Jika sutan Sjahrir berhasil, maka akankah kita menemui selebritis yang tiba-tiba mencalonkan diri sebagai wakil rakyat? Akankah kita menemui anak penguasa yang tiba-tiba bebas melenggang menuju kontestasi politik tertinggi di negeri ini? Akankah pendidikan dikategorikan sebagai industri? Dan akankah kontribusi politik rakyat hanya dihargai dengan lelucon, joget, dan omong kosong soal makan siang gratis?.
Semua pertanyaan itu hanya bisa dijawab apabila pikiran Sjahrir diasosiasikan dalam kondisi negeri hari ini. Oleh karena itu, meskipun namanya berulang kali berusaha dilenyapkan, tetapi pikirannya tidak boleh hilang sebagai salah satu pedoman bangsa Indonesia. Pikiran Sjahrir harus selalu menjadi catatan bagi rakyat maupun penguasa sebagai senyawa yang utuh.
Referensi:
Alwi, D. (2002). Bersama Hatta, Syahrir dr. Tjipto dan Iwa K. Soemantri di Banda Naira. Dian Rakyat.
Anwar, R. (2010). Mengenang Sjahrir: seorang tokoh pejuang kemerdekaan yang tersisihkan dan terlupakan. Gramedia.
Indriyanto. (n.d.). Sutan Sjahrir. Diambil 5 Juni 2024, dari https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Sutan_Sjahrir
Santosa, & O, K. (2010). Mengenang sang legenda: Tan Malaka dan Sjahrir. Sega Arsy.
Sjahrir, S., & H, J. (2020). Sutan Syahrir: renungan dan perjuangan. Bakung Putih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H