"Sejak saya lahir hingga mati, itu horor semua," ujarnya.
Tentu kita tahu, masih banyak kita temui, "ritual" tradisi yang masih terpelihara dalam kehidupan masyarakat Jawa seperti membuat bubur merah putih saat weton, tradisi sedekah laut, larungan, bersih desa, ziarah makam.
Ritual yang selalu berkelindan dengan hal-hal bersifat horor. Tradisi-tradisi itu dilakukan turun temurun menjadi budaya yang sulit diubah. Â
Bahkan tradisi sudah dilembagakan sejak zaman Kerajaan Mataram masa pemerintahan Sultan Agung. Masa dimana, banyak tercipta ritual-ritual yang menjadi budaya turun temurun.
Dalam pemahaman ini, horor bukan lagi sebatas ekploitasi tubuh perempuan, maupun ketakutan semata. Â
Berpijak atas dasar pemahaman itulah, Yon Bayu memberi pengertian tentang karya sastra horor.
Menurutnya sastra horor adalah karya tulis maupun lisan, yang menceritakan budaya atau cerminan budaya, dari masyarakat yang menganut kepercayaan, pemahaman dan aktivitas yang melibatkan unsur gaib. Bersifat mistis atau misteri.
Poinnya adalah bersifat mistis, gaib. Jadi horor yang berdarah-darah, peyiksaan, tidak termasuk kategori horor yang dimaksudkan. Â
Memahaminya, mungkin agak mudah dengan yang dicontohkan Yon Bayu. Contoh cerita rakyat yang menurutnya paling kuat dan lengkap konteknya dengan sastra horor karena basisnya budaya. Melibatkan gaib.
Cerita itu, cerita rakyat yang terkenal, Calon Arang masa Airlangga memerintah di Kerajaan Medang. Â