Dan di jiwa kami ada protes mengajakmu pulang
Mengusap air mata yang jatuh dari atap rumah kita
Kawan...
Ada tangisan rindu memanggil lembut namamu
Ada doa-doa syadhu membubung seperti asap dupa yang mewangi
Ada suara ratap tangis menggema merdu dari hati yang belum ikhlas menerima
Semuanya tak henti terucap dari suara-suara yang mencintaimu
Memanggilmu pulang ke rumah, tempat kita memulai segala yang belum tuntas
Kawan...
Kapan lagi kata-kata 'bakusedu' itu mengepul bersama segelas kopi setengah pahit yang kita minum di sudut-sudut teras rumah kita?
Kapan lagi kita saling sapa saat bersua di lorong-lorong rumah kita?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!