Ada pun dalil yang biasa mereka pakai di antaranya : bangsa yang didukungnya telah lebih dulu menetap, hanya saja pada suatu momen dihalau; bangsa tetangga pendatang; sejarah Bait-Bait Suci dan Kerajaan Israel [butuh koreksi]; janji kedatangan mesias; dan lain-lain.
***
Bisakah Kita Melihat Realitas?
Permasalahan ini dinilai secara subjektif, walau pun membawa dalil-dalil sejarah dan kitab suci. Sebagian menuding ada fakta yang diputar balikkan, bahwasanya berdirinya sesuatu yang sedang agresi itu disokong oknum negara adidaya, dan lain-lain. Kesimpang siuran semakin tidak jelas dengan kenyataan bahwa kebanyakan yang bertikai di dunia maya tidak berada langsung di medan konflik.Â
TIDAK BERADA LANGSUNG DI SANA
Jangankan yang tidak menetap langsung, orang yang masuk medan konflik saja juga memiliki pemahaman dan mindset yang berbeda. Di kasus lain juga seperti itu. Jika boleh saya katakan, di beberapa kasus relokasi atau konflik tanah misalnya, warga setempat merasa tanahnya digusur atau diambil , terlepas dari tujuan sebenarnya yang dilakukan para"pendatang" Â atau yang dinilai "pengusik" itu. Akhirnya muncul perasaan tidak terima, merasa dianiaya, merasa terzalimi, dan lain-lain sebagai respons untuk mempertahankan sesuatu yang dimilikinya.
Adakah yang memiliki mindset merasa biasa saja saat terjadi kasus yang mirip?
Sama dengan kasus pelemparan misil oleh pihak yang berdekade-dekade digerogoti hak kemanusiaannya. Bisa saja hal tersebut dilancarkan dengan latar belakang perasaan atau respons bahwa rumahnya dirusak dan dihalau oleh tetangganya. Pihak tersebut menilai ada kesempatan untuk mencoba merebut kembali yang sudah direnggut. Namun jatuhnya misil kemudian menimbulkan respons terbalik dengan narasi-narasi "teraniaya" dan sebagainya.
Sebenarnya masih banyak yang bisa ditulis tentang ini. Barangkali banyak yang juga ikut bersuara. Tetapi yang perlu dicatat,
Orang mana pun, yang masih terawat hati nuraninya, tidak rela dianiaya dan direnggut hak kemanusiaannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H