Mohon tunggu...
DTMC Articles
DTMC Articles Mohon Tunggu... Mahasiswa - Our Vision, We Will Rise Up

Tempat kreator Decagon Twins Media menulis opini, artikel, dll. Pernah menulis opini di Kompasiana dengan akun Rafif2020. Sebelumnya artikel ini diberi nama Rafif Hamdillah Official. Tulisan sebelumnya yang pernah dibuat : https://www.kompasiana.com/rafif20206799/621ac9103179497f34707635/ada-apa-sebenarnya-di-media-sosial-kita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemerosotan Bangsa Indonesia: Mau Sampai Kapan?

4 Oktober 2023   15:26 Diperbarui: 4 Oktober 2023   15:26 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.Rendahnya tingkat kepercayaan publik

Dinamika demokrasi yang ada di Indonesia seharusnya bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Tetapi faktanya seringkali ditemukan berbagai ketimpangan yang dirasakan publik, baik rakyat maupun pemerintah. Pemerintah sering menjadi tempat pelampiasan kekecewaan rakyat dalam berbagai kebijakannya yang dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Mulai dari pemerintahan yang dianggap oligarkis, isu-isu HAM yang belum dituntaskan, mewabahnya budaya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), gugatan terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan (Perppu Ciptaker, minerba, kesehatan, dll), janji-janji semasa kampanye, rusaknya tatanan ekonomi, dan lainnya. Seharusnya ini menjadi perhatian utama bagi pemerintah dalam menyejahterakan rakyatnya sehingga tingkat kepercayaan publik bisa naik. Sebagai perbandingan, tingkat kepercayaan publik tertinggi didominasi oleh TNI dan Presiden (kisaran 80%) sedangkan terendah didominasi oleh parlemen dan partai politik (kisaran 50%). Namun angka ini akan naik-turun tergantung pada bagaimana cara pemerintah menyikapi kebijakannya kepada publik.

Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga menjadi sorotan utama rakyat. Para penguasa terkesan melegalkan praktik KKN terlepas siapapun oknumnya. Yang lebih memprihatinkan, maraknya KKN justru lebih pesat pascareformasi, apalagi meningkatnya kapitalisasi di dalam maupun luar negeri. Pendapatan rakyat dan negara yang sudah dialokasikan sedemikian rupa kepada sejumlah pihak --sebagiannya- dikorupsi oleh segelintir orang. Tak heran jika koruptor bisa merugikan keuangan negara hingga triliunan Rupiah.

Rasa antipemerintah dari sebagian rakyat juga terjadi karena lemahnya penegakan dan pengawasan hukum. Ibarat kata 'tumpul ke atas, tajam ke bawah' dipraktikkan di negeri sendiri. Kita bisa berkaca dari kasus Ferdy Sambo yang terdakwa pembunuhan berencana terhadap brigadir Yosua pada pertengahan 2022 lalu. Secara yuridis, ia seharusnya dijerat hukuman mati, namun dalam proses persidangan terjadi reduksi masa penahanan, begitupun tersangka lainnya. Berbeda halnya dengan kasus nenek Minah yang terjadi pada 2009 silam. Hanya berawal dari tiga butir kakao yang diambil, ia sampai dituntut oleh pemiliknya ke ranah kepolisian. Bahkan sampai dikenakan hukuman 1 bulan 15 hari penjara. Belum lagi bicara soal tragedi stadion Kanjuruhan, Jawa Timur yang menewaskan setidaknya 183 orang pada 2022 lalu. Sejumlah pihak mempertanyakan keadilan hukum, baik terhadap korban, pelaku, maupun panitia liga sepak bola tersebut. Artinya, penegakan hukum di Indonesia masih belum sesuai dengan kehendak rakyat.

2.Luka lama yang tak hilang

Mentalitas yang selama ini dibangun keras oleh para pendiri bangsa nampaknya tidak membuahkan hasil. Bagi sebagian rakyat mungkin memiliki kesan buruk terhadap dinamika bangsa dikarenakan romantisme di masa lalu. Berawal dari kesalahan pemerintahan orde lama dalam pencetusan demokrasi terpimpin yang penuh ambisi, tetapi mengakibatkan hilangnya kesejahteraan rakyat. Pada tahun 1960-an perekonomian Indonesia sempat ambruk bahkan tingkat inflasinya di atas 250%. Selain itu sering munculnya konfrontasi, pemberontakan, perlawanan, bahkan berujung dengan tragedi reformasi pada 1998 yang dipicu atas kemarahan rakyat terhadap kesewenangan pemerintah yang berkuasa kala itu. Sebagai contoh, insiden pemberontakan PRRI yang berdalih tuntutan atas hak otonomi daerah menjadi sebab utama rendahnya kepercayaan rakyat (terutama wilayah Sumatra dan Sulawesi) kepada pemerintah yang berbau sukarnoisme. Sebaliknya, adanya pengaruh sentralisasi orde lama menjadi sebab utama terjadinya gerakan reformasi.

"Kita jangan melupakan sejarah-sejarah yang pernah terjadi pada zaman lalu tetapi jangan berlarut-larut dalam penderitaan yang berkepanjangan."

Tak hanya sampai di situ, rakyat juga merasakan ketidakadilan dari sejumlah isu HAM. Berbagai tragedi kemanusiaan seperti tragedi pembantaian tertuduh PKI 1966, pembunuhan Marsinah, pembunuhan Munir, peristiwa Tanjungpriok, peristiwa di Aceh, teror Bali 2002, dan lainnya tak kunjung diselesaikan sepenuhnya. Padahal pemerintah pun sudah beberapa kali mengupayakan penyelesaian kasus HAM baik secara yuridis maupun non-yuridis.

3.Minimnya literasi dan kesadaran publik

Tidak hanya pemerintah saja yang patut disalahkan terkait kemerosotan mentalitas, melainkan juga rakyatnya. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara terus memantau berbagai kebijakan dari pemerintah. Namun setiap kebijakan yang dikeluarkan pasti selalu ada spekulasi-spekulasi yang membingungkan. Kita lihat pada saat ini, sebagian masyarakat cenderung menerima informasi mentah tanpa memverifikasi atau mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Sebuah berita disiarkan oleh lembaga penyiaran resmi, tetapi kemudian diolah menjadi konten dan dibumbui oleh narasi dan diksi sehingga menjadikannya viral. Para media seharusnya menjadi corong bagi pemerintah untuk mengomunikasikan kebijakan kepada publik.

"Apapun kebijakan pemerintah, kesalahan terbesarnya adalah komunikasi dan publikasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun