Mohon tunggu...
Rafael Albert Renato Panjaitan
Rafael Albert Renato Panjaitan Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 28 Jakarta

XI MIPA 4

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehidupan dan Kematian

22 November 2020   00:22 Diperbarui: 23 November 2020   09:52 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku udah beli bahan makanan buat kamu sehari-hari, kalau kamu mau beli barang bisa bilang ke Mira aja ya."

"Oke"

"Yasudah aku pergi, pastikan kamu jaga dirimu baik-baik ya."

Selia bergegas membawa barangnya menaiki taksi yang sudah menunggunya. Sepertinya aku akan kesepian di rumah sendirian. Namun aku tidak bisa selalu merepotkan sepupuku, aku tahu dia punya pekerjaan penting yang tidak bisa diabaikan. Mungkin aku harus segera menyiapkan perlengkapan untuk kembali ke sekolah.

Aku kembali ke kamar dan mengganti bajuku lalu pergi tidur, meskipun ini masih jam empat namun aku merasa lelah sekali, mataku terasa berat. Aku berbaring di tempat tidurku dan dalam sekejap aku langsung tertidur pulas.

Aku melihat sekitarku, sepertinya kepalaku agak sakit. Aku keluar kamar, seperti ada yang tidak benar, entah kenapa aku merasa ingin mengecek kotak surat. Kami tidak pernah mendapatkan surat sejak entah kapan, maksudku, memang siapa yang memakai surat di zaman sekarang. Aku membuka pelan kotak surat tua itu, ada surat yang telipat rapi di dalamnya. Aku mengambilnya dan membaca di ruang tamu.

"Kepada Kenzy Axolotl,

Kenzy, aku tahu kamu sedang mengalami masa sulit dan ini mungkin mengejutkan bagimu, tapi aku ingin bertemu denganmu. Temui aku di alamat di bawah ini, ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu.

Jonas Axolotl."

Aku terdiam, hal ini tentu saja terlalu mengejutkan untukku. Seakan kematian ibuku tidak cukup menjadi beban pikiran. Ayahku yang kukira tewas ketika membeli susu, kini mengirim surat kepadaku. Berbagai pertanyaan terus bermunculan di benakku, mengapa? Mengapa ia baru menghubungi sekarang? Mengapa saat ibu meninggal? Mengapa dia mau bertemu denganku? Apa yang ingin dia bicarakan? Aku sadar tidak ada gunanya menanyakan hal itu sekarang, aku harus menemuinya untuk menanyakannya langsung padanya. Aku bergegas pergi ke alamat yang sudah di berikan.

Aku tiba di lokasinya, ini sebuah mansion yang besar namun tampak tua, seperti tidak ada yang merawat. Aku masuk ke dalam, pintunya tidak terkunci. Di dalamnya sangat ramai, orang-orang berdesakan lewat, lebih seperti stasiun kereta api yang padat. Aku menerobos masuk, aku tidak benar-benar tahu kemana aku mengarah namun aku terdorong ke suatu lorong. Lorong tersebut sangat panjang, aku melihat sesosok pria di ujung lorong itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun