Hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam menjadi hal yang kerap dipertanyakan setiap menjelang pergantian tahun Masehi terutama bagi umat muslim. Sebagian umat muslim masih bingung Bagaimana hukum merayakan malam tahun baru dalam Islam ini dibolehkan atau tidak.
Seperti yang kita ketahui, tahun baru merupakan salah satu perayaan yang selalu dinanti-nantikan oleh hampir semua masyarakat di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim, maka timbullah pertanyaan mengenai hukum merayakan tahun baru dalam Islam.
Hukum merayakan tahun baru masehi dalam Islam ini pun dijelaskan oleh Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam sebuah video dakwahnya yang diunggah dalam kanal YouTube Taman Surga Net. Dalam ceramahnya, UAS awalnya menjelaskan tentang sejarah penanggalan tahun Masehi.
Beliau menjelaskan asal muasal dari terbentuknya kalender Masehi yang saat ini digunakan sebagai penanggalan di sebagian besar penduduk dunia. Mulanya kalender ini berasal dari kalender yang dibuat seorang kaisar dari Negeri Romawi yang bernama Kaisar Julian yang kemudian dinamai Kalender Julian.
Selanjutnya, kalender tersebut diambil dan dimodifikasi oleh Paus di Vatikan yang bernama Paus Gregorius. Hasil modifikasi inilah yang kemudian disebut Gregorian Kalender.
Hingga pada suatu ketika dalam suatu pertemuan dunia, yang dilakukan Perkumpulan Bangsa-bangsa (PBB), kalender Gregorian ini disepakati sebagai kalender yang akan digunakan secara seragam di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang masuk dalam keanggotaan PBB.
Meskipun kalender tersebut berasal dari non muslim, UAS menjelaskan penggunaan kalender ini sebenarnya boleh-boleh saja.
"Apakah boleh kita pakai alat non muslim? Boleh, ini kamera non muslim punya. Alat non muslim dipakai boleh, termasuk kalender boleh," ujar UAS dalam tayangan video ceramahnya.
Meskipun demikian, jika hal tersebut sudah menyentuh persoalan akidah atau kepercayaan, maka hukumnya tidak boleh. UAS lalu mencontohkan hal-hal yang berkaitan dengan perayaan tahun baru Masehi.
"Apabila sudah masuk kedalam ritual, ibadah, meniup terompet, itu sudah masuk dalam ritual. Lalu kemudian menyala-nyalakan lilin pun ritual, apalagi membuang waktu percuma yang tidak ada faedahnya sama sekali, apalagi sampai membawa anak gadis orang yang bukan mahram," jelasnya,dalam video tersebut.
Oleh karena itu, kata beliau hal ini harus menjadi perhatian bagi umat muslim. Saat malam pergantian tahun baru ini, sebagai umat muslim hendaknya kita melakukan hal-hal yang bermanfaat dan sejalan dengan perintah agama.
Namun, apabila seorang muslim di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada kegiatan keagaamaan yang dapat diikuti menjelang tahun baru, maka lebih baik untuk tidur daripada ikut dalam perayaan non muslim. "(Kalau tidak ada) habis isya tidur," ujar UAS.
Sementara, bagi masyarakat yang biasanya menikmati momen pergantian tahun dengan cara-cara lain yang tidak menyalahi ajaran agama Islam, UAS menilai hal tersebut boleh-boleh saja. Namun, apabila di dalamnya terdapat unsur yang menyalahi akidah, maka hal tersebut tidak dibenarkan.
"Membakar jagung tidak salah, tapi ketika meyakini makin banyak asapnya naik ke atas makin banyak rezekinya, itu sudah merusak akidah kepada Allah," ujarnya.
tahun baru masehi pun tak lepas dari sejarah penanggalan atau Tarikh Masehi. Ini merupakan penanggalan yang digunakan secara internasional oleh kalangan gereja yang dinamakan Anno Domini (AD) dihitung sejak kelahiran Isa (Yesus).
Tahun baru masehi juga identik dengan menyalakan kembang api, sejalan dengan pengagungan api yang menjadi tradisi Kaum Majusi (penyembah api). Begitupula meniup terompet yang disebut menjadi tradisi Yahudi dan membunyikan lonceng sebagai tradisi Nasrani.
Rasulullah Shollalaahu a'laihi wa sallam pernah bersabda :
Artinya: "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." HR. Abu Daud no. 4031, dishahihkan oleh Al Albani
Selain Hadits tentang larangan bagi umat muslim dalam merayakan tahun baru. Allah juga melarang kita menghadiri atau mengikuti perayaan hari raya orang musyrik.
Allah Subhaanahu wa ta a'alaa berfirman:
Artinya: "Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (QS al-Furqan : 72)
Penjelasan dari Buya Yahya senada dengan UAS mengenai perayaan malam tahun baru masehi bagi umat islam. Ustadz Yahya Zainul Ma'arif Jamzuri atau yang lebih dikenal dengan sapaan Buya Yahya dalam sebuah dakwahnya yang dikutip dalam salah satu tayangan video YouTube, beliau menyebutkan bahwa perayaan tahun baru Masehi ini hendaknya dihindari karena budayanya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.
"Tahun Baru Masehi, bukan yang dipermasalahkan dzatnya bulan dan hari, akan tetapi kebiasaan dan kebudayaan yang terjadi di tahun baru tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menyebutkan umat muslim semestinya tidak melakukan perayaan tahun baru karena biasanya hal-hal yang dilakukan dalam perayaan tersebut justru dapat menjerumuskan pada kemaksiatan.
"Apa yang dilakukan oleh orang-orang saat itu? Berhura-hura, berfoya-foya, dan yang banyak merayakan ini orang di luar Islam sana karena bangga dengan tahun baru mereka, yang ada kemaksiatan di dalamnya," ujarnya.
"Jadi mengikuti budaya-budaya kafir itulah yang tidak diperbolehkan. Kalau masalah hari, kita pakai hari, tanggal kita pakai tanggal mereka," seruannya.
Selai itu Buya Yahya dalam dakwahnyanya juga membahas suatu hadis yang menggambarkan kondisi umat muslim yang mengikuti budaya non muslim. Meskipun terlihat sepele, namun kita sebagai umat muslim perlu berhati-hati terhadap budaya non muslim yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
"Disebutkan bahwa nanti ada sekelompok dari kalian ini ada yang bakal ngikuti budayanya orang di luar Islam. Budaya, bukan urusan akidah saja, kebiasaan sejengkal demi sejengkal, setengah depa atau sedepa demi sedepa, sampai kalau mereka masuk ke lobang biawak tuh mereka ikut," ujar Buya Yahya menerangkan sebuah hadis.
Buya Yahya juga mengatakan, kebiasaan mengikuti budaya non muslim ini diakibatkan oleh lemahnya pendirian seorang muslim. Beberapa umat muslim tampak bersuka cita merayakan tahun baru Masehi, namun tidak dengan tahun baru Hijriyah yang merupakan tahun Islam.
"Begitulah umat Islam yang lemah pendirian, kerjanya ngikut-ngikut saja. Dan memang umat Islam ini banyak yang lemah pendirian. Kita itu heboh dengan merayakan tahun baru masehi," kata Buya Yahya.
"Giliran tahun baru Hijriyah, tidur. Muncul kemunafikan di sini," sambungnya.
Secara umum, merayakan tahun baru dan mengucapkan selamat tahun baru dalam Islam adalah hal yang diperbolehkan. Namun, penting untuk memastikan bahwa perayaan tersebut tidak melanggar ajaran agama dan tidak disertai dengan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
momen pergantian tahun baru sebaiknya juga dimaknai sebagai waktu untuk introspeksi, evaluasi diri, dan memperkokoh ikatan dengan Allah SWT. Memohon agar diberi kekuatan untuk melaksanakan kebaikan dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan merupakan doa yang sangat penting di momen pergantian tahun.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H