Kemudian pada konteks tema pendidikan, tugas ibu sangatlah berat yakni bertanggung jawab akan keyakinan beragama, nilai budaya, nilai sosial, ketrampilan anak dan pengembangan kepribadian seperti sopan santun, mematuhi aturan masyarakat, menghargai orang lain dan sebagainya (Pidarta, 1994).
Khabib Ahmad Santhut (dalam Imam M. Syahid, 2015) mengatakan bahwasanya peran seorang ibu itu senantiasa mempersiapkan diri untuk mengasuh anak dan rela berkorban untuknya baik di waktu istirahat atau sibuk. Dia akan tetap sabar. Sikap pengasih inilah yang sering membuat ibu tidak dapat tidur meskipun anaknya terlelap.
Khairiyah Husain Thaha (dalam Ani Nur Aeni dan Dadan Djuanda, 2019) menyatakan bahwa orang tua terutama ibu yang banyak bergulat dengan anak, mempunyai tugas yang amat besar untuk mendidik anak baik pendidikan jasmani, intelektual dan mental spiritual, sehingga melalui teladan yang baik atau pelajaran yang berupa nasehat-nasehat, kelak ia dapat memetik tradisi-tradisi yang benar dan pijakan moral yang sempurna dari masa kanak-kanaknya.
Penjabaran di atas menunjukkan betapa pentingnya peranan seorang ibu sebagai pendidik dan itu semua berimplikasi terhadap karakter, kepribadian dan tumbuh kembang anak. Lebih lanjut, menurut Lydia Harlina Martono (1996), kegiatan mendidik (mengasuh, membimbing dan membiasakan) anak berimplikasi nyata terhadap kepribadian anak untuk berkembang dengan sebaik-baiknya, sehingga menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Ibu Sebagai Mitra Utama dalam Mencapai Tujuan Pendidikan
Pemahaman orang tua terkait memasrahkan anak kepada lembaga atau instansi pendidikan secara penuh agaknya perlu dirubah. Mengapa? Lembaga pendidikan sifatnya membina dan mengembangkan peserta didik dengan berbatas waktu dan tempat. Anak-anak banyak menghabiskan tempat dan waktu mereka dengan keluarga dan lingkungan. Maka, guna mengsinkronkan antara lembaga, keluarga dan lingkungan perlu adanya kesepahaman untuk saling mendukung satu dengan yang lainnya. Itulah mengapa, orang tua, keluarga dan lingkungan masyarakat merupakan mitra sekolah yang tidak boleh lepas tangan atau tanggung jawab dalam pembentukan karakter, pribadi dan pendidikan anak.Â
Penelitian Daud (1994) menyatakan bahwa pendidikan keluarga memberi dukungan 24-76 persen (%) terhadap prestasi belajar anak melalui 8 faktor yakni kebiasaan bangun pagi, fasilitas belajar di rumah, jumlah waktu untuk belajar mandiri, situasi belajar di rumah, belajar berkelompok, kecilnya absen di sekolah, keterlambatan berangkat ke sekolah dan pendidikan tambahan.
Mengaca dari Negara Finlandia di Eropa Utara yang sejak tahun 2000 selalu diunggulkan sebagai Negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Selain sistem pendidikan dan kurikulum yang sangat mendukung tumbuh kembang anak sesuai dengan porsi dan potensinya, ternyata peranan dari lingkungan keluarga (red. orang tua/ibu) sangat kuat pengaruhnya. Kemitraan orang tua dan guru sudah terbentuk secara sistematis dan aplikatif, bahkan dapat dikatakan terjalin suatu perjanjian, komitmen dan persahabatan yang kuat untuk saling mendukung dalam mendidik anak-anak.
Berbeda dengan orang tua Indonesia yang cenderung secara penuh menyerahkan pendidikan dan keberhasilan anak pada guru dan lembaga sekolah (dan ketika anaknya tidak sesuai ekspektasi mereka, maka guru yang akan disalahkan), orang tua di Finlandia justru mempunyai pandangan dan paradigma yang berbanding terbalik dengan orang tua Indonesia. Dikutip dari laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud dijelaskan tentang 6 pemahaman orang tua Finlandia terhadap guru dan sekolah dalam bermitra:
1.Menghormati
Orang tua di Finlandia sangat menghormati guru dan sekolah. Mereka menempatkan guru sebagai "orang tua kedua" dan sekolah merupakan "rumah kedua".
2.Memahami Profesi
Orang tua di Finlandia memahami bahwa pekerjaan mengajar adalah pekerjaan yang sangat kompleks dan penuh dinamika sehingga perlu didukung dalam semua aspek.
3.Mendukung Bukan Menyalahkan
Apabila guru mengalalami kesulitan dalam menjalankan tugas mengajarnya kepada siswa, orang tua akan membantu semaksimal mungkin dan bukan malah menyalahkan gurunya.
4."Pahlawan" Setiap Kesuksesan
Orang tua Finlandia menganggap guru adalah pahlawan kesuksesan bagi anak-anak mereka. Yang sering terlihat di rumah-rumah, banyak siswa menghias dan memajang foto guru di kamarnya bahkan dengan tambahan kalimat "you are my inspiration" dan tidak ada istilah "guru killer"
5.Pemahaman Awal Yang Baik
Pada awal anak masuk sekolah, guru akan menjelaskan kepada orang tua dan siswa bahwa sekolah bukan tempat menyeramkan yang menyebabkan tekanan batin dan ketegangan.
6.Mengkritik Dengan Santun
Orang tua di Finlandia menyampaikan kritik kepada sekolah dengan cara yang santun. Mereka memahami bahwa pekerjaan mengajar bukanlah pekerjaan yang ringan. Guru di Finlandia senang menerima kritik sebab menjadi saran yang sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan belajar anak-anak.
Paradigma orang tua di Finlandia, setidaknya menjadi acuan bagi ibu-ibu dan orang tua siswa untuk berusaha menjadi mitra yang baik bagi sekolah anak. Bukan hanya sebagai pengkritik yang handal saja, akan tetapi harus menempatkan diri sebagai mitra dan bersungguh-sungguh berkomitmen dalam mencerdaskan anak bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H