Mohon tunggu...
Raditya Daffa Pratama
Raditya Daffa Pratama Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar sekolah

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyamaran sang Pendosa

12 November 2024   07:19 Diperbarui: 12 November 2024   07:24 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
copilot.microsoft.com

Di bawah langit yang kelabu, sebuah pasangan penjelajah berjalan menyusuri kanal-kanal air yang mengalir tenang, tetapi dalam. Aquarion, kota yang megah dengan air yang memenuhi setiap jalan dan bangunan, tampak tenang di luar, namun mereka tahu bahwa di balik ketenangan itu terdapat ketegangan yang dalam. 

Dewa Air, memiliki rahasia besar yang terikat dengan seorang sosok misterius yang disebut sebagai "Pendosa.". Seseorang yang dikejar oleh para pasukan militer dan Dewa Air, tetapi siapa dirinya masih menjadi misteri besar bagi seluruh dunia.

"Jiyan, tempat ini... terasa begitu aneh, ya?" Verina bergumam, suaranya memantul lembut di antara dinding-dinding batu dan air. "Apakah kita benar-benar bisa menemukan orang yang mereka sebut 'Pendosa' di sini?" ucap Verina.

Jiyan hanya terdiam, tatapannya tajam menelusuri setiap sudut kota. Mereka telah mendengar desas-desus tentang pria misterius ini, seorang yang menyimpan dosa masa lalu dan dianggap sebagai ancaman oleh Dewa Air sendiri. Namun, apa yang membuatnya diburu oleh Dewa tidak sepenuhnya jelas. Keberadaannya dipenuhi dengan rumor, dan kata-kata berbisik di antara rakyat Aquarion hanya menambah kebingungan.

Di antara bayang-bayang, seseorang mengintai. Seorang pria bertudung dengan tatapan tajam, menyelinap di balik tembok bangunan tua. Matanya bertemu dengan Jiyan sekejap, lalu ia berbalik, dengan cepat memasuki lorong sempit. Jiyan dan Verina saling bertukar pandang sejenak sebelum memutuskan untuk mengikutinya.

Mereka berlari menyusuri lorong-lorong sempit itu, suara langkah kaki mereka nyaris tak terdengar di antara gemericik air yang mengalir pelan. Hingga akhirnya mereka sampai di ujung lorong, di mana pria bertudung itu menunggu, punggungnya bersandar pada dinding, seakan tak peduli pada ancaman di sekitarnya.

"Akhirnya kalian datang juga," ucapnya tenang, dengan suara yang dalam dan berwibawa. Ia menatap Jiyan dengan pandangan yang tajam namun lelah, seakan membawa beban yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

"Apakah kau... Pendosa yang dibicarakan orang-orang?" tanya Jiyan dengan hati-hati.

Pria itu hanya tersenyum samar, seolah menghindari kebenaran sekaligus mengakuinya. "Itu adalah nama yang diberikan oleh mereka yang tidak mengerti. Tetapi jika kalian mencariku untuk mendapatkan jawaban, maka bersiaplah untuk mendengar apa yang bahkan Dewa Air sekalipun tidak berani ungkapkan."

Verina menggigil mendengar nada suara pria itu. "Jadi... apa yang kau lakukan sehingga mereka menjadikanmu musuh? Apakah kau benar-benar melakukan sesuatu yang mengerikan?" ucap Jiyan.

Pria itu menghela napas panjang, memandang ke arah air yang mengalir di kanal di sampingnya. "Dosa terbesarku adalah mengetahui rahasia yang tidak diinginkan oleh para Dewa untuk diketahui siapa pun. Rahasia yang jika terungkap, akan mengguncang seluruh dunia. Dan mereka yang memiliki kekuasaan tak akan segan-segan menghapus siapa pun yang bisa mengungkap kebenaran itu."

Jiyan menatap pria itu dengan intensitas yang mendalam. Ia tahu bahwa di dunia ini, para Dewa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, namun mereka juga menyimpan banyak rahasia. Kebenaran yang mereka sembunyikan adalah sesuatu yang begitu dalam, begitu gelap, sehingga tak seorang pun diizinkan mendekatinya.

"Jadi, apa rahasia yang kau sembunyikan itu?" tanya Jiyan, mencoba mencari tahu lebih lanjut.

Pria itu terdiam sesaat, tatapannya tajam namun penuh keraguan, seakan mengukur apakah Jiyan layak untuk mengetahui hal ini.

"Rahasia yang kusimpan ini adalah tentang dunia yang kita huni, tentang para Dewa yang kalian anggap. Mereka hanyalah pion dalam permainan besar yang dijalankan oleh entitas yang lebih kuat, lebih kuno," bisik pria itu. "Dewa Air, yang begitu kau percayai, hanyalah salah satu dari mereka yang bersedia menyerahkan rakyatnya untuk permainan ini. Dalam dunia ini, bahkan jiwa-jiwa kita adalah bahan bakar bagi ambisi kekuasaan."

Verina menelan ludah, wajahnya pucat. "Jadi... maksudmu, Dewa kita tidak benar-benar melindungi kita?"

Pria itu mengangguk pelan. "Mereka berusaha, beberapa dari mereka mungkin tulus. Tetapi ketika kekuasaan lebih diutamakan daripada jiwa, maka tak ada yang benar-benar aman. Di antara Dewa itu, hanya sedikit yang masih peduli dengan kehidupan manusia. Kebanyakan dari mereka telah menyerah pada permainan yang dijalankan oleh prinsip surgawi, dan mereka tidak lebih dari bidak yang bergerak mengikuti aturan."

Jiyan merasa dadanya sesak, merasakan kebenaran yang pahit dari kata-kata pria itu. Ia tahu bahwa dunia ini penuh dengan misteri yang lebih besar daripada yang bisa ia bayangkan, tetapi mendengar kebenaran yang begitu dingin tetap mengguncang hatinya.

"Aku tahu bahwa sekarang kalian mungkin bingung dan marah," lanjut pria itu. "Tetapi apa yang kalian lakukan setelah ini terserah pada kalian. Aku hanya berharap... bahwa pada akhirnya, kalian bisa melihat dunia ini dengan mata terbuka, bukan melalui lensa kepalsuan yang mereka ciptakan."

Dengan kata-kata terakhir itu, pria tersebut melangkah mundur, memudar dalam kegelapan lorong, seolah-olah ia hanyalah bayangan yang muncul dan menghilang dalam sekejap. Jiyan dan Verina hanya berdiri di sana, terpaku, mencoba mencerna semua yang baru saja mereka dengar.

Setelah hening yang panjang, Verina akhirnya berbicara dengan suara bergetar, "Jiyan, apakah kita benar-benar bisa mempercayai kata-katanya? Apa yang harus kita lakukan?"

Jiyan tidak menjawab, namun di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjalanannya di dunia baru saja berubah. Rahasia yang diceritakan oleh "Pendosa" telah menambah beban di hatinya, tetapi ia juga tahu bahwa untuk memahami dunia ini, ia harus terus maju, menyingkap rahasia yang bahkan para Dewa tak ingin ia ketahui.

Di bawah langit Aquarion yang mendung, mereka berjalan kembali, membawa rahasia yang tidak bisa mereka ungkapkan kepada siapa pun. Di balik ketenangan kota air ini, Jiyan tahu bahwa ada sesuatu yang jauh lebih dalam, sesuatu yang suatu hari akan membawanya untuk menghadapi kebenaran yang mungkin lebih mengerikan dari semua yang pernah ia lihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun