Maria Walanda Maramis Lahir di Kema, Sulawesi utara tanggal 1 Desember 1872 Nama Asli Beliau Josephine Catherine Maria Maramis. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Maramis dan Sarah Rotinsulu.[1] Maria Walanda Maramis merupakan Pahlawan Pergerakan Nasional. Dia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional sesuai dengan Surat keputusan Presiden Republik Indoensia No. 012/TK/1969, tanggal 20 Mei 1969.
Bagaimana Kehidupan Masa Kecil Beliau?
Maramis: Pendidikan terhadap perempuan di Minahasa, Â Harus diperjuangkan!
lama tumbuh dan berakar dalam masyarakat suatu pandangan bahwa martabat wanita kurang beruntung, terutama dalam sistem pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin (gender) telah lama hidup dan dipraktikkan di tengah masyarakat dalam berbagai wilayah dan sisi kehidupan, sering terjadi pembagian kerja yang dibatasi dengan pertimbangan apakah di seorang pria atau wanita, yang keduanya memang  berbeda.     Â
Dalam kurun waktu yang panjang. Begitu juga dengan wanita Indonesia, terbelenggu oleh pandangan umum dalam masyarakat bahwa wanita sudah sewajarnya hidup dalam lingkungan rumah tangga. Tugas ini ilah tugas yang diberikan alam kepadanya. Wanita ditugaskan oleh alam untuk melahirkan dan membesarkan anak-anak dalam rumah tangga. Wanita juga ditugaskan untuk memasak dan memperhatikan suami agar suatu rumah tangga tenteram. Pria memiki tugas lain, yaitu pergi ke luar mencari nafkah untuk keluarganya.Â
Pada saat itu pendidikan di Minahasa dilaksanakan oleh pemerintahan Belanda yang hanya di khususkan untuk anak-anak Belanda saja. Sedangkan untuk pendidikan anak-anak Indonesia baik laki-laki maupun perempuan kurang diperhatikan dengan alasan tidak dibutuhkan. Jika adapun hanya anak-anak bangsawan atau pejabat pemerintahan yang dapat mengikuti pendidikan tersebut. Selain itu juga pemerintahan Belanda tidak menyutujui pandangan-pandangan yang berbentuk mengena kebutuhan pendidikan bagi anak-anak perempuan pribumi. Gubernur Jenderal kesempatan itu jelas, bahwa pendidikan kaum pria masih harus didahuluhkan.Â
Martabat wanita, dengan demikian, ditentukan oleh pembagian kerja  berdasakan jenis kelamin. Ungkapan wanita hanyalah (dalam istilah Jawa) konco wingking (teman di dapur), wanita hanya suwarga nunut, neraka katut (ke surga ikut, ke neraka terbawa). Kenyataan demikian adalah contoh perendahan martabat kaum wanita.
Hal demikian itulah antara lain yang kemudian menggugah semangat kaum wanita untuk menggerakkan pendidikan wanitanya sendiri. Pada sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, mulai muncul sejumlah pemuka wanita Indonesia sebagai perintis emansipasi kaumnya. Kesadaran akan perlunya tingkat pendidikan yang tinggi bagi wanita Indonesia, mendorong mereka untuk maju. Para pejuang itu antara lain adalah Walanda Maramis dan sejumlah nama lainnya yang tercatat dalam sejarah.
Bagaimana usaha beliau untuk meningkatkan derajat kaum wanita di Minahasa?
Maramis terus berjuang mewujudkan cita-citanya untuk memajukan kaum wanita di Minahasa. Saat itu di Minahasa kaum wanita sangat terkekang dengan adat istiadat.
 Pada usia 18 tahun ia menikah dengan Yosephine Frederik casulung Walanda. Suaminya adalah seorang guru di HIS Manado. Maramis banyak belajar dari suaminya tentan bahasa dan Ilmu Pengetahuan lain.