Sunu menekankan pada penonton/ Â pembaca karya sastra horor bersikap kritis. Â Â
Sebuah KerisauanÂ
Mengikuti diskusi sastra horor ini, banyak memberi insight khususnya terkait dunia sastra horor dan budaya (Jawa).
Saya menyukai budaya, khususnya budaya Jawa. Mengingat saya lahir dan besar dalam keluarga adat Jawa. Meski bukan penganut Kejawen/ Kapitayan orang tuaku cukup lekat menerapkan kehidupan budaya Jawa.
Ibu selelu menggunakan jarik dalam berbusana. Sampai saat ini. Tak pernah menggunakan rok dan baju masa kini.
Ibu juga masih melakukan "ritual" bubur "abang putih" untuk anak-anaknya.
Saat saya kecil bapak sering mengajakku "jamasan" keris miliknya. Katanya keris "sipat pangandel" yang nantinya akan diturunkan kepada anaknya. Anak yang ditunjuknya. Mungkin saya karena saya anak laki satu-satunya hehe.
Dulu saya juga sering diajak "ambil pesaka" ke dukun kampung. Saat itu ya, saya memahaminya sebagai hal mistis. Antara takut dan penasaran.
Bapak juga suka memelihara burung perkutut sebagai simbol kemapanan pria Jawa. Bukan hanya seekor, dua ekor, hampir seratus ekor. Hingga semua harus dilepaskan saat marak flu burung.
Kini, saya menyukai isu-isu budaya. Tulisan tema budaya sering aku tulis. Tak terbatas budaya Jawa. Budaya Nusantara.