"Iya, selesainya jam berapa?"
"Nggak tau, pokoknya sampai selesai." Savitri mulai kesal ditanya lebih lanjut.
Entah sudah berapa puluh kali setiap hari Minggu keduanya pisah tempat. Punya acara masing-masing. Entah sudah berapa puluh kali setiap malam Minggu keduanya tidak tahu mau apa. Lalu buru-buru matikan lampu, pergi tidur dalam suasana dingin sepi. Beberapa kali dicoba pergi bareng untuk menghidupkan suasana. Hasilnya mengecewakan. Keintiman sirna. Keakraban kaku. Keceriaan membisu. Jaga jarak kian melebar. Dinding pemisah dua hati makin tinggi.
Keduanya saling curiga. Bisa jadi masing-masing sudah pindah ke lain hati. Apa iya?
"Nanti malam saya mau kerja lembur, nih. Mungkin sampai pagi." Rojali sambil siap-siap berangkat ngantor.
"Hmmm..." Savitri tak tertarik cari tahu. Jadwal arisan, rencana piknik dengan Komite Sekolah serta aktivitas yg bisa jauhan dg sang suami lebih membangkitkan gairahnya.
"Hari Minggu jadi nggak beli TV kecil buat si bungsu?" Rojali hampir selesai pakai sepatu kerja.
"Iya deh. Kalo bisa Merk Sony atau Toshiba aja," Savitri menunjukan minat.
"Nanti belanja bareng anak-anak atau..."
"Ya iya dong, ikut semua," Savitri memotong dengan nada penuh semangat, tersirat dari sorot matanya.
Pembicaraan berlanjut lebih lama, lebih akrab ketika kepentingan harta-benda menjadi topik. Savitri merasa diperhatikan. Terbanyang senyum riang si bungsu setelah dibelikan TV baru. Dalam tempo singkat rencana beli TV tersebar ke teman-teman Savitri. Hati Rojali tersayat-sayat. Dia merasa hanya uang yg menyatukan mereka. Merasa hanya uang yg membuat istrinya tidak mau pisah dengannya. Dia sadar ada beberapa perempuan yang minat jadi istri barunya. Juga sadar ada beberapa lelaki yg minat jadi suami baru istrinya.