Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pelangi

11 November 2017   05:54 Diperbarui: 11 November 2017   05:57 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Enha takjub melihat pelangi yang serupa dengan senyumnya yang indah, apalagi lesung pipinya. Sama persis serupa dengan kemanisan Yang Yuhuan. Seketika pipinya yang tembem merah merona. Ia terhipnotis dengan keindahan pelangi itu. Bayangkan saja bagaimana sosok Yang Yuhuan dengan segala kemanisannya membuat bunga pun layu karena kalah manis.

Wajahnya memang tidak terlalu cantik seperti Yang Yuhuan, tapi keindahan senyumnya mendominasi segala ciptaan Tuhan, cukup mewakili segala keindahan yang diberikan Tuhan kepadanya. Gurunya pernah berkata, Tuhan memiliki sifat maha segalanya, semua sifat Tuhan ada dalam diri ciptaannya, kecuali satu yaitu keabadian. Di sisi lain, ada pula yang terlahir dengan sedikit kekurangan, mental misalnya. Tapi untuk dirinya, mungkin satu-satu kaum hawa yang dianugrahi keindahan dari Tuhan.

Ia melihat melirik busananya. Kepelangi terpampang di busananya layaknya cermin. Begitulah ia melihat keindahan busana syar'i yang melekat ditubuhnya seperti keindahan pelangi. Sungguh mahkluk keindahaan alam  yang sangat langka.

"Mas, aku boleh bawa pelangi itu ke dalam kamarku?"

"Tidak?" kekasihnya menolak.

"Mengapa, pelangi itu indah seperti diriku!" raut wajahnya berubah.

"Untuk apa?" suaminya menampik permintaan istrinya.

"Aku bisa menaruhnya di kamar, bercermin, memastikan bahwa istrimu ini benar-benar indah dimatamu." Alis matanya sedikit kebawah, ia terisak memohon agar permintaannya dikabulkan.  

"Tidak perlu!" Enha makin terisak.

Penolakan kekasihnya menyulutkan semangatnya. Padahal, pelangi itu ingin dibawanya sebagai cara untuk memastikan dirinya sebagai istri bisa tampil indah dihadapan suaminya sendiri. Bukankah seperti itu, mendapat pujian dari orang yang dicintai berasa bahagia ketimbang jadi perhatian banyak orang. Ia pernah mendengar pandangan dari temannya, kalau naluri perempuan itu adalah jadi pusat perhatian orang. Ada benarnya juga, bagi kaum hawa yang berfikir pendek, tapi bagi Enha yang pandai menjaga diri, menampik dan memilih jadi pusat perhatian suaminya sendiri.

"Pelangi itu hanya muncul kala hujan mengamininya, sementara keindahan dalam dirimu hanya waktu yang bisa mengamininya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun