Seiring berjalannya waktu teknologi pun semakin berkembang. Teknologi tidak hanya membantu manusia dalam pekerjaan tetapi juga bisa dikatakan bahwa teknologi sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Kemajuan teknologi merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindar bagi manusia karena berjalan sesuai dengan perkembangan manusia dan ilmu pengetahuan.Â
Kini dunia sudah berada di era Industri 4.0 atau yang biasa disebut dengan Revolusi Industri 4.0, di mana pada era ini segala aspek di kehidupan manusia mengalami otomatisasi dan digitalisasi.[1] Semua objek sudah dilengkapi dengan sensor dan mampu berkomunikasi sendiri dengan sistem informasi tanpa bantuan manusia. Â Jika Industri 3.0 tertanda dengan mulai tergantikannya manusia oleh komputer, terjadinya Industri 4.0 tertanda dengan adanya sistem terintegrasi antara manusia, mesin, dan metode atau alur kerja yang menyebabkan suatu pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien karena adanya jaringan cerdas yang terhubung.
Industri 4.0 menuntut manusia agar bisa mengimbangi kemajuan teknologi yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir dan perilaku manusia yang dapat terlihat dari interaksi sosialnya. Era ini memaksa setiap manusia dapat lebih terampil dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang ada dengan bantuan teknologi, khususnya bagi para remaja. Remaja, yang saat ini lebih sering disebut dengan Generasi Z, sejatinya adalah generasi yang bertanggung jawab atas masa depan bangsa ini. Namun, hal tersebut menjadi tantangan yang tidak mudah dilakukan apabila para remaja belum siap mengimbangi perkembangan teknologi.Â
Remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan dan perkembangan pada dari remaja baik dari segi fisik, sosial, maupun psikologis. Menurut Hurlock (1999), remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, Â sosial, dan fisik.Â
Selain itu, secara kognitif, beberapa ahli mengatakan bahwa otak manusia mengalami perkembangan secara utuh pada masa remaja. Hal ini didukung oleh pernyataan Piaget (2010), pada masa remaja  manusia memasuki perkembangan kognitif atau yang biasa disebut operasi formal atau ketika mereka mengembangkan kapasitas pemikiran abstrak. Remaja pada era saat ini pasti sudah mengenal dan terbiasa menggunakan gawai. Hal ini dapat dipastikan bahwa perilaku dan kepribadian mereka akan berubah serta berkembang seiring berjalannya waktu.
Industri 4.0 memberikan beberapa dampak yang baik atau buruk bagi para remaja, contoh dampak buruknya adalah saat ini para remaja cenderung lebih menyukai sesuatu yang mudah, cepat, dan viral. Hal ini merupakan sesuatu yang buruk sebab dapat menumbuhkan rasa malas dan perilaku konsumtif bagi para remaja.Â
Menurut Lubis (dalam Sumartono, 2002) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan rasional, tetapi karena keinginan telah mencapai tingkat yang tidak rasional. Perilaku konsumtif melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu di luar kebutuhan dan pembelian lebih berdasar pada faktor keinginan. Tentunya hal tersebut bukan lah perilaku yang baik bagi mereka. Para remaja juga akan memiliki daya saing yang lemah dan sifat inisiatif yang kurang ketika menghadapi persaingan serta tantangan pada era Industri 4.0 ini. Rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang unik mendorong mereka untuk mencoba hal-hal baru.[1]Â
Saat mereka melihat tayangan  pada berbagai aplikasi penunjang internet cenderung akan mendorong mereka untuk meniru hal tersebut.[2] Hal ini dapat berdampak negatif jika sesuatu yang mereka tiru adalah hal berbahaya dan menyalahi aturan serta norma yang berlaku.[3] Orang tua harus lebih waspada dalam melindungi anaknya dari bahaya yang bisa ditimbulkan oleh internet.Â
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan memahami dan mempelajari aktivitas anak ketika menggunakan internet sehingga ketika mereka melihat sesuatu yang menyalahi aturan serta norma yang berlaku, orang tua dapat mengambil tindakan yang tepat dengan tidak menyalahkan atau melarang mereka menggunakan internet lagi.
Di Indonesia sendiri, teknologi berupa akses internet yang memadai hanya bisa dirasakan oleh masyarakat di perkotaan, tetapi bagi masyarakat di beberapa pedesaan bahkan pedalaman belum merasakan keuntungan dari akses internet yang memadai. Akses yang sulit dicapai hingga infrastruktur yang belum tersedia merupakan penyebab internet belum ada di beberapa pedesaan dan pedalaman. Hal itu justru menjadi sebuah kerugian bagi para remaja yang tinggal di pedesaan atau pedalaman karena ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan akan berbeda dengan para remaja yang tinggal di perkotaan.Â
Pemerintah harus lebih cepat dalam menangani permasalahan akses internet yang tidak merata ini agar ilmu pengetahuan yang didapatkan oleh para remaja di pedesaan dan pedalaman perlahan dapat mengimbangi para remaja di perkotaan. Langkah awal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membangun infrastruktur dasar, seperti listrik. Sebab, kendala utama penyediaan jaringan internet di pedesaan dan pedalaman adalah ketiadaan jaringan listrik. Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengatakan sebaiknya pemerintah mengoptimalkan penggunaan Palapa Ring atau dapat mempertimbangkan penggunaan satelit untuk penyediaan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil.