Sedangkan gue hanya diam.Â
"lah. kalau lai minta izin aman mah," lanjut Bg Riski.
What the hell!
Setelah Bg Riski berkata seperti itu, ada gemuruh yang menghantam hati gue. Bagaimana tidak. Bg Riski bilang "Kalau lai minta izin aman mah,"
Lah, gue yang ga minta izin ini apa kabar?
Kemudian gue berdoa ekstra kepada Yang Punya Gunung Marapi.
Dan perjalanan pun dimulai dengan perasaan "Oke. Apapun yang terjadi di sana, ini pilihan gue. Lanjutkan,, atau mati di tempat." gue mencoba meyakinkan diri sendiri.
Kami berjalan dalam gelap di bawah cahaya langit yang dipancarkan bulan dan bintang, dan tentu dengan cahaya senter yang kami bawa. kami berjalan perlahan, menolong satu sama lain, juga saling mengingatkan. Â Malam itu saya sedikit tidak percaya dengan medan yang kami lalui. Saya pernah membayangkan mendaki gunung seperti yang di film-film. Butuh tali atau semacamnya untuk naik. Butuh alat bantu tertentu. Ternyata hal itu belum dibutuhkan. Karena mendannya tidak terlalu berat dan jalannya sudah pasa.
Sebelumnya saya sering mendengar senior bilang "kalau marapi aman mah. jalannyo lah pasa, medannyo ndak barek bana lo do,"
Saat itu hati saya berkata: "Dek lah baliak tu yo bisa ngecek mode itu. Sadonyo tu nampak mudah kalau alah siap malakuannyo, kami nan alum nyak ma maraso aman," hehehe maap yaa :D
Â
Â