Hingga suatu ketka, sebuah kejadian mengetok kepalaku. Perspektifku soal air putih, berbalik 180 derajat. Â Â
Aku tak boleh lagi mengabaikannya. Momen itu jadi titik balik. Habitku berubah. Aku sangat disiplin menghitung berapa banyak air putih kuminum  setiap harinya.
Kejadian itu, adalah saat aku didiagnaso dokter ada batu di saluran kencingku. Awalnya sakit di pinggang, terus ke rumah sakit, keluarlah diagnose itu.
Disiplin dengan Asupan Air Putih
Sejak menguatnya kesadaranku soal asupan air putih, aku membentuk kebiasaan baru, yakni minum air putih secara rutin dan disiplin.
Sebelum bulan puasa Ramadan, kebiasaanku dalam  minum air putih kuawali pagi hari. Segelas air putih hangat, kuminum sekitar kam 05.00 wib.
Satu jam setelahnya baru sarapan. Sarapan sehat. Tumisan atau lalapan sayuran, dan buah-buahan tidak aku lewatkan.
Seterusnya dalam sehari, aku konsumsi air putih sampai jam 21.00 wib. Atau sampai sebelum jelang tidur, jam 22.00 wib.
Kebiasaanku itu berubah saat bulan Ramadan. Puasa yang membuat kebutuhan air minum aku lakukan saat berbuka sampai sahur. Â Soal ini aku tuliskan lebih detil di bagian bawah tulisan ini ya.
Air putih kupiilih yang memiliki pH 8 atau lebih. Setahuku menurut medis kandungan pH ini semakin tinggi semakin baik.
Soal kuantitas air putih, teorinya kebutuhan cairan tiap orang berbeda-beda.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!