Namun, kebahagiaan itu ternyata hanya bertahan selama tujuh bulan. Meskipun awalnya begitu manis, hubungan kami harus menghadapi kenyataan bahwa cinta saja tidak cukup untuk membuat segalanya sempurna.
Seperti kata orang, kebahagiaan tak selalu bertahan lama. Ketika aku naik ke kelas 9 dan Marsel ke kelas 10, semuanya berubah. Kami tahu akan berpisah sekolah, dan Marcel mulai menjauh. Dia jarang mengajakku bicara, pesan-pesanku sering tidak dibalas. Hingga suatu sore, dia memutuskan hubungan kami dengan alasan yang tidak jelas.
"Maaf, aku nggak bisa terusin ini," katanya.
Aku terdiam, mencoba menahan air mata. Tapi tak ada yang bisa kulakukan selain menerimanya.
 *Hilang Kontak*Â
Hari-hari setelah itu terasa hampa. Aku mencoba melanjutkan hidup, tapi hati ini tetap berharap Marcel akan kembali. Setelah putus, aku merasa tidak tertarik dengan lelaki manapun. Aku bahkan sempat mencoba melampiaskan perasaanku dengan beberapa orang, mencoba mengalihkan rasa sakit ini.
Namun, setiap kali aku melakukannya, ada rasa bersalah yang tak bisa diabaikan. Aku sadar itu tidak adil bagi mereka dan juga bagi diriku sendiri. Itu adalah bentuk pelarian yang hanya menambah luka, bukan menyembuhkannya.
Setelah merenung panjang, aku memutuskan untuk berhenti. Aku tak ingin menyakiti orang lain hanya karena aku sedang terluka. Aku tahu di dalam hatiku, hanya Marcel, cinta pertamaku, yang tetap kuharapkan.
Meski banyak yang berkata aku bodoh, aku tetap keras kepala. Aku memilih menunggu dia, walaupun aku sendiri tak tahu apakah dia akan kembali atau tidak.
Hari-hari setelah putus terasa hampa. Aku mencoba melanjutkan hidup, tapi hati ini tetap berharap Marcel akan kembali. Setahun berlalu tanpa kabar, namun rasa ini tak berubah.
Hingga setelah hari ulang tahunku, sesuatu yang tak terduga terjadi.Dia tiba-tiba memposting fotoku di media sosial. Hatiku berdebar melihatnya. Aku membalas postingannya dengan komentar singkat, dan dari situ, kami mulai berbicara lagi.