Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pelangi

11 November 2017   05:54 Diperbarui: 11 November 2017   05:57 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi, pelangi itu indah Mas, sama persis dengan istrimu ini." ia memeluk lengan suaminya, merunduk menyandarkan sisi kanan wajahnya ke bahu suaminya.

Suaminya mengusap sisi kiri pipinya yang tembem dan lembut, memandang matanya dengan tatapan yang sangat dalam. Nafasnya melirih, dengan merunduk dan menggerakkan jari telunjuknya hinnga menyentuh dagu berusaha menguak wajah istrinya.

"Apakah aku sudi mengiyakan menjadikan pelangi sebagai cermin keindahaan dirimu yang selama ini kudambakan." Enha mematung mendengar sanggahan suaminya. "Apa kah aku sudi membiarkanmu memantaskan diri dihadapan pelangi?"

Enga bingung, seperti tidak mengerti mengapa suaminya menolak dan memberikan pertanyaan yang tidak dimengerti. Apa mungkin suaminya memahami pelangi itu tidak indah, sebagaimana pelangi mendeskripsikan tentang keindahan Enha.

"Istriku, pelangi itu hanya hidup kala hujan mengamini. Lagi pula, masih ada mahahari, bulan, itu pun masing-masing hidup separuh hari saja."

Suaminya memeluk tubuh Enha, istri yang dinikahinya 15 tahun yang lalu. Umur mereka memang terpaut jauh, Enha berumur 50 tahun, sementara suaminya berada 15 tahun dibawahnya. Pertemuan mereka sangat unik, hanya melalui medsos, menjalani hubungan LDR selama 5 tahun, dan masuk tahun ke enam mereka pun bertemu pertama kalinya. Pada tahun ke enam, barulah mereka melangsungkan pernikahan.

Umur yang terpaut jauh ini berujung pada kegelisahan akan keindahaan fisiknya. Memang wajar Enha gelisah, kalau dirinya tidak lagi menarik dihadapan suaminya yang tampan dan terlihat jauh lebih muda darinya. Selama ini hubungan mereka masih saja baik. Meski begitu, Enha tetap berusaha tampil lebih muda dihadapan suaminya.

Dengan adanya pelangi, Enha merasa yakin pelangi itu dapat mempertahankan keindahaan yang didambakan suaminya. Karena umur, satu persatu keindahan wajahnya mulai memudar. Karena suaminya menolak, Enha semakin gelisah, jangan-jangan tidak lagi cinta karena keindahanku menua!!Enha berkata dalam hati.

Suaminya terus memeluk, tangan kirinya merangkul tubuh Istrinya hingga berasa hangat. Dagunya bersandar di atas kepala Enha, lalu tangan kanan suaminya mengelus sisi kiri wajah istrinya.

"Bisakah engkau merasakan keindahan pelangi sepanjang waktu?"

"Tidak bisa Mas."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun