Veronica menjawab pertanyaan penulis pasca acara talkshow Bincang Sapa itu dengan jelas. Menurutnya keunggulannya adalah keakuratan dan detil program. Penggarapan keakuratan dilakukan dengan menggandeng pihak ketiga yang berkompeten. Sebagai contoh pada program Berkas Kompas “Melacak Jejak Sianida,” pihaknya menggandeng seorang ahli dari UI yang ahli soal bahan kimis, yakni Dr. Rer. Nat. Budiawan yang dikenal sebagai Ahli Toksikologi UI. Budiawan ini melakukan uji teknis terhadap natrium sianida. Lengkapnya dipaparkan di paragraf di bawah.
Keunggulan lainnya adalah liputan detil. Dengan melibatkan pihak ketiga yang kompeten, maka liputan diupayakan dapat menguak lebih detil. Sebagai contoh, seperti dipaparkan Veronica tentang kasus Mirna, ada info grafis terkait berapa orang yang bisa terbunuh dengan natrium sianida berkadar 15 gram.
“Kita ada grafisnya. Misalnya perempuan dengan berat badan 50 kg dengan natrium sianida 15 gram, bisa membunuh 166 orang. Kita detail,” jelasnya. Satu hal lagi adalah bahwa KompasTV berafiliasi dengan kompas cetak.
Dibalik Penggarapan “Melacak Jejak Sianida”
Untuk mengetahui lebih jauh tentang penggarapan program Berkas Kompas, diungkapkan oleh Veronica dan Mercy dalam acara Bincang Sapa dengan topik “Melacak Jejak Sianida.” Tim investigasi, salah satunya adalah Mercy.
Awalnya, menurut Veronica, episode Melacak Jejak Sianida dibuat karena masih ada rasa penasaran, berpikir kok bisa saja natrium sianida ada di kopi Mirna? Gimana cara mendapatkannya?
“Pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya membuat kita berpikir, yukk cari. Lalu dibuat investigasi,” kata Veronica. Setelah Jessica ditetapkan sebagai tersangka, lalu rapat kecil dan dieksekusi.
Penelusuran pun dilakukan di toko kimia daerah Jabodetabek. Dimulai dari Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Bekasi hingga Tangerang. Hasil nihil. Sejak ramai kasus Mirna, jadi susah mencarinya. Hingga kemudian menjajagi website online penjual sianida. Ketemu. Di website itu ada nama sales marketing. Ternyata tak susah untuk membelinya. Cukup isi data. Data diisi samaran sebagai mahasiswa kimia. (Menyamar). Berlanjut telpon-telponan. 3 hari dijanjiin barang. Pembayaran cash di tempat.
“Kita bisa nawar harga,” kata Veronica.
Awal satu drum (50 kg) ditawarkan Rp 3,7 juta. Lalu ditawar Rp. 3,2 juta. Setuju. Bahkan tanpa dilengkapi surat-surat dan identitas detil pembeli. Begitu mudah mendapatkan bahan kimia berbahaya itu. Pedagang biasa menjual natrium sianida dalam skala besar. Tanpa surat resmi dan tanpa surat ijin kepolisian natrium sianida berhasil didapat.
“Ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan dan masih adanya celah yang dimanfaatkan oknum tak bertanggungjawab,” tutur perempuan berkacamata itu.