Dibarengi hiruk pikuk gesekan sosial masyarakat lapisan bawah dengan kekuatan di baliknya (oligarki) yang berkompromi dengan penguasa. Menjadi relevan mengingat saat ini sedang santer kasus Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.Â
Sementara kalau menurut penulis novel ini, sebenarnya penulisan sudah selesai dilakukan 2 tahun lalu. Atau setahun sebelum terjadi gejolak, ribut-ribut aksi demo pada PSN Pulau Rempang, Batam. (Untuk alasan tertentu, novel baru diterbitkan tahun ini).Â
Kemampuan prediktif itu, saya pikir tak lepas dari buah pengalaman matang dan ketajaman daya endus penulis. Tentu saja tema "prediktif" up to date seperti ini selalu akan menarik minat pembaca. Apakagi sajian melalui bahasa ringan, komunikatif dan membumi, membuat novel ini mudah dicerna beragam kalangan. Renyah dibaca, dan nyaman di-rasa.Â
Ekspektasi dan CatatanÂ
Pada awal melihat tampilan novel ini, sebelum membacanya, saya tidak merasakan sesuatu yang "wah". Baru setelah membaca sinopsisnya, saya mempunyai ekspektasi, bahwa novel ini akan menyajikan sajian "sesuatu yang berbeda" dibanding novel berbasis serupa.
Tentu tak lepas, karena saya melihat sosok penulis yang telah lama saya kenal. Termasuk mengenalnya melalui karya novel Prasa dan Kelir. Dua novel yang menurut saya memiliki greget.Â
Selain itu melihat pada basis cerita dunia aktivis. Dimana sangat relevan dengan (mantan) aktivis 98 saat ini, yang memilih jalur "perjuangan" berbeda, antara masuk kekuasaan, dan di luar kekuasaan, setelah langkah reformasi (bukan revolusi) disepakati pasca jatuhnya rezim Orde Baru. Meski 26 tahun setelahnya, negeri ini ya gini-gini aja.Â
Melalui novel ini, saya menilai, fenomena ini seperti sebuah "Patah Arang Sang Demonstran" seperti pilihan judul yang saya sematkan pada artikel ini. Bak patah arang di hadapan rakusnya oligarki yang berkolusi, memperalat penguasa.Â
Simbolisme "patah arang", bisa disematkan pada si peran utama Kario. Bisa juga disematkan pada peran bayangan mantan aktivis, Riri dan suaminya; Priyo.Â
Sayangnya ekspektasi "sesuatu yang berbeda" itu gak saya rasakan, setelah kelar membaca novel ini. Jalinan alur yang baik, dengan deskripsi yang cantik nan puitis pada setiap bagian-bagiannya, tak diimbangi dengan greget klimak cerita yang akan lekat di benak.Â
Harapan ada kebaruan (novelty) yang membedakan dengan novel / karya fiksi lain, pada klimaknya, belum saya temukan. Termasuk pada ending-nya.Â