisasi AI, Tiongkok dengan pendekatan kedaulatan AI, dan Uni Eropa berfokus pada regulasi.

Perlombaan ini tidak hanya berkaitan dengan keuntungan ekonomi tetapi juga dengan supremasi teknologi dan pengaruh geopolitik.

Amerika Serikat, saat ini merupakan pemimpin global dalam pengembangan AI, dengan anggaran federal untuk penelitian dan pengembangan AI mencapai lebih dari US$1,5 miliar per tahun.

Perusahaan-perusahaan seperti Google, OpenAI, dan IBM sangat aktif dalam pengembangan teknologi AI. Google dengan produk seperti Bard dan OpenAI dengan ChatGPT adalah contoh nyata dari inovasi yang didorong oleh investasi besar dalam penelitian AI.

Tidak mau kalah dari Amerika Serikat, Tiongkok berinvestasi secara agresif dalam AI, dengan rencana untuk menjadi pemimpin global di bidang ini pada tahun 2030. Anggaran pemerintah Tiongkok untuk AI diperkirakan mencapai sekitar US$150 miliar selama dekade ini.

Perusahaan-perusahaan seperti Alibaba, yang menggunakan AI untuk mengoptimalkan rantai pasokan, dan Baidu, yang fokus pada pengembangan mobil otonom, merupakan pemain kunci dalam ekosistem AI Tiongkok.

Uni Eropa telah mengumumkan rencana investasi sebesar 20 miliar setara US$22 miliar untuk mendukung penelitian dan inovasi AI hingga tahun 2030. Fokus utama adalah pada etika dan regulasi penggunaan AI.

Tantangan bagi Negara Berkembang

Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, tantangan utama adalah bagaimana menjadi produsen teknologi AI daripada hanya menjadi konsumen. Saat ini, Indonesia masih menghadapi kesenjangan infrastruktur digital dan akses internet yang merata.

Hal ini membuat investasi dalam pengembangan AI menjadi sulit dan menghambat kemampuan negara untuk bersaing secara global.

Kebijakan yang strategis dan dukungan anggaran sangat diperlukan untuk mendorong penelitian dan pengembangan di bidang ini.

Selain itu dibutuhkan komitmen nasional dari seluruh penyelenggara negara baik di tingkat pusat hingga di daerah. Komitmen ini penting di tengah-tengah defisitnya moral pejabat dan tingginya perilaku koruptif di Indonesia.

Strategi Nasional Kecerdasan Buatan Indonesia

Indonesia telah merumuskan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 yang mencakup empat area fokus: etika dan kebijakan, pengembangan talenta, infrastruktur dan data, serta riset dan inovasi industri.

Dengan mengikuti visi ini, Indonesia berharap dapat menciptakan ekosistem AI yang beretika sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan mendukung pembangunan sosial-ekonomi.

Indonesia telah menarik perhatian perusahaan teknologi besar seperti Microsoft dan Nvidia, yang masing-masing mengumumkan investasi besar dalam pengembangan AI. Belakangan, komitmen ini masih perlu divalidasi lagi.

Tercatat, Microsoft berkomitmen untuk menginvestasikan sekira Rp27,6 triliun (lebih dari US$1,7 miliar) untuk pengembangan infrastruktur cloud dan pelatihan talenta digital AI.

Sementara itu, Nvidia, dalam kolaborasi dengan Indosat, akan menyuntikkan US$200 juta setara Rp3 triliun untuk membangun ekosistem AI di Indonesia.

Beberapa perusahaan lokal yang berfokus pada pengembangan AI antara lain:

  • Nodeflux, yang mengembangkan solusi visi komputer.
  • Kata.ai, yang fokus pada chatbot berbasis pemrosesan bahasa alami.
  • Prosa.ai, yang menawarkan berbagai layanan AI, termasuk identifikasi suara dan analisis pengalaman pelanggan.

Perlombaan dalam pengembangan teknologi AI menciptakan peluang sekaligus tantangan bagi setiap bangsa. Bagi Indonesia, penting untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya mendukung pengembangan teknologi tetapi juga melindungi nilai-nilai nasionalisme.

Dengan pendekatan yang tepat, kecerdasan buatan dapat menjadi alat yang efektif dalam memperkuat identitas bangsa sambil berkontribusi pada kemajuan global. Semoga.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun