Ibuku dan perempuan-perempuan di seluruh kampungku itu, menggugu. Menangis tersedu, kala perut menahan lapar dari matinya sumbu-sumbu. Sumbu-sumbu dapur mata pencaharian, yang tergerus oleh modernisasi yang melaju.
Sungguh jangan biarkan terjadi itu.
Sungguh jangan campakkan para ibu itu.
Wonny....
Aku rela dan bahagia. Senyum pengusaha kecil itu terkembang di sepanjang jalan utama kampung yang makin ramai. Ramai oleh pembeli-pembeli itu.
Jalanan berpucuk panorama Gunung Gandul di kejauhan itu, seperti menjadi sumbu-sumbu baru. Dengan dagangan aneka makanan lezat racikan tangan-tangan bersahaja, orang-orang kampungku.
Wonny....
Aku senang, kumandang adzan dari masjid besar kampungku, Al Hidayah masih lantang berseru. Menyelusup ke telinga para warga  hingga kampung-kampung tetangga.
Melewati ruang-ruang kerukunan di mimbar-mimbar gereja. GKI Jawa sampai Tiberias. Â
Sama seperti saat Minggu pagi, lantunan lagu-lagu kasih rohani mengalun ke ruang piblik di sekitar gereja-gereja itu.
Aku tau, itu kondisi yang sudah lama terpelihara. Tanpa masalah. Tanpa merasa saling terganggu. Aku bahagia, kerukunan dan toleransi hidup subur di ruang-ruang publik kampungku.
Wonny....