Ini kisah yang menginspirasi tentang toleransi yang ditanamkan oleh Walisongo, Sunan Kudus. Pesan semangat toleransi dalam semangkok soto kerbau. Menu masakan soto daging kerbau yang dianggap tidak terlalu lazim dan susah ditemui di kota lain di nusantara.Â
Mungkin kita akan dengan mudah menemui kuliner soto yang cikal bakalnya konon dari negeri Tirai Bambu, Tiongkok "Caudo" ini, di setiap daerah di nusantara. Aku yakin, pasti teman-teman bisa dengan mudah menyebut 10 nama daerah produsen soto. Secara di negeri "Republik Soto" ini, olahan soto eksis dengan beragam keunikan olahan, bahan dan citarasanya.
Soto Betawi, Soto Lamongan, Soto Banjar, Soto Manado, Soto Madura, Soto Solo, Soto Boyolali, Soto Kudus, Soto Bogor, Coto Makasar, dan banyak lagi. Itu aku sudah sebut 10 nama soto. Soto mana favoritmu?
Kali ini aku ingin cerita tentang Soto Kudus yang kunikmati H-5 Ramadan di Kudus. Tepatnya pada Sabtu 18 Maret 2023 lalu. Soto yang bagiku tak lazim. Pasalnya tidak menggunakan daging ayam ataupun daging sapi selayaknya soto pada umumnya. Tapi ini menggunakan daging kerbau.
Jujur saja, Soto Kudus daging kerbau ini baru kali pertama kunikmati. Biasanya makan Soto Kudus daging ayam, seperti sering kubeli dulu di Kawasan Ciawi Bogor. Maklum saja daging kerbau tak mudah didapat, tak seperti di Kudus.
Nikmatnya Soto Ibu JatmiÂ
Hari sudah tengah hari, tepat jam makan siang, saat aku tiba di Warung Soto Ibu Jatmi, di kawasan Panjunan, Kudus. Warung Soto ini legendaris, ada sejak tahun 1982. Dirintis oleh Ibu Jatmi. Sekarang warung dipegang oleh generasi kedua Ibu Jatmi.
Silakan tonton videonyadi reels instagramku di bawah ini ya.Â
Kalau di Googling, nama Soto Kudus Ibu Jatmi langsung nongol. Nampaknya ini paling terkenal seantero Kudus. Wajar saja warung ramai sekali saat aku datang.
Aku bareng Lisa Moningka, serta si bocil Ncah, awalnya sempat gak kebagian tempat duduk. Maunya duduk di meja dekat dengan pikulan sotonya. Sambil ngliatin toping menu yang seabreg digelar di meja. Ada aneka sate-satean, aneka gorengan dan kerupuk kulit kerbau. Bisa nambah moodboster hehee.
Beruntung tak lama ada pembeli yang selesasi makan. Tempatnya dekat pikulan. Jadilah kami bertiga duduk. 3 porsi soto kerbau kami pesan.
Porsi soto ditaruh dalam mangkok berukuran sedang. Setahuku, dulu biasa beli soto kudus, di Bogor mangkoknya kecil. Yang ini mangkoknya lebih gedean dikit. Tapi lebih kecil dari mangkok bakso pada umumnya.
Bahan-bahan yang digunakan untuk Soto Kudus sebenarnya sama dengan soto lainnya. Bedanya ada racikan dan penggunaan daging kerbau.
Satu mangkok soto daging kerbau harganya Rp18.000. Isinya nasi, irisan kotak-kotak daging kerbau 5 biji, tauge, kol, ditaburi daun seledri dan bawang goreng disiram dengan kuah kaldu panas daging kerbau yang sudah dibumbui rempah-rempah. Tentu bumbu-bumbu yang digunakan bercitarasa Jawa seperti rasa merica. Warna kaldunya keruh kecoklatan. Kaldu ini dipanasin dengan arang, makanya selalu dalam kondisi panas.
Rasanya? Bagi lidahku yang akrab dengan Soto Bening Solo, rasa Soto Kerbau Kudus ini sama segarnya. Citarasa rempah-rempahnya terasa banget, seperti rasa bawang putih, bawang merah, terasi, taoge, laos, dan merica.
Namun sepertinya lidahku lebih lebih cocok lagi kalau dikurangi rasa manisnya. Tapi boleh kok, request sesuai selera. Misalnya kecap dikurangin. Selera aja sehh.
Yang istimewa buatku karena daging kerbaunya. Teksturnya agak lebih kasar dari daging sapi. Aromanya antithesis dari daging kambing. Ga se-hardcore sengatan aroma daging kambing. Aroma daging kerbau flat. Khas. Meski tekstur kasar, diolah jadi empuk tidak alot. Sepertinya daging dimasak dengan baik.
Nampaknya lidah Manado, Lisa, sama denganku, cenderung merasakan manis. Tapi tetap saja segar dan nikmat. Buktinya Lisa, habis 2 mangkok. Hehhee. Kalau aku habis seporsi saja, karena 2 jam sebelumnya sarapan ayam Garangasem khas Kudus ala Warung Makan Gasasa yang juga legendaris.
Pesan Dibalik Soto Daging Kerbau
Semangkok soto daging kerbau ini kalau diulik sejarahnya, memuat pesan yang bernilai. Ini sehubungan dengan proses penyebaran agama Islam zaman para Walisongo, Sunan Kudus.
Pesan tentang jejak toleransi yang diajarkan Sunan Kudus. Termaktub seolah dalam semangkuk Soto Kudus daging kerbau yang kunikmati.
Jejak nilai toleransi itu, ada pada penggunaan daging kerbau. Untuk tahu saja, pada masa Sunan Kudus menyebarkan agama Islam, di Kudus banyak penganut agama Hindu.
Hewan sapi yang sering digunakan sebagai hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha, oleh Sunan Kudus diganti dengan kerbau. Sunan Kudus melarang menyembelih sapi yang dianggap hewan suci oleh umat Hindu.
Itu wujud menghormati dari Sunan Kudus kepada orang Hindu yang merupakan agama mayoritas di Kudus kala itu.
Jelas sekali, menggambarkan toleransi antar pemeluk agama di Kudus, antara Islam dan Hindu.
Penggunaan hewan kerbau sebagai pengganti sapi berlanjut turun temurun. Menjadi tradisi yang masih dirawat dengan baik di Kudus.
Tradisi pemilihan menyembelih kerbau itu popular di masyarakat. Berkembang ke kreasi sajian kuliner. Seperti soto daging kerbau, maupun sate kerbau yang kemudian dikenal sebagai kulier khas Kudus.
Maka beruntunglah bahwa kuliner olahan kerbau yang kaya nilai-nilai toleransi warisan Sunan Kudus menambah deretan daftar kuliner nusantara. Khususnya kuliner "Republik Soto" negeri ini.
Inspirasi Merawat Toleransi
Warisan nilai-nilai toleransi itu menjadi semacam kultur di Kudus yang pantang dilanggar. Pada kenyataan menjadi salah satu sarana kesejahteraan dan perdamaian antar masyarakat di Kudus. Boleh dibilang itu adalah potret budaya Kudus yang multiculture. Percampuran budaya anatar tradisi Hindu, Jawa, dan Tionghoa.
Daging kerbau menyimbolkan, warisan budaya agama Hindu Jawa. Di mana kerbau menggantikan daging sapi sebagai bahan olahan masakan.
Hebatnya tradisi tidak menyantap daging sapi terpelihara sampai sekarang di Kudus, meski pengaruh budaya Hindu telah hilang kurang lebih 700 tahun yang lalu.
Pesan nilai-nilai toleransi yang urgen di era sekarang. Di mana gejala social intoleran atas dasar SARA, belakangan sering terjadi di masyarakat kita.
Dan ajaran teladan toleransi Sunan Kudus, seyogyanya bisa direnungkan kembali. Bahwa keberagaman tidak menjadi masalah bila sama-sama saling menghormati dan menghargai. Memaknai sebagai kekayaan satu bangsa. Indonesia yang perlu dirawat bersama.
@rachmatpy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H