Lembaga Pemasyarakatan adalah sarana yang berfungsi sebagai tempat narapidana dapat memperoleh pembinaan sebelum dilepas kembali ke masyarakat dengan maksud untuk kembali berintegrasi ke dalam masyarakat dan memberikan dampak positif bagi banyak orang. Lapas adalah organisasi pemerintah yang rentan terhadap berbagai penyalahgunaan kelembagaan dan individu. Masalahnya, ketika tidak ada rasa aman, maka akan mengganggu pembinaan yang telah direncanakan. Akibatnya, manajemen keamanan penjara sangat penting tidak hanya dalam pembinaan tetapi juga dalam sistem pemasyarakatan secara keseluruhan.
Konflik yang muncul di Lapas biasanya disebabkan oleh kurangnya komunikasi yang efektif di antara narapidana. Tentu saja, komunikasi narapidana yang tidak tepat dapat mengakibatkan masalah yang berpotensi membahayakan gangguan keamanan seperti munculnya kekerasan. Contoh peristiwa yang sering terjadi di Lapas yaitu kerusuhan, pemberontakan, dan pelarian. Hal ini terjadi akibat kontak fisik dan kesalahpahaman antara narapidana yang terlibat perebutan kekuasaan.
Gambaran umum tentang Lapas di Indonesia yang tidak mengalami perubahan berarti sejak puluhan tahun yang lalu tanpa pembenahan di UPT Pemasyarakatan antara lain masih adanya sejumlah petugas yang belum mendapatkan pelatihan yang memadai, kondisi kerja yang tidak aman, kondisi kerja yang tidak memadai, fasilitas dan situasi di lingkungan kerja. Oleh karena itu, penting untuk memiliki manajemen keamanan yang tepat ketika kegiatan dilaksanakan di Lapas untuk mengurangi kemungkinan perselisihan antara narapidana yang menjalani hukuman.
Faktor-Faktor Penyebab Konflik antara Narapidana di dalam Lapas.Â
- Faktor Intern Konflik antar Narapidana di Lapas.Â
Alasan utama konflik sesama narapidana di Lapas tentu saja karena masalah kelebihan kapasitas. Tentu saja hal ini menimbulkan banyak ketegangan diantara narapidana. Ada 20 orang di tempat yang seharusnya menjadi tempat tinggal para narapidana yang berkapasitas 4-5 orang. Akibatnya, ruang hunian yang digunakan untuk tidur menjadi sempit, tidak nyaman dan rentan untuk meningkat menjadi perkelahian antar penghuni.
Selain faktor over kapasitas, faktor-faktor intern yang menyebabkan konflik antar narapidana yaitu antara lain:
1. Karena petugas pemasyarakatan tidak memantau dan mengawasi secara memadai semua kegiatan yang berlangsung di Lapas, maka pengawasan terhadap narapidana masih kurang.
2. Pengetahuan yang tidak merata tentang uraian tugas dan prinsip-prinsip hak asasi manusia;
3. Keinginan yang sama tingginya untuk kesejahteraan ada di antara narapidana dan petugas yang menyebabkan ikatan pribadi yang dapat mengarah pada penyuapan.
- Faktor Ekstern Konflik antar Narapidana di Lapas.Â
Ada sedikit perbedaan antara perasaan nyaman seseorang saat berada di rumahnya dan keberadaan narapidana di fasilitas pemasyarakatan. Karena penjara pada dasarnya adalah versi kecil dari kehidupan masyarakat yang lebih besar, dimana narapidana juga perlu merasa aman dan tidak diganggu oleh orang lain, satu-satunya hal yang membedakan mereka dari orang luar adalah hak hukum mereka yang terbatas.
Faktor-faktor ekstern yang menyebabkan para narapidana melakukan konflik di dalam Lapas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain:
1. Tidak mendapatkannya kunjungan dari keluarga narapidana
2. Kurangnya partisipasi masyarakat untuk melepas stigma jelek terhadap mantan narapidana /tahanan.
3. Tingkat ekonomi narapidana/tahanan tidak mencukupi karena mayoritas narapidana berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.
Implementasi Manajemen Keamanan dalam mencegah Konflik antar Narapidana
Sistem manajemen keamanan mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, perencanaan, implementasi, prosedur, proses, dan sumber daya yang diperlukan, serta pengembangan, implementasi, pencapaian, penilaian, dan pemeliharaan kebijakan keamanan dalam rangka pengendalian risiko yang terkait dengan aktivitas untuk menciptakan lingkungan yang aman, efektif, dan produktif. Manajemen sistem diperlukan untuk menjamin bahwa sistem digunakan secara konsisten dan diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan.
Faktor yang paling krusial dalam mencapai tujuan sistem pemasyarakatan yaitu pembinaan narapidana adalah terselenggaranya pengamanan narapidana dan tahanan. Oleh karena itu, strategi yang berkaitan dengan penerapan keamanan narapidana harus dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk mengurangi perselisihan yang berkaitan dengan keamanan narapidana di Lapas.
Ada dua pendekatan untuk menerapkan manajemen keamanan di Lapas untuk menghentikan perselisihan di antara narapidana: tindakan pencegahan dan metode represif.
A. Manajemen Keamanan secara PreventifÂ
Manajemen keamanan preventif menyiratkan bahwa tindakan dilakukan dengan tujuan mencegah kerusuhan/konflik di Lapas. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penyuluhan HukumÂ
Program penyuluhan hukum dirancang untuk meningkatkan pemahaman para tahanan dan narapidana terhadap hukum sehingga mereka akan bertindak sejalan dengan itu. Seluruh petugas dan tahanan yang ditempatkan di Lapas menjadi sasaran pembinaan hukum ini.
2. Melalui Keputusan HakimÂ
Prakarsa manajemen keamanan tambahan termasuk menggunakan putusan hakim sebagai tindakan pencegahan untuk menghentikan timbulnya konflik. Pengadilan diharapkan untuk mempertimbangkan hukuman penjara terlebih dahulu, terutama jika ini adalah pelanggaran pertama yang dilakukan terdakwa. Akibatnya, ketika pengadilan membuat keputusan, seperti hukuman bersyarat, secara signifikan akan menurunkan jumlah orang yang masuk penjara.
3. Program PembinaanÂ
Salah satu metode yang tepat dan tepat sasaran dalam membangun manajemen keamanan di Lapas adalah program pembinaan. Karena pembentukan program pembinaan narapidana akan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan kerusuhan dan perselisihan yang terjadi di Lapas. Program pembinaan dilaksanakan secara bertahap dan dilakukan melalui prosedur tertentu yang dikenal dengan proses pemasyarakatan. Berikut jenis program pembinaan di Lapas yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik /kerusuhan secara preventif :
a. Program Kunjungan (Besuk)Â
Tujuan utama dari proses pemasyarakatan bagi narapidana adalah untuk mendekatkan mereka pada kesatuan hubungan antara mereka di dalam keluarganya sendiri dan dunia luar, yaitu keluarga mereka sendiri.
b. Program Penempatan NarapidanaÂ
Secara umum, jika dilihat dari segi keamanan, program penempatan narapidana memiliki dampak yang signifikan terhadap privasi para tahanan atau narapidana. Jika penempatan narapidana tidak memperhitungkan pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana, maka akan berpengaruh juga terhadap Lapas.
c. Remisi
Setiap narapidana berhak atas remisi yang berlaku bagi semua narapidana selama tidak melanggar hukum selama menjalani hukumannya. Remisi adalah suatu bentuk rehabilitasi yang diberikan sebagai upaya untuk mengubah paradigma pemidanaan kepada narapidana agar mereka yang telah menerimanya dapat berintegrasi kembali ke dalam masyarakat dan tidak lagi memandangnya sebagai penjahat.
4. Program PerawatanÂ
Narapidana yang menjalani perawatan di Lapas mendapat perawatan medis dan makanan bergizi menunjukkan bahwa perawatan kesehatan penjara dan pemberian makan pasti membutuhkan dan menuntut manajemen khusus terkait kesehatan dan makanan karena mereka sangat rentan jika disediakan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu.
B. Manajemen Keamanan secara RepresifÂ
Ketika perselisihan atau kerusuhan berkembang di penjara, tindakan manajemen keamanan yang represif dilakukan untuk mencegah kekerasan. Tindakan kontra-represif dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1. Kualitas SDM para pegawai PemasyarakatanÂ
Standar dan keahlian pekerjaan yang dilakukan petugas pemasyarakatan merupakan salah satu faktor yang paling mendasar dan krusial. Karena tuntutan tugas yang mereka lakukan, petugas pemasyarakatan memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus yang kuat. Petugas pemasyarakatan perlu mahir secara teknis dalam menjaga keamanan lingkungan di Lapas serta dalam melakukan pembinaan.
2. Sarana dan Prasarana yang memadai.Â
Manajemen keamanan di Lapas juga harus memastikan tersedianya infrastruktur dan layanan pendukung yang memadai untuk mencegah konflik antar penghuni. Sarana dan prasarana yang tersedia di Lapas untuk mengelola kerusuhan setiap saat dan dalam keadaan siap pakai merupakan hal yang paling dekat dengan petugas.
3. Dengan adanya Bantuan Penegak Hukum lainnya.Â
Jika ada kekurangan staf di antara petugas pemasyarakatan, bantuan dari lembaga penegak hukum di luar digunakan untuk mengatasi gangguan narapidana. Jika petugas Pemasyarakatan pada UPT Pemasyarakatan di suatu daerah benar-benar membutuhkan petugas tambahan untuk mengendalikan/mengamankan huru-hara, maka diperlukan bantuan penegak hukum.
Faktor Penghambat Implementasi Manajemen Keamanan di dalam Lapas.Â
Kurangnya Petugas Bagian Pengamanan
Keamanan merupakan hal yang sangat penting dalam Lapas di Indonesia. Tenaga pengamanan pada masing-masing UPT Pemasyarakatan di Indonesia inilah yang memungkinkan Lapas dapat berfungsi dengan baik dan ideal dalam hal pengamanan. Manajemen pengamanan dan pengamanan Lapas secara otomatis akan berjalan dengan baik jika banyak petugas keamanan yang hadir karena akan memudahkan dalam mengawasi segala tindakan narapidana atau tahanan di UPT Pemasyarakatan.
Kualitas SDMÂ
Memiliki banyak sumber daya manusia yang berkualitas juga akan menghasilkan inovasi dan rencana yang baik untuk menerapkan manajemen keamanan di Lapas. Penerapan manajemen pengamanan di unit tersebut akan terhambat dan terpengaruh secara signifikan jika Lapas kekurangan pegawai atau sumber daya manusia.
Fasilitas sarana dan prasarana.Â
Infrastruktur dan fasilitas memainkan peran penting dalam institusi apa pun, baik itu di Lapas. Tentunya dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap akan sangat membantu petugas dalam mengontrol keamanan dan narapidana di UPT Pemasyarakatan.
Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Implementasi Manajemen Keamanan di Lapas di Indonesia.Â
1. Penambahan jumlah petugas pengamananÂ
Dengan menambah jumlah personel pengamanan pada UPT Pemasyarakatan di Indonesia, dapat dilakukan upaya untuk menghilangkan hambatan pelaksanaan manajemen pengamanan di Lapas. Penambahan personel tersebut tentunya akan sangat bermanfaat dalam pelaksanaan administrasi pengamanan Lapas.
2. Meningkatkan kualitas SDM petugasÂ
Peningkatan SDM aparatur merupakan salah satu cara untuk mengatasi kendala yang menghalangi diterapkannya manajemen keamanan di Lapas. Misalnya, dengan memberikan pelatihan kepada petugas tentang bagaimana menghentikan kerusuhan di penjara.
3. Membatasi ruang gerak narapidanaÂ
Dalam upaya menghilangkan hambatan penerapan manajemen keamanan di Lapas di Indonesia, ruang bagi narapidana untuk berjalan-jalan telah dibatasi. Dengan mencegah narapidana berkomunikasi dengan orang luar melalui staf atau ponsel selundupan misalnya.
4. Bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya.Â
Bekerja dengan lembaga penegak hukum terdekat seperti polisi dan tentara setempat mungkin merupakan pilihan terbaik untuk jawaban jangka panjang. Jika kerusuhan pecah di penjara atau Lapas, niscaya akan sangat mudah untuk membendung dengan kerja sama antara aparat penegak hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H