Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semangat 'Kaizen' Toyota Indonesia, Antara Perubahan Tiada Henti dan Membangun Budaya

23 Agustus 2016   21:06 Diperbarui: 23 Agustus 2016   23:24 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara Peluncuran Buku “Perubahan Tiada Henti” di Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2016. (Foto GANENDRA)

 “Kompas berterimakasih pada Toyota. Menyebarkan budaya baik melalui buku ini,” katanya.

Quality Control Circle, Perangkat Kendali Mutu Kaizen

Sonny Irawan mengungkapkan dalam kata sambutan bahwa Quality Control Circle atau disingkat QCC, saat ini sangat diminati. Dengan QCC akhir-akhir ini terjadi peningkatan yang cukup drastis terhadap peningkatan produkstivitas. Lalu apa itu QCC?

Dijelaskan dalam buku “Perubahan Tiada Henti” pada halaman 14, bahwa QCC adalah perangkat kendali mutu dari semangat Kaizen yang diterapkan di Toyota Indonesia. Kaizen inilah sebagai pondasi dari QCC. Soal pengertian Kaizen (bahasa Jepang) ini ditulis dalam buku (hal 14), “Kaizen adalah sebuah sistem perbaikan terus menerus pada kualitas, teknologi, proses, budaya perusahaan, produktivitas, keselamatan dan kepemimpinan. Kaizen dilakukan dengan perangkat kendali mutu yang dikenal dengan nama  Quality Control Circle (QCC) dengan menggunakan 8 step dan tools."

Salah satu halaman buku. (Dok Ganendra)
Salah satu halaman buku. (Dok Ganendra)
Menurut Sonny Irawan, QCC tetap menjadi penting sekali, tidak saja meningkatkan kualitas, tetapi pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Di Astra tumbuh dan berkembang. Sistem managemen berhasil. Itu yang kemungkinan membuat QCC bertahan bertahun-tahun.

Namun demikian pelaksanaan QCC memang tak semuanya berhasil. Poin penyebabnya, seperti dikatakan Sonny karena QCC di-implan begitu saja, tanpa mengubah budaya. Sistem manajemen produksi dan kualitasnya tak berubah, sehingga QCC tak bisa 'hidup'.

“Seperti ikan ditaruh dalam air keruh akan mati,” kata Sonny menganalogikan.

Beberapa negara bahkan ada yang berhasil menerapkan QCC, jadi QCC bukan hanya untuk level perusahaan saja. Penjelasan pada BAB III di buku tentang “Budaya Bukan Hambatan,” menyebutkan beberapa negara yang sukses dengan QCC. Di negara-negara tersebut tak ada hambatan mengaplikasikan QCC.  Ada Jepang, Singapura. Ada perubahan mindset  dengan penerapan QCC, semakin menjadi pekerja keras, baik dalam tim dan meningkatkan kreativitas.

Lalu apa tantangan QCC?

Menurut Warih Andang Tjahjono salah satu tantangannya adalah bagaimana agara QCC itu menarik. Jika tidak menarik maka misi yang dilakukan tak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

“Buku ini sekaligus menjelaskan 25 tahun ini memberikan kesenangan, kegembiraan melakukan QCC, karena melakukan di lingkungan kerjanya sendiri. QCC untuk diri sendiri,” kata Warih yang menyukai warna cover buku, campuran merah dan orange itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun