Mohon tunggu...
Rafli Prasetya
Rafli Prasetya Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

saya suka irel

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Kadiv Humas Polri Mengajak Perempuan Indonesia untuk Meneladani Semangat Kartini: Lebih dari Sekadar Seremoni

22 April 2024   02:04 Diperbarui: 22 April 2024   02:07 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Divisi Humas Polri

JAKARTA | Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Dr. Sandi Nugroho, S.I.K., S.H., M.Hum menyamaikan "Selamat Hari Kartini" kepada seluruh perempuan di Indonesia. Irjen Pol Sandi Nugroho, S.I.K., S.H., M.Hum berharap setiap Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April lebih dari sekedar seremoni.

"Hari Kartini adalah pengingat akan perjalanan panjang perempuan dalam menemukan kesetaraan. Mari kita jadikan Hari Kartini tidak 

hanya sekedar seremoni, tetapi lambang perjuangan perempuan untuk kepemimpinan dan kekuatan yang mereka miliki," ucap Irjen Pol. Dr. Sandi Nugroho Minggu (21/4.2024)

"Selamat Hari Kartini buat semua perempuan Indonesia," tambah Irjen Pol Sandi Nugroho.

Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Mei 1964.

RA Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional merayakan pengabdiannya terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam memahami nilainya. Ia bertekad untuk memajukan pola pikir dan kesetaraan di bidang pendidikan perempuan.

Kartini adalah anak kelima dari 11 bersaudara. Ia lahir di Mayong, Jepara dan merupakan cucu dari Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak. Ia adalah seorang Bupati yang mendidik anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, dengan pelajaran Barat.

Beberapa tahun sebelum kematiannya, Pangeran Arjo Tjondronegoro menasihati anak-anaknya: "Anak-anakku, jika tidak dapat mendapat pengajaran, engkau tiada akan mendapat kesenangan, keturunan kita akan mundur, ingatlah."

Anak-anak membenarkan apa yang diinginkan ayahnya. Sifat ini juga dimiliki oleh Kartini dan seluruh saudaranya, dimulai dari putra sulung R.M. Sosroningkat. Pangeran A. Sosrobusono, yang menjadi Bupati di Ngawi. Hal ini dikutip dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya Kartini, yang diterjemahkan oleh Armijn Pane.

Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Namun pada usia 12 tahun, dia harus tinggal d rumah karena sudah bisa dipingit.

Kartini tidak hanya diasuh oleh ibunya, Ngasirah, tetapi juga oleh Mbok Emban Lawiyah. Dalam urusan pergaulan, Kartini juga tidak pernah membeda-bedakan antara teman dan teman lainnya. Pada tahun 1881, ayah Kartini diangkat menjadi Bupati Jepara.

Perjuangan emansipasi Kartini sudah terlihat sejak usia enam setengah tahun. Kartini ingin bersekolah.

Pendidikan formal anak perempuan Jawa dianggap tabu. Namun Kartini kecil memberontak terhadap tradisi diskriminatif itu. Usaha Kartini kecil tidak sia sia. Akhirnya ia mendapat izin dari ayahnya untuk bersekolah. Di sekolah, ia berinteraksi dengan anak anak keturunan Indo-Belanda. Hampir tidak ada anak anak Jawa. Sebab hanya putra Bupati (bangsawan) saja yang diperbolehkan di sekolah Belanda.

Tahun ajaran terakhir, Kartini menyelesaikan dengan torehan terbaiknya. Betapapun majunya pemikiran Ario Sosroningrat, ia mempunyai keterbatasan sebagai Bupati dan pemimpin adat serta harus menghormati adat istiadat masyarakatnya.

Termasuk dalam menangani permasalahan anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kisah Kartini mulai terkuak selama masa pingitan. Dikutip dari Panggil Aku Kartini karya Pramoedya Ananta Toer, di "penjara" inilah Kartini merenung. 

Di masa mudanya, ia dipaksa untuk memahamu hal-hal yang tidak pantas untuk diperhatikannya.

Tentang kehidupan, kebebasan mandiri sang anak menjadi hukuman dengan aturan yang mengekang dan memaksanya tumbuh sebelum waktunya.

Namun, Kartini tidak menyerah begitu saja, ia belajar sendirian, tanpa guru. Sejak Kartini menguasai bahasa Belanda, ia mulai belajar sendirian di rumah dan menulis suratkepada sahabat penanya dari Belanda.

Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku, surat kabar, dan majalah Eropa, Kartini mulai tertarik dengan kemajuan pemikiran permpuan Eropa, Kartini mulai tertarik dengan kemajuan pemikiran perempuan Eropa. Adanya keinginan untuk memajukan perempuan adat, karena menurutnya perempuan adat memiliki status sosial yang rendah. 

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief uang dikelola oleh Pieter Brooshooft dan juga menerima leestrommel (paket surat kabar ). Diantaranya adalah majalah budaya dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. 

Kemudian Kartini beberapa kali mengirimkan artikelnya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Kepeduliannya tidak hanya pada emansipasi perempuan untuk kebebasan, otonomi dan kesetaraan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

Salah satu idenya adalah mendirikan sekolah bagi perempuan adat. Bahkan, sang ayah menyetujui agar Kartini harus belajar untuk menjadi guru. Namun, ketika rencana mendirikan rumah untuk gadis pribumi hampir terealisasi, sang ayah jatuh sakit parah dan rencana tersebut tidak terlaksana.

Karena Kartini gagal sebagai guru, ia memutuskan untuk menjadi dokter. Ayahnya setuju untuk mengajukan beasiswa ke pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah Belanda memberikan beasiswa kepada Karini. Namun dia menolak beasiswa tersebut. Itu karena dia akan menikah. Dikutip dalam buku Rintihan Kartini karya Idjah Chodijah, beasiswa tersebut diberikan kepada Haji Agus Salim. 

Pada tahun 1903, Kartini menjadi istri Bupati Rembang R.M Joyohadingrat. Keinginannya untuk menikah karena Bupati Rembang belajar di Belanda dan berusaha memajukan rakyat.

R.M Joyohadingrat juga mendukung cita-cita Kartini yaitu kemajuan rakyat khususnya perempuan melalui pendidikan kepada generasi muda. seperti yang dilakukan Kartini di Kabupaten Jepara.

Pada bulan November 1903, Kartini resmi menjadi istri Bupati Rembang. Sekolah yang dirintisnya bersama adiknya Kardinah di Jepara kini berlanjut di Rembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun