Mohon tunggu...
Radix WP Ver 2
Radix WP Ver 2 Mohon Tunggu... -

Saya seorang liberal-sekuler. Akun terdahulu: http://www.kompasiana.com/radixwp

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen: Klara dan Voorijder

22 Agustus 2015   23:26 Diperbarui: 22 Agustus 2015   23:26 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan Mamih merasakan perubahan dalam diri puteri bungsunya ini. Tepatnya, sejak Klara mulai berkuliah di FISIP Unair. Ia ngotot masuk kampus negeri karena menganggap para dosen Ilmu Komunikasi terbaik ada di sana.

Tapi, Klara jadi ketularan gaya hidup bohemian kebanyakan mahasiswa di sana. Tempo hari ketika menyusuri jalanan kota, tiba-tiba Klara mengajak makan semanggi. Mamih juga suka semanggi, tapi ia kaget bahwa yang dimaksud Klara adalah ibu-ibu penjual semanggi yang berjalan kaki di trotoar.

"Kan di resto hotel kadang juga ada, Dear?" Mamih berusaha membujuk. Tapi, Klara bersikeras menepi. Rasa semanggi tersebut, harus diakuinya, lebih enak ketimbang di restoran. Cuma, janggal saja ada ibu-anak naik Fortuner lalu berhenti pinggir jalan untuk makan semanggi keliling.

Dan Mamih ingat bulan lalu Klara memasang wajah ditekuk di sebuah perjalanan. Ketika itu mereka sekeluarga diundang ke acara pernikahan puteri Haji Omar, klien besar suaminya di Jakarta. Mereka naik salah satu mobil yang dikawal oleh sedan polisi di depan rombongan.

Klara sudah kelihatan enggan ketika hendak masuk Elgrand tersebut. Di sepanjang perjalanan, setiap kali terdengar dari pengeras suara sedan si polisi menyuruh kendaraan lain minggir, raut Klara makin mengeras.

Untung perjalanannya tak terlalu lama. Untung juga tak ada penumpang lain yang berkomentar tentang enaknya dikawal tanpa kena macet. Bisa-bisa Klara akan melabrak, "Apa bagusnya sih bayar polisi untuk nyuruh kendaraan lain minggir?!"

Klara bukan lagi gadis kecil yang berbinar-binar diajak ke tempat-tempat mahal. Sungguh beda dengan si sulung, lulusan kampus bisnis swasta, yang hendak menikahi pemuda yang memboyong gelar MBA dari Amerika.

Kini, Klara mengkonfrontasi Mamih karena menyewa voorijder. Untuk resepsi nanti malam pun Klara tak setuju, apalagi hanya untuk ke gereja siang ini. Padahal bagi Mamih, sewa voorijder itu murah. Cuma sejuta tiap motor, plus uang terima kasih untuk polisi penunggangnya.

Tak ada pilihan bagi seorang ibu kecuali memasang senyum di depan puterinya yang ngambek. "Lho, kan harus, Dear. Sabtu kan jalanan Surabaya dipenuhi orang menuju mall."

"Nyusahin banyak orang di jalan, Mih.." Klara semakin manyun.

"Tidak tiap hari kok, Dear. Kamu tahu Papih tak pernah pakai voorijder, kecuali jika ada tamu penting dari luar.."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun