Surau itu dijadikan tempat ibadah sekaligus  digunakan Habib Husein menyiarkan agama Islam. Â
Beliau dimakamkan di ruangan masjid ini bersama dengan asistennya, seorang mualaf etnis Tionghoa bernama Haji Abdul Kadir.
Sepeninggal beliau, masjid dibangun masyarakat secara gotong royong pada tahun 1756. Lalu secara turun temurun dirawat  dan dilakukan renovasi, penambahan bangunan hingga sekarang.
Kini masjid yang  menghadap ke Pelabuhan Sunda Kelapa ini, menjadi salah satu cagar budaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Asal yakin dan percaya gak papa," kata sosok bergamis putih yang kujumpai di teras samping kanan masjid. Â
Beliau menjawab pertanyaanku soal air yang dikenal sebagai "air keramat", apakah layak minum atau tidak.Â
Sosok bergamis putih itu adalah Habib Ismail Alaydrus, keturunan ke 7 Habib Husein.Â
Air itu berasal dari sumur keramat yang ditampung di "gentong" penampungan di atas sumur. Lokasinya berada di samping kanan masjid. Ada keran air untuk mengalirkannya. Pengunjung diperbolehkan mengambilnya secara gratis.
Air itu dipercaya memiliki khasiat. Aku menampung air dalam thumber kosong yang sengaja kubawa. Buat oleh-oleh hehe.
Aku sempat melongok ke dalam ruangan utama masjid dari teras depan. Beberapa orang sedang berdzikir.Â
Aula terlihat cukup luas dengan tiang tiang persegi. Baca-baca artikel media seeh masjid ini memiliki 12 tiang pancang yang jika dijumlahkan totalnya 24 buah.