Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sayangku, Sampai Kapan Kita Begini? (bag 1)

31 Januari 2010   12:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ini kisah sebuah rumah tangga yg dituturkan oleh kedua belah pihak, baik istri maupun suami, pada akhir pekan tahun 2009. Tarik-ulur yg ganjil dan misterius dalam mengambil putusan akhir nasib rumah tangga mereka. Untuk mudahnya sebut saja mereka adalah Rojali dan Savitri.

Savitri berwajah manis, energik, permissive dalam pergaulan. Agak sensitif di usianya menjelang 45 tahun. Rojali berwajah pasaran, type lelaki tradisional yg loyal dg adat dan tatakrama. Agak pendiam diusianya memasuki 55 tahun. Dua sejoli menikah pada usia lanjut dalam lakon cinta lama bersemi kembali. Duh... CLBK niyeeeeee, hiks!

Diawali dg temu ulang yg mengesankan. Lalu cinta membara, berlanjut dg perjuangan hebat mendobrak rambu-rambu cinta terlarang. Keduanya yakin bahwa rumah tangga yg tentram-bahagia pasti mereka raih. Jadilah Akad nikah sederhana digelar dg suka cita. Diiringi air mata bahagia selama berhari-hari. Laksana berlabuh di tengah taman asri surgawi yg serba lezat dan serba wangi. Setidaknya selama masa bulan madu, deh.

Keduanya tidak curiga. Bisa jadi taman asri surgawi itu cuma perasaan belaka. Akh, masa?

Rojali tak ingat lagi sudah berapa lama berumahtangga dengan Savitri. Savitri tak ingat untuk apa mereka berumahtangga. Perjalan mereka tersandung-sandung pohon rintangan. Dan terperangkap di penjara kebimbangan. Cita-cita meraih kehidupan yang tentram terabaikan. Cinta dan kasih sayang luntur pelahan. Semua gerak langkah kaki dan tangan sekedar memenuhi kewajiban. Ritual tanpa roh. Rutinitas tanpa hati dan jiwa di dalamnya. Kerindungan tinggal catatan masa lalu.

Keduanya saling curiga. Bisa jadi masing-masing punya agenda masa depan yg bersebrangan. Hmmm...

"Mas, besok pagi saya mau arisan sama teman-teman kantor," Savitri membuka pembicaraan.

"Besok kan Minggu hari libur..." Rojali mengingatkan istrinya.

"Justru hari libur bisa arisan."

"Dari jam berapa sampai jam berapa?"

"Ya dari jam 8 pagi sampai selesai."

"Iya, selesainya jam berapa?"

"Nggak tau, pokoknya sampai selesai." Savitri mulai kesal ditanya lebih lanjut.

Entah sudah berapa puluh kali setiap hari Minggu keduanya pisah tempat. Punya acara masing-masing. Entah sudah berapa puluh kali setiap malam Minggu keduanya tidak tahu mau apa. Lalu buru-buru matikan lampu, pergi tidur dalam suasana dingin sepi. Beberapa kali dicoba pergi bareng untuk menghidupkan suasana. Hasilnya mengecewakan. Keintiman sirna. Keakraban kaku. Keceriaan membisu. Jaga jarak kian melebar. Dinding pemisah dua hati makin tinggi.

Keduanya saling curiga. Bisa jadi masing-masing sudah pindah ke lain hati. Apa iya?

"Nanti malam saya mau kerja lembur, nih. Mungkin sampai pagi." Rojali sambil siap-siap berangkat ngantor.

"Hmmm..." Savitri tak tertarik cari tahu. Jadwal arisan, rencana piknik dengan Komite Sekolah serta aktivitas yg bisa jauhan dg sang suami lebih membangkitkan gairahnya.

"Hari Minggu jadi nggak beli TV kecil buat si bungsu?" Rojali hampir selesai pakai sepatu kerja.

"Iya deh. Kalo bisa Merk Sony atau Toshiba aja," Savitri menunjukan minat.

"Nanti belanja bareng anak-anak atau..."

"Ya iya dong, ikut semua," Savitri memotong dengan nada penuh semangat, tersirat dari sorot matanya.

Pembicaraan berlanjut lebih lama, lebih akrab ketika kepentingan harta-benda menjadi topik. Savitri merasa diperhatikan. Terbanyang senyum riang si bungsu setelah dibelikan TV baru. Dalam tempo singkat rencana beli TV tersebar ke teman-teman Savitri. Hati Rojali tersayat-sayat. Dia merasa hanya uang yg menyatukan mereka. Merasa hanya uang yg membuat istrinya tidak mau pisah dengannya. Dia sadar ada beberapa perempuan yang minat jadi istri barunya. Juga sadar ada beberapa lelaki yg minat jadi suami baru istrinya.

Keduanya saling merenung. Bisa jadi masing-masing takut cerai. Lho koq bisa begitu, apa sih rahasianya?

Savitri mengaku kurang diperhatikan kebutuhan hidupnya. Suaminya gampang ngambek. Merasa terlalu banyak aturan yang mengekang yg bertentangan jauh dengan kebiasaanya sebelum menjadi istri. Banyak anggota keluarga dan sahabatnya mendukung agar tidak perlu menyesuaikan diri setelah menjadi istri. Runyam hatinya dikompensasi dengan mencari hiburan dengan siapa saja selain suami. Yang penting Rumah Tangga tetap ada. Apapun bentuknya. Demi anak.

Rojali mengaku sudah lelah menunggu sang istri untuk memperbaiki prilakunya .  Yang menurutnya minus tatakrama, minus ibadah, minus komunikasi, dan cenderung mengangkangi hak suami sebagai kepala rumah tangga pencari nafkah. Terlanjur mendambakan rumah tangga ideal, Rojali berpantang keras dg gaya hidup sang istri yang bisa enjoy jika suami-istri jalan masing-masing, dalam pengertian seluas-luasnya. Berpantang keras main rahasia-rahasian antar suami-istri. Menolak rumah tangga sekedar cari status. Emoh bertahan hanya demi anak.

Keduanya saling menuntut agar penyesuaian diri adalah mengikuti prinsip dan jalan hidup salah satu pihak. Bagi Savitri tak ada masalah bentuk hubungan dan format rumah tangga sepanjang dia diberi kebebasan mengambil keputusan. Terutama bila keputusan itu menyangkut keuangan di mana dia punya uang sendiri sebelum menikah.

"Suami nggak perlu tahu, ini kan uang saya sendiri. Jumlahlahnya berapa, disimpan di mana, masuk dari mana, keluar kemana, urusan pribadi saya dong. Saya juga nggak pengin tahu uang suami," keluh Savitri suatu saat.

"Bagi saya istri juga kekasih, sahabat, sekaligus saudara. Tidak boleh ada dusta di antara suami-istri, tidak boleh maen rahasia-rahasian. Suami mengutamakan istri dalam segala hal, dan begitu juga sebaliknya," pembelaan Rojali kepada salah satu sahabat istrinya.

Di tengah kegalauan dan badai rumah tangga, mereka kadang terkenang masa-masa indah awal masa pernikahan.

Setiap pagi suami berangkat kerja selalu diantar oleh istri sampai pintu depan. Jam istirahat kantor biasanya saling tegur sapa dan canda ria lewat SMS. Atau curhat lewat telpon sekedar melepas rindu. Pulang kerja disambut senyum dan wajah sumringah istri tersayang. Selalu makan bareng semeja. Kadang saling suap-suapan. Peluk-cium jadi upacara wajib tapi asyik. Sekali-kali pergi nginep hanya berdua dengan gairah cinta yg selalu membara. Pendeknya dimana ada Rojali di situ ada Savitri. Banyak yang iri dengan kemesraan mereka berdua.

Semua kenangan indah berlalu sudah . Sebentar-sebentar cekcok, baikan lagi, cekcok lagi. Begitu terus, begitu terus. Upaya perbaikan berjalan alot, sealot daging koyor. Mungkin karena beda prinsip hidup begitu tajam.

Savitri tidak takut cerai tapi dia tidak yakin ada pria lebih baik untuk jadi suaminya yg mudah memaafkan. Dia tidak ingin jadi istri muda di usia lanjut hanya untuk jadi babby sitter bagi suami yg sudah uzur. Dia masih mencintai Rojali tapi tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya. Dia juga waswas kalo cerai akan mendorong Rojali buka-buka rahasia. Juga malu kalo jadi janda.

Rojali juga tidak takut cerai. Tapi dia khawatir kalo Savitri kelamaan menjanda bisa terpuruk dg macam-macam masalah. Kasihan dg nasib dirinya dan anak-anak. Dia masih mencintai Savitri tapi tidak ngotot harus bertahan kalo tidak ada perubahan yg diidam-idamkan. Dan satu hal lagi, bara cintanya kepada Savitri tidak sehebat dulu lagi akibat suatu peristiwa. Peristiwa yang meninggalkan luka sangat dalam ketika dia merasa ditikam dari belakang oleh Savitri.

Keduanya saling menerka. Bisa jadi masing-masing menyimpan misteri. Sebuah misteri yg sudah jelas motif dan mozaiknya, tapi belum jelas jatuh tempo tersusunnya kepingan-kepingan adegan oleh sutradara tunggal adikodrati .

Mereka meniti hari-hari yg berjalan begitu lambat. Mendung menggelayut mengancam dentuman halilintar hampir sepanjang hari. Sebentar-sebentar mentari menyembul menghangatkan daun-daun merindu. Lalu menyelinap kembali di balik kapas-kapas kelabu, yg tergores sapuan merah jingga, yg bergumul dg panas-dinginnya lembaran-lembaran cinta dan misteri.

Ketika sebuah rumah tangga yg dibangun dengan susah payah hanya berujud istana dengan retak-retak hampir pada semua dinding dan lantainya, keruntuhan hanya soal waktu. Kecuali ada inisiatif renovasi besar-besaran berbahan baku cinta-kasih, kejujuran, dan introspeksi.

Hati bertanya: Bagaimana sih bunyi selembar coretan misteri masa depan Rojali dan Savitri?

Akal bertanya: Nunggu apa lagi? Mau habiskan sisa umur dengan derita? Cerai saja!!!
Aku bertanya : ( hanya geleng-geleng kepala )
BERSAMBUNG
*
*
Salam Tuljaenak,
Ragile, 30-jan-2010

NB: Saya tertarik untuk menuliskan kisah ini dg desertai dialog fiktif karena pada ujung-ujungnya menemui akhir yg mengejutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun