Â
Sabtu (8/4) adzan Asar bausan selesai berkmandang, saat aku menginjakkan kaki halaman masjid di Jalan Lautze, Karanganyar Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Untuk mencapai masjid ini, mudah. Jaraknya hanya sekira 300 meter dari Stasiun Sawah Besar Jakarta Pusat.
Bangunan masjid berada di jejeran ruko. Terlihat seperti bukan masjid pada umumnya. Mirip klenteng kalau menilik dari dominasi warna merah serta arsitekturnya. Arsitektur bangunan bergaya Tionghoa. Uniknya lagi, masjid ini  tanpa menara dan kubah.
Inilah Masjid Lautze. Masjid yang berada di kawasan Pecinan, Sawah Besar. Â Didirikan oleh warga keturunan Tionghoa pada 1991 silam.
Tonton Masjid Lautze di Reels Instagramku ini ya.
Masjid Lautze Beraroma Tionghoa
Masjid, berupa bangunan berbentuk ruko berlantai empat. Ada tulisan besar, bertuliskan "Masjid Lautze" di atas bangunan. Â Ada beberapa lampion warna merah masih tergantung. Â Â
Aku perhatikan, pintunya unik. Berbahan dari kayu tebal. Berjumlah 4 pintu. Berwarna merah dengan ornamen bulatan kecil-kecil berwarna kuning dan merah. Seperti pintu gerbang.
Di lantai 1 bagian dalam, ada tempat wudhu. Di dinding sebaliknya, ada papan putih bertuliskan data jumlah para mualaf dari tahun ke tahun.
Masuk bagian ruang utama, tempat jamaah sholat dilengkapi mimbar. Lantai semua dilapisi karpet warna hijau aksen kuning.
Uniknya banyak hiasan kaligrafi ditempel di dinding. Berukuran lumayan besar. Ditulis dalam gaya Mandarin dan Arab. Di pojok kanan depan ada jam ukuran besar.
Di lantai 2 beralas karpet warna hijau beraksen kuning. Â Ada tempat wudhu. Ruangan berjendela kaca.
Di bagian sebelah depan, ada semacam lubang yang menembus lantai 1. Lubang ini memungkinkan bisa melihat jamaah di lantai 1 serta Imam ataupun khotib  di mimbar saat berceramah.
Sementara  lantai 3 diperuntukkan sebagai kantor bagi para pengurus  masjid. Sedangkan lantai 4  digunakan sebagai ruang pertemuan.
Sejarah Masjid Lautze
Historical masjid ini, diawali dengan berdirinya Yayasan Haji Karim Oei. Nama itu adalah seorang mualaf etnis Tionghoa sekaligus tokoh nasional, yang berjuang pada masa pemerintahan Presiden RI 1, Â Soekarno.
Kabarnya Haji Karim Oei  pernah memimpin  Muhammadiyah tahun 1939 di Bengkulu. Beliau wafat pada tahun 1988.
Untuk mengenang semua perjuangan Haji Karim, salah seorang anaknya yakni Alim Karim beserta sahabat-sahabatnya mendirikan yayasan. Â Yayasan bernama Yayasan Haji Karim Oei. Hingga tahun 1991, Masjid Lautze pun diresmikan. Â Â
Tujuan pendirian masjid ini, adalah menyampaikan  informasi Islam, karena waktu itu belum ada satu pun ormas Islam yang fokus mendakwahkan Islam ke etnis Tionghoa.
Ribuan Etnis Tionghoa, Mualaf  di Masjid Lautze
Lokasi masjid yang berada di Pecinan, menjadi jembatan bagi warga etnis Tionghoa khususnya di kawasan itu, mengenal Islam.
Metode asimilasi yang digunakan untuk menjangkau khususnya warga etnis Tionghoa untuk lebih dalam mengenal Islam.
Sudah ada ribuan orang yang mualaf di Masjid Lautze. Mayoritas dari  etnis Tionghoa.Â
Data para mualaf tercatat rapi, sejak  tahun  1997. Data jumlah mualaf tercatat di papan dinding masjid ini.  Â
Namun demikian, masjid ini tidak menutup diri dari etnis lain. Semua warga dari beragam lapisan boleh datang ke masjid ini.
Konon beberapa mualaf, ada yang dari mancanegara. Para turis yang singgah di masjid ini.
Untuk kegiatan selama bulan Ramadan 2023, menurut penuturan Pak Paryono selaku penjaga masjid ini, mengatakan bahwa kegiatan rutin adalah sholat berjamaah Dhuhur dan Asar mulai Senin -- Jumat. Sementara tiap Sabtu malam selama Bulan Ramadan, ada buka bersama dan sholat tarawih.
Masjid terbuka untuk umum dari kalangan apapun.
IG @rachmatpy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H