Mohon tunggu...
R.m raffi Ardiansyah
R.m raffi Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya memberikan opini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketegangan Laut Cina Selatan

7 Desember 2024   06:02 Diperbarui: 7 Desember 2024   06:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Laut Cina Selatan (LCS) merupakan salah satu wilayah yang paling strategis di dunia,
baik dari segi ekonomi maupun geopolitik. Sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT)pada tahun 1947, batas-batas wilayahnya menjadi tidak jelas, yang mengakibatkan sengketateritorial yang berkepanjangan dengan negara-negara tetangga (Johannes, 2023). 

Ketegangan ini tidak hanya mempengaruhi hubungan bilateral antar negara, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas regional dan global.Selain itu, Laut China Selatan menyimpan cadangan besar minyak dan gas alam,menjadikannya pusat perebutan kepentingan oleh berbagai negara, termasuk Tiongkok, Vietnam,Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.

Konflik ini semakin rumit dengan klaim Tiongkok terhadap hampir seluruh wilayah LCS berdasarkan Nine-Dash Line, yang tidak diakui secara internasional. Selain negara-negara kawasan, aktor eksternal seperti Amerika Serikat, Jepang,dan Australia turut terlibat, meningkatkan dinamika geopolitik kawasan

Artikel ini menganalisis
faktor-faktor geopolitik yang memengaruhi konflik di Laut China selatan serta dampaknya
terhadap stabilitas kawasan dan dunia.


Latar Belakang Geopolitik
Sengketa di Laut China Selatan ini lah tidak baru terjadi.konflik ini telah berlangsung
selama beberapa dekade. Pada tahun 1974, Tiongkok dan Vietnam terlibat dalam pertempuran di Kepulauan Paracel, yang berakhir dengan penguasaan Tiongkok atas pulau tersebut. 

Selanjutnya,pada tahun 1988, Tiongkok dan Vietnam kembali berkonflik di Spratly, yang mengakibatkanjatuhnya korban jiwa (Hayton, 2014). Sejak saat itu, ketegangan terus meningkat, dengan berbagai negara mengklaim hak atas wilayah yang sama dan hal ini semakin diperburuk dengan kebijakan kebijakan agresif dari china


Kekayaan sumber daya alam di Laut Cina Selatan, termasuk minyak, gas, dan perikanan,
menjadi faktor utama dalam konflik ini. Menurut Toruan dan Theodorus (2020), persaingan untuk menguasai sumber daya ini telah memperburuk ketegangan antara negara-negara yang mengklaim wilayah tersebut. Sumber daya ini tidak hanya penting untuk ekonomi lokal, tetapi juga memiliki dampak global.

Laut China Selatan kaya akan sumber daya alam yang menjadikannya sebagai jalur
perdagangan penting bagi banyak negara (Johannes, 2023). 

Menurut Hayton (2014), sekitar 30%
dari perdagangan global melewati wilayah ini, menjadikannya sebagai salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Klaim teritorial yang diajukan oleh RRT melalui Sembilan Garis Terputus (Nine-Dash Line) telah menjadi sumber konflik utama. Garis ini pertama kali muncul pada tahun 1947 dan digunakan oleh RRT untuk mengklaim hak atas Kepulauan Paracel dan Spratly, yang juga diklaim oleh negara-negara ASEAN

Dinamika geopolitik

Ketegangan di Laut China selatan semakin meningkat dengan kehadiran pangkalan militer Tiongkok yang dibangun di wilayah tersebut. Pangkalan ini tidak hanya meningkatkan ketegangan dengan negara-negara ASEAN, tetapi juga memicu kekhawatiran akan perlombaan senjata di kawasan (Johannes, 2023). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun