Usai menjalani pidana penjara 1 tahun 8 bulan 15 hari, mantan orang nomor satu DKI Jakarta, Basuki Tjahara Purnama (BTP) yang dulunya disapa Ahok, akhirnya menghirup udara segar. BTP didakwa dengan Pasal 156 huruf a KUHP atas penodaan agama dan divonis dengan hukuman penjara selama 2 tahun per 9 Mei 2017.Â
Mantan Gubernur DKI itu terbukti bersalah melakukan penodaan agama atas pernyataan soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Selama menjalani hukuman, BTP menerima remisi Natal pada tahun 2017 selama 15 hari, remisi 17 Agustus selama 2 bulan, dan remisi Natal 2018 selama 15 hari dengan total remisi 3 bulan 15 hari.
Kala menghirup udara segar, BTP bersama anak sulungnya Nicholas Sean di sebuah mobil sontak mengagumi situasi Jakarta demikian berubah. Apalagi, program yang ia canangkan selama memimpin, nampak bernilai positif.Â
Tampak kekaguman dari raut wajahnya, mengintip dari jendela mobil ada gedung-gedung baru yang dulu belum pernah dilihatnya. Melintasi kawasan Pancoran, kawasan sudirman, Jakarta tampak seperti baru. Semua tidak luput dari pandangan mantan orang nomor 1 Jakarta itu.
Masjid Fatahillah, Underpas Matraman, RPTA Kalijodo, LRT Jakarta, Underpas Mampang-Kuningan, Flyover Pancoran, Transjakarta Layang Koridor 13, dan Simpang Susun Semanggi, adalah sederet program BTP kala memimpin Jakarta.Â
Dari deretan program itu, BTP tampak tidak bisa menyembunyikan kekagumannya atas pembangunan Simpang Susun Semanggi. Pasalnya, dirinya belum sempat meresmikan Simpang Susun Semanggi karena harus mendekam dalam tahanan.
Melalui, tayangan vlog yang diunggah ke akun YouTube-nya 'Panggil Saya BTP', Jumat (25/1/2019). BTP mengagumi pembangunan Simpang Susun Semanggi. Selama perjalanan, sang Sopir tidak luput dari pertanyaan BPT.Â
Awal mula, bertanya apakah sang Sopir akan melewati Simpang Susun Semanggi. Kemudian, dimana jalur untuk naik Simpang Susun Semanggi, lalu sang Sopir menjawab dengan tenang seperti memahami proyek kebanggaannya itu. We try, jadi jawaban penutup BTP kala melintasi Simpang Susun Semanggi, warisan yang tinggalkannya saat memimpin Jakarta.
Sedikit menatap masa itu, dimana Simpang Susun Semanggi menjadi salah satu infrastruktur ikonik di Jakarta yang dibangun tanpa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta tanpa utang. Tampak bangunannya melingkar di jantung kota Jakarta dan adanya lampu warni-warni yang menyala di malam hari.Â
Infranstruktur ini dibangun pada 8 April 2016 dengan jalan sepanjang 1,6 kilometer (km) dan menelan biaya Rp 345,067 miliar. Tentu, pembangunan tanpa APBD dan utang menjadi pernyataan. Taktik seperti apa yang digunakan hingga berhasil membangun infrastruktur kebanggan Jakarta itu.Â
Ternyata, proyek ini dibiayai dari dana kompensasi atas kelebihan koefisien luas bangunan (KLB) dari PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company.
Sedikit pengetahuan tentang KLB, merupakan instrumen penataan ruang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut UU ini pengembang hanya bisa membangun dengan luas dan tinggi bangunan sesuai ketentuan yang tertuang dalam izin yang diberikan.
Jika ada kelebihan luas bangunan, maka pengembang yang bersangkutan wajib membayar kompensasi atau semacam denda. Cara memacam ini, dapat mendorong para pengembang lebih tertib membangun sesuai izin yang diberikan. Di sisi lain, Pemprov jadi memiliki tambahan anggaran untuk melakukan pembangunan infrastruktur di wilayah kerjanya.
Pengerjaannya dilakukan oleh kontraktor PT Wijaya Karya (Persero). Dulunya pembangunan ini disebut sebagai proyek monumental karena dibangun dengan bentang terpanjang di atas jalan tol dalam kota secara full precast melengkung (hiperbolik). Bahkan, diklaim sebagai jembatan lengkung terpanjang yang dibangun menggunakan kombinasi teknologi canggih yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia.Â
Jembatan ini menerapkan teknologi struktur berupa box girder precast. Sementara teknologi pemasangannya menggunakan kombinasi dua metode yakni lifter dan shoring. Simpang Susun Semanggi ini menjadi tempat 'fotogenic' baru di Jakarta. Setiap malam, lampu-lampu warna-warni dan terlihat kerlap-kerlip saat malam hari.
Namun sayang, akibat tekanan politik berujung hukum yang mengantarkannya pada jeruji besi, membuat BTP gagal menjadi orang pertama merasakan dan memperkenalkan infrastruktur ikoniknya ini. Namun, tidak ada kekecewaan ataupun kegagalan dihati BTP.Â
Saat BTP digantikan posisinya sebagai Gubernur DKI oleh mantan pasangnnya, Djarot Saiful Hidayat, menyelesaikan pembangunan itu dan diresmikan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan mantan pasangannya sebelum Djarot Saiful Hidayat, meresmikan Simpang Susun Semanggi pada 17 Agustus 2017. Dibalik sisi negatif mantan, ternyata memiliki nilai jasa yang tidak bisa dilupakan. Mantan punya andil jasa tersendiri.
Selain itu, BTP memuji nama  eks Kadis Bina Marga DKI, Yusmada Faizal dalam pembangunan simpang susun itu. Banyak orang mengenal BTP sebagai sosok yang keras dan tidak ulur-ulur waktu, akhirnya dijawab Yusmada Faizal yang berhasil menyelesaikan pembangunannya tepat saat mantan pimpinannya selesai dari masa tahanan.
Perjalanan paska bebas tentu semuanya tampak berubah. Tapi akankah sosok BTP sebagai pemimpin juga tampak berubah? Ataukah memilik jalan lain keluar dari tekanan politik masa lalu? Sebagian masyarakat mengenal BPT sebagai pemimpin yang tegas, bersih dan beritegritas.Â
Entah siapa yang dihadapi, jika salah, pasti dilawannya juga. Jabatan Gubernur adalah jabatan politik. Jika ingin melihat BTP sekali lagi, harus kembali ke politik.
Siapa yang tidak mengenal sosok Oesman Sapta Odang yang akrab disebut OSO. Politisi Hanura sekaligus tokoh penting Hanura memiliki sepak terjang didunia politik hingga parlemen. Pertemuan BPT dan OSO, bisa dimaknai sebagai pertemuan jasa mengembalikan barang yang dititip kepadanya atau pertemuan politis berlabel cincin merah delima disebut cincin "ajaib".Â
Pertemuannya BTP dikediaman OSO di Jl Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan. Hanya ingin menyampaikan terima kasih atas cincin "ajaib" yang dipakai selama dalam tahanan. Seakan-akan cincin itu membawa pesan tersirat dan cahayanya pertanda kelak akan bebas lewat grasi. Kalau dalam ilmu per-dukun-nan, kita sudah mengira-ngira, ada efek magis dari cincin itu.Â
Apalagi, ada sebutan "ajaib", maknanya jelas. Tapi ini dalam tahanan, ilmu dukun seperti apa yang bisa membuat seluruh jajaran petinggi dan pemangku keputusan memberikan grasi? Orang cerdas mana paham soal ilmu dukun. Jangankan dukun, sebuah cincin dari ukiran manusia saja, sangat tidak masuk akal itu bisa terjadi. Ini bukan tentang ilmu dukun, mungkin saja maksud politis.
Aroma kedatangan Sang Maestro (julungan disematkan orang banyak) ke kediaman OSO tercium para jajaran OSO seperti sekretarisnya, Ratih, dan Wasekjen Hanura Tiurmaida Tampubolon. Tentu bukan pertemuan sebatas cincin "ajaib" dan ucapan terima kasih. Makna kata sebagai orang tua memang biasa-biasa saja dan pada umumnya penyematan sebagai yang di-orang tua-kan punya nilai psikis dan moral tersendiri.Â
Di sisi lain, efek moralitas sebagai orang tua dimaksudkan memakai cincin "ajaib" yang sudah dilengkapi pesan-pesan tersirat. Pada akhirnya, membuat BTP tersadar dan banyak belajar selam mendekam dalam tahanan. Â Tapi sekali lagi, OSO bukan orang tua kandung. Mungkin saja orang tua ideologis, atau politis. Â
Sinyal Politik, Sinyal Kursi Panas?
Sosok BTP dikanca politik memang menimbulkan efek luar biasa. Karakter politik yang dimilikinya hampir tidak dimiliki orang lain. Sikap tegas dan berani mengambil keputusan memberikan harapan tentang Indonesia yang bersih. Namun, karakter dirinya sendiri menjadi sorotan banyak orang yang dikenal berlebihan dan tidak berperasaan, main pecat sana sini, marah sana sini tidak peduli banyak orang.Â
Sedikit cuitan orang-orang yang pernah berhadapan dengan BTP. Tapi, pada dasarnya orang memiliki karakter masing-masing. Sederhana, melihat karakter sosok pemimpin, lihat cara bicaranya. Misalnya, Soekarno, pemimpin tegas dan merakyat tergambarkan lewat cara bicara dan pergaulannya sehari-hari.Â
Saat dirinya dikepung kepentingan Jepang dan Rakyatnya, Soekarno tetap hadir membela rakyat. Selain Seokarno, Obama dengan karakter cakap namun lembut dan merakyat. Tidak jauh berbeda dengan Soekarno.
Sosok BTP berbeda jauh dengan para tokoh pemimpin yang kita kenal. Tapi, untuk membersihkan Indonesia dari para pemain anggaran, harus dengan tegas dan keras. Kalau perlu, masukkan dalam penjara. Inilah sosok yang mencuat dari BTP. Alhasil, dari Jakarta saat itu, minim pelanggaran anggaran.
Usai bebas, banyak para tokoh yang mengajaknya kembali berpolitik. Misalnya, ada yang mengajak masuk dalam grup TKN, mengampanyekan namanya sebagai ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjadi Ketua Partai.Â
Tentu, semunya kurang cocok. Sebab, selama ini harapan Indonesia bersih dari figur BTP berawal dari kursi nomor 1 Jakarta, bukan kader partai. Selama memimpin, hampir tidak pernah tersiarkan dirinya memiliki gagasan dan ide tentang dari Jakarta untuk Indonesia, berawal dari Partai. Justru, legitimasi gagasan dan ide ada dalam jabatan sebagai Gubernur.Â
Dengan kata lain, BTP lebih cocok bertarung sebagai pimpinan. Kalau berkarir dalam dunia usaha, saya fikir kita tidak lagi mengenal BTP. Bisa saja Pak Basuki, Om Basuki atau Direktur Utama Pak Basuki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H