Zetta melamun tak berkedip di balkon kamarnya, menatap rembulan yang menyinari malam ini sendirian tanpa adanya bintang-bintang di langit. Angin malam yang sejuk membuat Zetta semakin nyaman berada di balkon kamarnya. Awalnya pikirannya kosong, namun tiba-tiba ia teringat sahabatnya yang dua tahun ini menghilang begitu saja tanpa kabar. Jika diingat-ingat kembali masa yang sering ia habiskan bersama sahabatnya itu, membuat Zetta meneteskan air mata karena rasa rindunya.
   "Apa bisa aku bertemu dengannya lagi?"
   Zetta sadar bunda menelepon dari tadi, sudah dua panggilan tak terjawab. Sejak tadi Zetta membisukan gadgetnya, dia ingin menenangkan dirinya sebentar.
   Bunda menelepon hanya ingin mengingatkan Zetta bahwa besok adalah hari pertama di sekolah barunya. Zetta baru pindah dari rumah lamanya ke rumah barunya ini, karena beberapa alasan. Zetta langsung masuk, mengunci pintu balkon, dan pergi tidur karena dia juga sudah mengantuk.
   Pagi ini Zetta bangun lebih awal, karena ia tidak ingin telat di hari pertama di sekolah barunya. Setelah sampai di sekolah, ia langsung mencari kelasnya itu. 11 mipa 2, kelas Zetta. Zetta masuk kelas bersama seorang guru yang di duga wali kelas 11 mipa 2. Pak Jio menyuruh Zetta untuk memperkenalkan dirinya di depan murid kelasnya itu.
   "Perkenalkan nama saya Zetta Zendaya, bisa dipanggil Zetta."
   Zetta menempati tempat duduk yang ditunjuk Pak Jito. Sejak pelajaran pertama tadi matanya terlalu fokus mendengarkan gurunya. Ia sampai tak terasa bahwa bel istirahat berbunyi. Zetta kikuk. Di waktu istirahatnya ini, apa yang akan dilakukan? Ia masih takut untuk membaur dengan teman-teman barunya. Beruntungnya Bunda membawakan bekal, jadi ia tidak harus ke kantin sendirian.
   Di saat pelajaran dimulai lagi, fokus Zetta teralihkan oleh seseorang yang berjalan di koridor, terlihat dari jendela kelasnya. Ia kaget. Ia tak berhenti menatapnya meskipun sudah hilang dari arah pandangannya. Ia tak menyangka bertemu dengannya lagi. Seseorang yang ia cari dan ia rindukan dua tahun belakangan ini.
   "Dia, demi apapun aku melihatnya lagi. Akan aku temui dia nanti." Gumannya.
   Kali ini, terdengar jelas bel berbunyi. Entah bel pergantian pelajaran atau bel pulang. Zetta berlari keluar kelas mencarinya. Ia bersyukur. Ia menemukan buruannya di parkiran. Tampak sosok yang dirindukan itu sedang bersiap-siap akan pulang dengan motor besarnya itu. Zetta segera berlari menghampiri dan memeluknya.
   "Zeo, akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi. Kamu kemana saja selama ini? Apa kamu tidak merindukanku?"
   "Hah?"
   Sosok itu bernama Tama. Tampak bingung
   "Kamu kalau mau pindah rumah bilang dong, jangan tiba-tiba menghilang begitu saja. Kamu tidak kasihan sama aku yang terus memikirkanmu dan berharap keajaiban kamu kembali?"
   Zetta kembali nyerocos. Tama masih diam.
   "Ya, sudah aku pulang dulu ya, aku akan memberitahu Bunda kalau kamu kembali."
   Kata Zetta sambil melepaskan pelukannya. Tampak binar kebahagiaan di matanya.
   Tama masih kaget dengan apa yang terjadi. Tapi, Dia memutuskan untuk tidak ambil pusing. Dia ingin cepat-cepat pulang karena menurutnya hari ini sangat melelahkan. Namun, sampai di rumah, Tama kembali memikirkan perempuan yang tiba-tiba memeluknya dan memanggilnya dengan nama Zeo. Dia akan memberitahunya besok, yang telah terjadi kepada Zeo.
   Keesokannya Zetta tidak sabar pergi ke sekolah untuk bertemu Zeo, kemarin dia memberitahu Bunda bahwa ia bertemu dengan Zeo kembali.
   "Bunda aku bertemu Zeo kembali. Aku masih tidak menyangka bisa bertemu dengannya lagi Bun, dan dia masih mengingatku. Aku kira tidak mungkin bertemu dengannya lagi."
   "Tidak ada yang tidak mungkin sayang. Awalnya kamu menolak untuk pindah ke sini, tapi kenyataannya kamu bertemu lagi dengan sahabat kecilmu, Zeo."
   "Iya Bun hehe, karena aku tidak mengira akan bertemunya disini."
   "Kapan-kapan ajak Zeo kesini ya, Bunda juga rindu dengannya."
   Zetta mengangguk
   Esoknya, Zetta berencana menemui Zeo sepulang sekolah ia juga akan mengajak Zeo ke rumahnya. Selama pembelajaran berlangsung, Zetta tak fokus seperti kemarin. Kebahagiaannya akan bertemu Zeo, teman masa kecilnya, merampok konsentrasinya.
   "Zetta kamu kenapa dari tadi saya liat senyum-senyum sendiri." Tegur Pak Jito.
   "Eh Pak, ngga ada apa-apa Pak."
   Pak Jito melanjutkan penjelasannya. Beberapa menit kemudian bel pulang sekolah pun berbunyi. Zetta cepat-cepat mengambil tasnya dan berlari ke arah parkiran sekolah. Ia menunggu Zeo di dekat motor besarnya. Tama yang melihat perempuan itu lagi hanya bisa mendengus dan berjalan ke arah motornya. Ia harus memberitahu kebenarannya.
   "Ikut aku!"
   "Kemana Zeo? Padahal aku ingin mengajakmu ke rumah, Bunda ingin bertemu soalnya."
   "Ke rumah Zeo, ayo naik!"
   Selama di perjalanan Zetta terus bertanya maksud dari ucapan Tama tadi. Namun, Tama hanya diam dan fokus menyetir.
   Zetta kaget setelah sampai, mengapa Tama mengajaknya ke sebuah pemakaman dan di sebuah makam yang tertera nama Zeo di atasnya.
   "Ini Zeo, aku bukan Zeo. Aku Tama kembaran Zeo. Kami terpisah karena orang tua kami cerai. Dan dua tahun yang lalu kami pindah kaena orang tua kami menginginkan Zeo dimakamkan disini. Aku tidak tahu kalau Zeo punya sahabat sepertimu."
   "Tidak mungkin. Zeo ga akan ninggalin Zetta, Tama."
   "Tuhan lebih sayang Zeo, Zetta. Zeo kecelakaan dan kejadian itu yang menyebabkan dia meninggal. Ikhlasin Zeo ya, Zetta."
   Zetta tak kuat menahan tangisannya. Ia masih tidak percaya dengan yang terjadi. Kehidupan ini seperti roller coaster, kemarin ia menjadi orang yang sangat bahagia karena bertemu Zeo. Hari ini, ia menjadi sangat hancur karena kehilangan Zeo untuk selamanya. Tapi Zetta harus mengikhlaskan kepergian Zeo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H