Pada novel Panggil Aku Kartini Saja, Pramoedya Ananta Toer menceritakan tentang leluhur yang tambah miskin dalam penjajahan. Di bagian tersebut terdapat cerita yang menujukkan masalah kemiskinan yaitu ditunjukkan pada kutipan berikut :
"Penulis (Vitalis) itu juga melihat di tanah Priangan orang-orang kelaparan seperti kerangka kurusnya terhuyung-huyung sepanjang jalan. Beberapa orang begitu letih, sehingga mereka tidak bisa makan makanan yang diberikan kepada mereka sebagai persekot; mereka meninggal..."
Kutipan tersebut menggambarkan kehidupan orang yang kelaparan karena penindasan. Mereka sangat merasa lelah dan akhirnya mereka meninggal.
Masalah kemiskinan juga terdapat dalam novel ini dengan digambarkan oleh kehidupan bocah di awal paragraf di bagian "Kemiskinan kemelaratan sebagai pendahuluan". Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut ini :
"Tadi siang kami sungguh terharu tersentuh oleh sekelumit derita hidup. Seorang bocah berumur 6 tahun berjualan rumput. Si bocah itu tidaklah lebih besar dari misanan kami; bocah itu sendiri tidak kelihatan; seakan ada dua buah unggukan rumput menyeberangi jalan. Ayah memanggilnya, dan dari situ terpampanglah sepotong sejarah, seperti ratusan, kalau tidak ribuan lainnya. Si bocah itu tiada berbapak; emaknya pergi bekerja; di rumah ditinggalkannya dua orang adiknya, lelaki semua. Dia sendiri yang tertua. Kami tanyakan kepadanya apakah dia sudah makan. "Belum", mereka hanya makan nasi sekali sehari, yaitu di sore hari kalau ibunya pulang dari bekerja, di siang hari mereka makan kue sagu aren seharga 0,5 sen."
Dari kutipan tersebut jelas bahwa penulis menceritakan sosok bocah yang masih belia yang berjuang hidup dalam kemiskinan. Kata-kata yang digunakan dalam menggambarkan keadaan tersebut ringan sehingga mudah dimengerti dan menyentuh hati.
Kejahatan
Masalah kejahatan juga terdapat dalam novel ini, yaitu pada kutipan berikut :
"Pukulan dengan pentung dan labrakan dengan cambuk terjadi sehari-hari dan di banyak lading nila biasa saja orang melihat tiang-tiang untuk menyiksa orang."
Jelas dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa masalah kejahatan adalah masalah biasa dalam lingkungan masyarakat tersebut. Kejahatan tersebut tampak dari tiang-tiang yang digunakan untuk memukuli dan mencambuki orang lain.
Disorganisasi keluarga