Salah satu hambatan terbesar adalah perbedaan kepentingan di antara negara-negara anggota ASEAN sendiri.Â
Beberapa negara, seperti Kamboja dan Laos, cenderung mendukung Tiongkok karena hubungan ekonomi yang erat, sehingga menghambat upaya konsensus.Â
Keterbatasan ASEAN Way dalam menangani sengketa Laut Cina Selatan semakin terlihat dengan dominasi Tiongkok di kawasan tersebut. Ketergantungan ekonomi negara-negara ASEAN pada Tiongkok melemahkan posisi negosiasi ASEAN secara kolektif.Â
Selain itu, ketiadaan mekanisme pengikat yang kuat dalam dokumen seperti DOC membuat Tiongkok tetap bebas melanjutkan aktivitasnya tanpa konsekuensi berarti.Â
Jika dibandingkan, kasus Vietnam-Kamboja menunjukkan keberhasilan ASEAN Way dalam mengatasi konflik intra-kawasan yang melibatkan negara-negara anggota ASEAN.Â
Keberhasilan ini sebagian besar disebabkan oleh solidaritas internal yang kuat di antara negara-negara anggota dan keberhasilan ASEAN dalam memanfaatkan dukungan internasional.Â
Sebaliknya, sengketa Laut Cina Selatan memperlihatkan bahwa ASEAN Way memiliki keterbatasan dalam menangani konflik yang melibatkan kekuatan eksternal dengan pengaruh besar seperti Tiongkok.Â
Namun, kedua kasus ini juga memberikan pelajaran penting bagi ASEAN. Untuk menghadapi tantangan di masa depan, ASEAN perlu memperkuat kohesi internalnya dan mengembangkan kerangka kerja yang lebih mengikat.Â
Solidaritas di antara negara-negara anggota harus menjadi prioritas, terutama dalam menghadapi isu-isu yang melibatkan aktor eksternal. ASEAN juga perlu meningkatkan kapasitas diplomasi multilateralnya dengan lebih aktif melibatkan aktor-aktor internasional untuk mendukung posisi kawasan.Â
Pendekatan ASEAN Way tetap relevan dalam menjaga stabilitas kawasan, tetapi perlu disesuaikan dengan tantangan yang semakin kompleks.Â
Dengan belajar dari pengalaman di konflik Vietnam-Kamboja dan sengketa Laut Cina Selatan, ASEAN dapat terus memainkan peran penting dalam menciptakan kawasan yang damai, stabil, dan harmonis.Â