Kemampuan Literasi
Kemampuan literasi yang masih minim menjadi permasalahan terbesar bagi bangsa Indonesia, khususnya para remaja. Berdasarkan hasil dari penilaian yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2019 yaitu "Indonesian National Assessment Programme", hanya 6,06 persen siswa di Indonesia yang memiliki kemampuan literasi yang baik.[2]Â
Sisanya 47,11 persen cukup dan 46,83 persen lagi memiliki kemampuan membaca yang buruk .[3] Kemudahan mendapatkan informasi tanpa didukung dengan kemampuan literasi yang baik akan menghasilkan ketidaksesuaian antara interpretasi para remaja dan informasi yang sebenarnya. Buruknya kemampuan literasi pun akan membuat mereka mudah percaya dengan berita hoaks.
Kesenjangan Digital
Menurut Donny (2012), istilah kesenjangan digital terbentuk untuk menggambarkan kesenjangan dalam memahami, kemampuan, dan mengakses teknologi sehingga muncul istilah "mempunyai" sebagai pemilik atau pengguna teknologi dan "tidak mempunyai" yang berarti tidak memiliki atau bukan pengguna teknologi.[4] Pengertian tersebut didukung oleh Kadiman (2006) yang menyatakan bahwa kesenjangan terjadi karena akses teknologi yang terbatas akibat mahalnya biaya peralatan dan operasional.[5]Â
Menurut Zulkarimen & nasution (2007) kesenjangan digital merupakan keadaan dimana terjadi gap antara mereka yang dapat mengakses internet melalui infrastruktur teknologi informasi dengan mereka yang sama sekali tidak terjangkau oleh teknologi tersebut.[6] Dapat disimpulkan bahwa kesenjangan digital adalah terjadinya kesenjangan (gap) dalam memiliki atau menggunakan teknologi akibat perbedaan kemampuan seseorang dalam membiayai peralatan dan operasional. Â
Dalam era Industri 4.0, kesenjangan digital pastilah terjadi sebab setiap masyarakat memiliki kebiasaan yang berbeda dalam penggunaan gawai, ada yang selalu membeli gawai model terbaru, ada juga yang tetap memakai gawai model lama walaupun model terbarunya sudah muncul. Ada yang mudah memahami teknologi dan justru ada yang sebaliknya, sangat sulit memahami teknologi.Â
Kesenjangan digital sangat terlihat pada era Industri 4.0 sebab pada era ini setiap orang harus bisa mengikuti perkembangan teknologi dan memerlukan gawai yang sesuai dalam menunjang aktivitasnya.Â
Seseorang yang memiliki gawai model terbaru dapat dipastikan bahwa dirinya mampu mengikuti perkembangan teknologi yang sangat pesat (dengan mengesampingkan kemampuan orang tersebut), namun hanya kelas ekonomi menengah ke ataslah yang sanggup memilikinya. Bagi kelas ekonomi  menengah ke bawah, mungkin mereka akan berpikir berkali-kali untuk membeli gawai yang canggih sebab kondisi ekonominya belum mampu.
Kreatif, Inovatif, dan Percaya Diri
Teknologi memiliki kaitan erat dengan data atau dalam Industri 4.0 lebih dikenal dengan big data yang menjadi sentral pada era digital ini. Integrasi antara kreativitas dan peran big data yang didukung oleh keaktifan para remaja memungkinkan berbagai peluang terjadi sebagai inovasi berkelanjutan yang dibutuhkan pada masa depan. Namun tidak semua remaja memiliki rasa percaya diri untuk menunjukkan daya kreatif dan inovatif yang mereka miliki.