Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

"Lakonmu Apa...?" Lukisan Visualisasi "Keresahan" Spiritual Seorang Sari Koeswoyo

30 Agustus 2023   15:14 Diperbarui: 4 September 2023   08:44 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku bareng Mbak Gaganawti. Foto Hida

Ruang Garasi milik Mbak Kana Fuddy Prakoso, sohib sekaligus sosok yang dianggap "guru" oleh Mbak Sari menjadi panggung lukisan-lukisan spiritual Sari Koeswoyo. Di ruang yang tak terlalu luas itu, tergantung 5 lukisan di kanvas berukuran 120 x 140 cm dan satu frame berukuran lumayan besar berisi beragam lukisan ukuran kecil.

Menikmati 5 lukisan yang merupakan rangkaian tema kontemplatif "Lakonmu Apa...?" itu, sebagai penikmat, aku merasa diajak merenungkan, berpikir kembali misteri-misteri kehidupan dari kacamata "kaum" feminis.

Secara kasat mata memang lukisan didominasi sosok perempuan yang dipersonifikasikan dalam sosok wayang imajinatif. Imajinatif, karena goresan bnetuk wayang dalam lukisan tidak mempredikatkan pada sosok tokoh wayang tertentu. Sosok-sosok yang seperti lazim kita kenal dalam kisah pewayangan Mahabarata dan Ramayana.

Sosok wayang feminis itu, "pyuur" sosok imajinatif. Kalau istilahnya Mbak Sari, sosok "halu/ halusinasi" yang ada dalam ruang rasa dan renungnya, saat mencipta lukisan.

Sari Koeswoyo dalam Gelar Karya Tunggal Sari Koeswoyo di Ruang Garasi Jakarta Selatan. (Dokumentasi pribadi)
Sari Koeswoyo dalam Gelar Karya Tunggal Sari Koeswoyo di Ruang Garasi Jakarta Selatan. (Dokumentasi pribadi)
Itu sebabnya penikmat dibebaskan untuk menginterpretasikan sosok wayang lukisannya itu, termasuk makna yang tersirat di dalamnya.

Aku pun awalnya sempat "terkecoh" saat melihat sosok wayang berkulit hitam dalam lukisan berjudul "Wahyu Temurun". Aku kira "Yudhistira" sosok sulung Pandawa Lima dalam wayang purwa. Baru "ngeh" setelah mengamati, bahwa wayang itu terlihat lebih feminis.

Atau mungkin penikmat juga akan bertanya-tanya dan menduga-duga saat melihat lukisan naga bermahkota di lukisan berjudul "Sudah Waktunya". Naga seperti Antaboga, ular raksasa yang dikenal dalam mitologi Jawa dan Bali.

Aku malah teringat dengan sosok naga yang berperang melawan Bima, dalam lakon Bima Suci. Kisah yang kulihat di televisi dalam pentas wayang orang dulu itu. Masih terekam baik di dalam otakku.

"Orang mau bilang ini Antaboga, boleh. Mau bilang ini naga lainnya, boleh. Bebas saja," kata Mbak Sari saat menjelaskan satu-persatu karya lukisannya itu.

Ya, sosok-sosok dalam lukisan itu memang tak mewakili tokoh pakem pewayangan, namun mewakili sosok-sosok imajinatif "halusinasi" pelukisnya, Mbak Sari. Menabrak pakem wayang namun tidak lari dari pakem wayang, seperti pakem dari bentuk-bentuk wayang. Mbak Sari lebih suka menyebutnya "Wayang Sari". Wayang ala Sari.

5 Lukisan, Lakonmu Apa...?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun