“Anak sekolah pulang, daripada maen games, lebih baik maen batik. Pernah mengajari anak-anak SMA, jauh di masyarakat nelayan. Senang sekali," kisah Nelty.
Meski alatnya sekarang banyak yang menggunakan listrik, Nelty memakai sarana tradisional seperti malam, paraffin, anglo, canting dan lain-lain. Pewarnaannya menggunakan naptol, pewarnaan alam misalnya kulit manggis. Ada batik tulis, batik canting (sudah dibuat motif). Komposisi warna.
Menurut Nelty, proses batik ada filosofinya. Ada nilai psikologis, tak boleh berantem, harus akur karena warna bisa tak maching. Tak mesti pakai tutup mulut. Mereka tak pernah bicara. Imajinasinya jalan. Motorik jalan.
Pegang kendali atas batiknya itu, Nelty tetap menekankan, berbasis kearifan lokal dengan kualitas lebih diprioritaskan. Saat ini Nelty berharap ada Perda dari pemerintah Tangsel.
“Perdanya belum ada. Perda akan mengikuti, apabila apresiasi masyarakat terhadap batik sangat tinggi,” katanya.
Saat ini Nelty memproduksi batik yang bisa dinikmati segenap lapisan masyarakat. Harga dimulai dari Rp. 150 ribu sampai jutaan. Ukuran standar 220m x 115m. Batik Tangsel bisa diperoleh di Hotel Shantika, belanja.com, dan juga di Galeri Sekar Purnama, Tangsel.
Memberdayakan Masyarakat Setempat
Nelty bercita-cita menjadikan masyarakat Tangsel maju ekonomi kerakyatan dan budaya. Perlu merubah mindset masyarakat, pemerintah, pelaku budaya.
“Kami membuat workshop di kampong. Dulu tukang sapu sekarang pengrajin batik. Derajat naik,” kata Nelty.
Nelty menilai dengan menjadi pengrajin batik, bisa mengangkat segi ekonomi warga yang otomatis turut menjaga batik etnik Tangsel tetap eksis. Pertimbangannya, menjadi pengrajin batik pengerjaan tak memakan waktu normal. Bisa dikerjakan di rumah.