Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Bersikap Kritis Terhadap Karya Sastra Horor Agar Tak Terjadi Pembodohan

7 Agustus 2024   12:20 Diperbarui: 7 Agustus 2024   12:51 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yon Bayu, pemateri utama diskusi sastra horor, jumat 26 Juli 2024 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Dokumen pribadi.

Dia  menyampaikan komentar begini (saya kutip asli, tanpa edit):

"Saya penulis cerita horor, suka sekali dengan tulisan ini. Tulisan saya selalu menyelipkan budaya daerah selain memperkenalkan budaya, juga berharap menambahkan bobot di tulisan saya. Karena bagi saya horor bukan sebatas hantu seperti poconk, kunti, dan teman-temannya."

Pembaca/ Pemirsa Harus Kritis

Pandangan menarik lainnya, datang dari Sunu Wasono, sebagai pemateri pembanding.

Pria asal Wonogiri, penulis kelahiran 11 Juli, pensiunan dari dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu, memahami bahwa sejak lama masyarakat kita lekat dengan hal gaib, horor.

Pria yang menelurkan sujumlah karya sastra seperti  

"Membaca Sapardi Djoko Damono, dinamika bahasa dan sastra Indonesia, Jagat lelembut, dan lain-lain itu, mengamini pendapat Yon Bayu bahwa akar cerita horor adalah kebudayaan kita.

Dasarnya seperti film era 1980an dibintangi Susana banyak mengangkat tema horor. Juga  dalam cerita sastra modern Indonesia melalui cerpen karya Riyono Pratikto yang menampilkan kisah horor dari dunia gaib. Dalam sebutan HB Jassin cerita horor  sebagai cerita seram. 

Demikian juga cerita horor, bisa ditemukan  dalam karya Abdullah Harahap era 1970-1980 yang  menampilkan kisah-kisah horor.

Yang fenomenal adalah majalah  berbahasa Jawa jadoel masa saya sekolah dasar yang eksis sampai saat ini, Panjebar Semangat. Melaluui rubrik "Alaming lelembut" serta Majalah Joko Lodhang rubrik "Jagading lelembut" yang terbit  tiap semiggu sekali.

Dalam kedua majalah itu, banyak dijumpai makhluk halus, wewe gomberl, cungklung, demit, genderuwo yang dibalut cerita cinta asmara, pesugihan dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun