Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

“Berkas Kompas,” Menelisik Isu Aktual Secara Mendalam dan Solutif

5 Maret 2016   19:09 Diperbarui: 5 Maret 2016   19:47 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="."][/caption]Keterangan foto: Veronica Hervy (kacamata) selaku Produser Berkas Kompas sedang memberikan pemaparan didampingi Mercy Tirayoh selaku Reporter Berkas Kompas, saat acara “Bincang Sapa” yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan No. 17, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 20 Februari 2016. (FOTO Ganendra)

***

Ketika banyak kasus-kasus yang terjadi di masyarakat dan menjadi pembicaraan hangat, riuh dalam ketidakjelasan. Ketika ketimpangan hukum, sosial terjadi di ranah-ranah kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Ketika skandal-skandal yang merugikan publik masih berlangsung dan minim respon dari pemangku kepentingan. Dan ketika ragam permasalahan meresahkan di masyarakat dan urgen, mendesak untuk segera ditangani dan dituntaskan, namun tak kunjung ‘dilirik’ oleh pihak terkait, maka investigasi kasus menjadi perlu untuk dilakukan dan disajikan. Bukan hanya untuk memberi wawasan baru maupun menginspirasi kepedulian dari dan oleh masyarakat namun juga mendorong respon positif dari pemegang kebijakan, untuk dicari solusinya.

BANYAK kemasan berita-berita yang sering kita baca setiap harinya dari media dengan sajian beragam. Info-info aktual yang terjadi di masyarakat, bahkan kasus-kasus yang hangat menjadi perbincangan. Bukan hanya ramai di dunia nyata namun juga ramai di dunia maya. Sebut saja sebagai contoh, kasus terbunuhnya Munir yang menjadi misteri, kasus korupsi pejabat negeri, kasus makanan formalin, kasus Jessica ‘sianida’ yang masih menjadi perbincangan dan lain sebagainya. Kasus-kasus yang perlu dituntaskan, bukan hanya dari aspek hukum namun juga dari segi regulasi agar tidak terulang terjadi.

Diantara sekian banyak media yang menggarapnya, salah satunya yang mesti ditengok adalah program investigasi Berkas Kompas yang ditayangkan setiap Rabu jam 22.00 wib. Program yang digarap indepht investigasi ini meliputi ragam isu-isu aktual yang meresahkan dan menjadi perbincangan publik.

Seperti apa program Berkas Kompas yang sudah 5 tahun mengudara itu? Apa nilai lebih program yang sempat meraih Piala Adinegoro 2014 itu dibanding program sejenis lainnya? Seperti apa sih ‘dapur’ penggarapannya?

Seluk beluk untuk mengetahui ruang ‘dapur’ penggarapan indepht investigasi program Berkas Kompas di Kompas TV itu, terpaparkan dengan cukup gamblang saat acara off air “Bincang Sapa” yang digelar Kompas TV dan Kompasiana. Saya beruntung bisa mengikuti acara bersama Kompasianers lainnya yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan No. 17, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 20 Februari 2016. Hadir narasumber yang berkompeten langsung dengan program, yakni Veronica Hervy (Produser Berkas Kompas), Mercy Tirayoh (Reporter Berkas Kompas) dan Dr. Rer. Nat. Budiawan (Ahli Toksikologi UI). Dipandu oleh Glory Oyong (Host Sapa Indonesia).

Narasumber yang luwes dan renyah memaparkan pengalaman, pengetahuan dan seluk beluk dari program yang ditanganinya itu membuat waktu terasa cepat berlalu. Tak heran acara model talkshow yang mengambil topik “Melacak Jejak Sianida” yang digelar 2 jam-an lebih itu memberikan beragam informasi, bukan hanya soal program Berkas Kompas, namun juga tentang zat yang baru ‘ngehits’ yakni natrium sianida! Bahan kimia berbahaya yang melambung namanya seiring terjadinya kasus terbunuhnya Mirna.

[caption caption="Keterangan foto: KIRI-KANAN: Mercy Tirayoh (Reporter Berkas Kompas), Veronica Hervy (Produser Berkas Kompas), Dr. Rer. Nat. Budiawan (Ahli Toksikologi UI) dan Glory Oyong (Host Sapa Indonesia) saat acara “Bincang Sapa” yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan No. 17, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 20 Februari 2016. (FOTO Ganendra)"]

[/caption]

Program Investigasi, Mendalam dan Solutif

Program Berkas Kompas adalah salah satu program yang dimiliki dan ditayangkan Kompas TV setiap Rabu jam 22.00 wib. Tayang sejak 2011 yang menyajikan beragam isu yang berkembang di masyarakat, menyangkut ketimpangan, kemiskinan, skandal publik dan lain-lain. Seperti diungkapkan oleh Veronica Hervy selaku Produser Berkas Kompas, program ini adalah program indepht investigasi berdurasi 30 menit dan tayang di Kompas TV.

“Kalau di Kompas TV ada buletin di berita Kompas pagi, siang, petang, malam. Bedanya Berkas Kompas lebih mendalam, investigasi,” jelas Veronica saat acara talkshow “Bincang Sapa.”

Boleh dibilang kalau di buletin melihat berita campaign-nya saja. Sedangkan yang lebih detil dan mendalam ada di program Berkas Kompas.

Investigasi mendalam dilakukan dalam menyibak fakta tersembunyi, memburu informasi akurat, serta mengusut lebih detail. Penggarapannya dilakukan oleh tim yang terdiri dari reporter. Mereka bertugas memburu informasi yang detail dan akurat. Informasi digali lebih mendalam. Maka kerja teknisnya pun, saya bilang bagaikan ‘kerja intel.’ Melakukan penyamaran dalam memburu informasi dan juga kamera tersembunyi untuk memperoleh gambar visual. Namun ada batasan-batasan etikanya dalam proses perburuan informasi.

“Identitas narasumber selalu kami rahasiakan,” jelas Veronica.

Kecuali itu, peliputan indepth investigasi harus cerdik. Latar belakang target harus tahu dulu. Dipersiapkan dengan beberapa plan untuk setiap kasusnya. Dan tentu saja harus cermat dalam situasi dan berhati-hati karena  tak jarang mesti masuk ke lokasi ‘hitam’ yang tentu ada unsur bahaya. Sebagai contoh pengalaman Mercy, selaku reporter. Pada suatu ketika saat menyamar sebagai konsumen silikon abal-abal. Mercy sampai langsung menghadapi jarum suntik yang disorongkan ‘pelaku’ seorang waria dan telah siap di depan wajahnya.

“Deg-degan rasanya,” kata Mercy yang sudah 2 tahun 10 bulan menggarap Berkas Kompas itu.

Lalu berapa lama penggarapan satu episodenya?

Veronica menjelaskan bahwa satu episode tak bisa dipatok berapa lama. Sebagai contoh episode Berkas Kompas “Melacak Jejak Sianida” digarap oleh tiga orang selama seminggu. Satu orang intens mengerjakannya dibantu dengan dua orang lainnya. Dalam episode ini dikerjakan oleh Candra, Indra dan Mercy.

“Program indepht paling aman seminggu ke depan. Susah diinventory,” jelas Veronica.  

Apa sisi pembeda dengan program investigasi sejenis?

Veronica menjawab pertanyaan penulis pasca acara talkshow Bincang Sapa itu dengan jelas. Menurutnya keunggulannya adalah keakuratan dan detil program. Penggarapan keakuratan dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga yang berkompeten. Sebagai contoh pada program Berkas Kompas “Melacak Jejak Sianida,” pihaknya menggandeng seorang ahli dari UI yang ahli soal bahan kimis, yakni Dr. Rer. Nat. Budiawan yang dikenal sebagai Ahli Toksikologi UI. Budiawan ini melakukan uji teknis terhadap natrium sianida. Lengkapnya dipaparkan di paragraf di bawah.

Keunggulan lainnya adalah liputan detil. Dengan melibatkan pihak ketiga yang kompeten, maka liputan diupayakan dapat menguak lebih detil. Sebagai contoh, seperti dipaparkan Veronica tentang kasus Mirna, ada info grafis terkait berapa orang yang bisa terbunuh dengan  natrium sianida berkadar 15 gram.

“Kita ada grafisnya. Misalnya perempuan dengan berat badan 50 kg dengan natrium sianida 15 gram, bisa membunuh 166 orang. Kita detail,” jelasnya. Satu hal lagi adalah bahwa KompasTV berafiliasi dengan kompas cetak.

Dibalik Penggarapan “Melacak Jejak Sianida”

Untuk mengetahui lebih jauh tentang penggarapan program Berkas Kompas, diungkapkan oleh Veronica dan Mercy dalam acara Bincang Sapa dengan topik “Melacak Jejak Sianida.” Tim investigasi, salah satunya adalah Mercy.

Awalnya, menurut Veronica, episode Melacak Jejak Sianida dibuat karena masih ada rasa penasaran, berpikir kok bisa saja natrium sianida ada di kopi Mirna? Gimana cara mendapatkannya?

“Pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya membuat kita berpikir, yukk cari. Lalu dibuat investigasi,” kata Veronica. Setelah Jessica ditetapkan sebagai tersangka, lalu rapat kecil dan dieksekusi.

Penelusuran pun dilakukan di toko kimia daerah Jabodetabek. Dimulai dari Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Bekasi hingga Tangerang. Hasil nihil.  Sejak ramai kasus Mirna, jadi susah mencarinya. Hingga kemudian menjajagi website online penjual sianida. Ketemu. Di website itu ada nama sales marketing. Ternyata tak susah untuk membelinya. Cukup isi data. Data diisi samaran sebagai mahasiswa kimia. (Menyamar). Berlanjut  telpon-telponan. 3 hari dijanjiin barang. Pembayaran cash di tempat.

“Kita bisa nawar harga,” kata Veronica.

Awal satu drum (50 kg) ditawarkan Rp 3,7 juta. Lalu ditawar Rp. 3,2 juta. Setuju. Bahkan tanpa dilengkapi surat-surat dan identitas detil pembeli.  Begitu mudah mendapatkan bahan kimia berbahaya itu. Pedagang biasa menjual natrium sianida dalam skala besar. Tanpa surat resmi dan tanpa surat ijin kepolisian natrium sianida berhasil didapat.

“Ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan dan masih adanya celah yang dimanfaatkan oknum tak bertanggungjawab,” tutur perempuan berkacamata itu.

Nah untuk memastikan bahan kimia yang dibeli itu adalah natriun sianida, maka Berkas Kompas menguji di laboratorium Universitas Indonesia. Natrium sianida dengan merek dagang sodium sianida mempunyai kadar kemurnian 98%. Ditangani oleh Dr. Rer. Nat. Budiawan. Tahapannya adalah, membuka drum yang disegel. Karena  zat beracun yang sangat berbahaya, pengujian dilengkapi alat pengujian yang sangat aman. Butuh lebih 30 menit membuka drum.

“Kehati-hatian adalah mutlak, soalnya kalau bocor cepat menguap dan bisa meracuni udara yang dihirup,” jelas Budiawan.

Lalu beberapa sampel diambil dan siap diuji. Prosesnya natrium sianida direaksikan dengan uap terlebih dahulu. Ada perubahan dari warna kuning ke orange, ini menandakan adanya unsur sianida.

Bukan itu saja. Pengujian juga dilakukan dengan mencampurkan zat itu dengan kopi vietnam. Uji coba dilakukan dengan 3 gelas kopi vietnam. Kopi diberi nama A, B dan C untuk membedakan.

Gelas A dicampurkan 15 gram natrium sianida. B 1 gram. Sedangkan C dalam kondisi murni.

Dalam kasus Mirna, kopi yang diminum Mirna berwarna kekuningan seperti kunyit. Dituturkan Budiawan, bahwa pada kasus kopi Mirna ada waktu 40 menit hingga Mirna datang dan meminumnya.

Begitu pula perlakuan terhadap 3 gelas kopi. Setelah 40 menit, perubahan pada kopi vietnam pada gelas C tetap murni. Gelas B warnanya lebih gelap dari gelas C. Gelas A warna kekuningan seperti kunyit.

Lalu bagaimana kerja natrium sianida hingga dapat menyebabkan akibat fatal?

Budiawan menjelaskan natrium sianida ada bentuk padat, cair, uap.  Zat ini sudah lama dikenal sebagai bahan beracun. Ketika bahan kimia ini ada dalam tubuh kita, itu disebut zat asing. Tubuh tak kenal zat asing itu sehingga merespon. Kadar 15 gram (satu sendok makan) berlebih.

Ketika sianida masuk ke lambung kondisinya asam, dan sifat iritasinya semakin meningkat. Di lambung bisa terjadi luka. Lebih dari 5 menit, sianida bekerja mem-blok kandungan oksigen dalam tubuh kita. Indikasinya susah bernafas. Fungsi metabolisme terganggu. Kerjanya ekstrem. Mengusir oksigen.

“Mengusir oksigen inilah yang bisa berakibat fatal,” kata Budiawan.

Menurutnya sebenarnya ada parameter dosis kematian yang disebabkan natrium sianida. Natrium sianida umum 6,4 mgram/ kg berat badan. Jika berat badan 50 kg, dengan kadar natrium sianida 320 mgram saja potensi kematian akan ada. Biasanya bisa pusing, kejang, tak sadar.

Antara Respon Pemerintah dan Kepedulian Publik

Kematian Mirna mengkonsumsi kopi mengandung natrium sianida adalah unsur kesengajaan. Budiawan menyebutkan bahwa negara turut andil dalam tragedi ini.

“Bagaimana zat berbahaya seperti sianida bisa diperoleh dengan mudah? Seharusnya negara punya regulasi dan pengawasan ketat dalam peredaran zat kimia berbahaya,” katanya.

Lebih jauh Budiawan menjelaskan bahwa natrium sianida ada di sekitar kita. Ada sisi bermanfaat, juga ada sisi risiko. Bermanfaat untuk industri tambang emas,  pabrik kertas dan lain-lain. Bahkan di lingkungan kita ada pestisida yang mengandung natrioum sianida dan berfungsi membunuh serangga.

“Secara industri bermanfaat, yang menjadi masalah adalah bagaimana zat kimia berbahaya ini disalahgunakan. Itu poinnya,” kata Budiawan.

Menurut Budiawan yang sudah berkutat selama 25 tahun dengan zat kimia itu, mengatakan bahwa  permasalahan bahan kimia berbahaya ini urgen. Kebijakan pemerintah mesti ada.

“Kita masih lemah soal peraturan. Tak punya undang-undang, yang ada PP 74 UU No. 32, basicnya lingkungan hidup bukan safety security,” katanya.

Ia menyayangkan respon yang lemah dari pihak terkait. Contohnya kasus borak, formalin, zat pewarna masih ada di sekitar kita, tak pernah selesai. Lalu berkembang kasus Munir, alkohol miras. Kita seperti tak peduli dengan bahan kimia berbahaya. Kita perlu kebijakan soal ini. Budiawan sebagai orang kimia bahkan pernah membuat konsep dengan teman-temannya difasilitasi kementerian terkait, namun ketika sampai di DPR, mereka tidak melihat urgensinya. Padahal kasusnya berulang-ulang.

Lalu apa peran apa yang bisa diposisikan oleh program Berkas Kompas itu, terkait fenomena ketidaksigapan pihak terkait?  

Menurut Veronica, salah satu peran media sebagai watchdog negara. Melalui program Berkas Kompas, ingin sekali mendorong pemerintah untuk melakukan sesuatu.

“Ayo dong kemarin teroris berulah di jalan Thamrin, lalu dibuat UU terorisme. Tapi kenapa kasus sianida ini adem-adem saja soal peraturannya, pengawasan distribusinya,” jelasnya.

Secara redaksionalnya, Berkas Kompas berniat bagaimana untuk mendorong pemerintah membuat regulasi baru. Namun pihaknya terkendala untuk melaporkan temuan-temuan dan fakta-fakta lapangan dikarenakan secara etika wajib menyembunyikan identitas narasumber, dalam kasus ini menyembunyikan perusahaan penjual natrium sianida. Sementara ketika datang ke kepolisian, pasti ditanyakan bukti.

“Ini yang membuat kami jadi bumerang tak ketemu benang merahnya, dan mendorong pemerintah untuk membuat regulasinya,” jelas Veronica.

Apa yang diharapkan dari pemirsa menonton program Berkas Kompas?

Veronica mengatakan bahwa Berkas Kompas sebagai program televisi melayani pemirsa. Pemirsa mendapat wawasan lebih luas, pemirsa mendapat sudut pandang lain yang tak diperoleh di media lain. Pihaknya akan senang jika ada pemirsa terinspirasi, terdorong melakukan sesuatu. Bahkan mungkin bisa mendorong kelompok masyarakat melakukan class action sehingga ada tindak lanjut kasus.  Misalnya saja mengangkat ke dunia maya melalui media sosial.

“Kita mau mendorong negara dalam hal ini aparat, pemerintah, pejabat publik untuk melakukan sesuatu terhadap sebuah kasus yang kita kerjakan,” pungkas Veronica kepada Penulis di akhir acara.

@rahabganendra

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun