Mohon tunggu...
Raditha Maryam
Raditha Maryam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Indonesian Literature Student

Content writer specializing on tax, business and finance topics.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jenis Pungutan Pajak atas Impor dan Kontribusinya bagi Tax Ratio

3 Mei 2024   10:44 Diperbarui: 3 Mei 2024   11:22 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun, aktivitas impor terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di masyarakat. Fenomena ini pun berkaitan erat dengan kewajiban pembayaran pajak di negara ini. Berbeda dengan ekspor yang dikenakan tarif PPN 0% untuk mendukung pertumbuhan produk dalam negeri, impor dikenai berbagai pungutan dan pajak yang dikenal sebagai pajak dalam rangka impor (PDRI). Lantas, apa saja pungutan yang dikenakan pada kegiatan impor?

Kontribusi Pajak Impor bagi Indonesia

Impor merupakan kegiatan mengenalkan barang dari luar wilayah pabean, meliputi barang dan jasa yang tidak diproduksi dalam negeri. Kegiatan ini memiliki dampak positif dalam perdagangan internasional, karena tidak hanya memenuhi kebutuhan negara tetapi juga meningkatkan pendapatan negara.

Pendapatan negara dari impor diperoleh melalui pembayaran pajak atas setiap transaksi impor. Penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara, di mana objek pajaknya mencakup Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Setiap impor dikenai pajak sesuai dengan tarif yang telah diatur dalam ketentuan perpajakan.

Selain meningkatkan rasio pajak, pajak impor juga bertujuan untuk melindungi produsen lokal dari persaingan dengan produk impor yang harganya lebih murah. Dengan adanya pajak impor, produk lokal menjadi lebih kompetitif sehingga industri dalam negeri dapat tumbuh.

Pemungutan pajak impor juga membantu pemerintah untuk mengendalikan barang-barang yang masuk ke dalam negeri. Hal ini penting untuk mencegah peredaran barang yang berpotensi merugikan masyarakat atau dapat disalahgunakan.

Pengenaan Pajak atas Kegiatan Impor

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada berbagai pungutan yang dikenakan atas aktivitas impor. Tidak hanya dikenakan bea masuk, barang-barang impor yang memasuki wilayah Indonesia juga akan dikenakan pajak lainnya, seperti PPN, PPnBM, dan PPh. Berikut adalah ketentuannya.

1. Pungutan Bea dan Cukai

Pemasukan barang dari luar wilayah pabean ke dalam wilayah pabean akan dikenakan bea masuk yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Impor, yang merupakan kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean, mengharuskan pembayaran bea masuk sebagai pungutan atas impor tersebut.

Bea masuk memiliki dua jenis tarif, yaitu tarif ad valorem dan tarif spesifik. Sebagian besar barang impor dikenakan tarif ad valorem, yang merupakan persentase tertentu dari nilai barang impor, dengan tarif tertinggi mencapai 40%. Sedangkan beberapa komoditas lainnya menggunakan tarif spesifik, yang dikenakan per satuan barang, misalnya per kilogram.

Untuk menghitung bea masuk dengan tarif ad valorem, tarif tersebut akan dikalikan dengan nilai pabean atau Cost, Insurance, and Freight (CIF). Nilai pabean ini terdiri dari harga barang (Free on Board/FoB), biaya asuransi (Insurance), dan biaya pengiriman (Freight), yang kemudian dikalikan dengan nilai dasar perhitungan bea masuk.

Selain bea masuk dasar, ada juga bea masuk tambahan (BMT) yang dikenakan untuk barang-barang tertentu atau kondisi impor khusus. BMT ini bersifat tambahan dan tidak menggantikan bea masuk dasar yang telah dipungut.

2. Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI)

Pengenaan pajak impor berbeda dengan pungutan bea masuk yang memiliki dua macam tarif. Pajak dalam rangka impor (PDRI) hanya memiliki satu macam tarif, yaitu tarif persentase, dan dikenakan atas nilai impor, bukan nilai pabean. Nilai impor adalah nilai CIF ditambah dengan bea masuk. Jenis pajak ini terdiri dari PPN, PPnBM, dan PPh 22 impor.

PPN dan/atau PPnBM

Menurut UU No. 42 tahun 2009 tentang PPN yang diubah dengan UU No. 7 tahun 2021 tentang HPP, impor barang konsumsi (BKP) dan/atau jasa konsumsi (JKP) dikenakan tarif PPN sebesar 11% dari nilai impor barang tersebut (Dasar Pengenaan Pajak/DPP).

Sementara itu, PPnBM hanya dikenakan pada impor barang berwujud yang termasuk dalam kategori barang mewah sebagaimana diatur dalam UU PPN. Tarif PPnBM bervariasi tergantung pada jenis barang mewah yang diimpor, dengan rentang tarif mulai dari 10% hingga 200%.

PPN impor tidak dihitung sebagai bagian dari harga dasar perolehan barang (cost) jika dapat dikreditkan dengan PPN yang dipungut atas penjualan barang impor tersebut di dalam negeri. Sebaliknya, PPnBM dianggap sebagai bagian dari cost barang impor tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga barang impor yang dijual kembali di dalam negeri menjadi 2 hingga 3 kali lipat dari harga impornya.

PPh Pasal 22 Impor

PPh Pasal 22 merupakan jenis pajak yang memiliki cakupan yang luas. Pajak ini dipungut oleh bendahara pemerintah terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan-badan tertentu yang bertugas memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan impor atau kegiatan usaha di bidang lain, serta Wajib Pajak Badan tertentu atas penjualan barang mewah.

PPh Pasal 22 Impor diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 34 Tahun 2017 yang terakhir diubah dengan PMK Nomor 41 Tahun 2022. PPh Pasal 22 impor memiliki 6 jenis tarif, di antaranya:

  1. 10% dari nilai impor, untuk barang yang tercantum pada lampiran I atau tabel A. PMK Nomor 41 tahun 2022;

  2. 7,5% dari nilai impor, untuk barang yang tercantum pada lampiran II atau tabel B. PMK Nomor 41 tahun 2022;

  3. 0,5% dari nilai impor, untuk barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu yang tercantum pada lampiran III atau tabel C. PMK Nomor 41 tahun 2022 dengan menggunakan Angka Pengenal Impor (API);

  4. 2,5% dari nilai impor, untuk barang yang tidak tercantum dalam lampiran PMK Nomor 41 tahun 2022 dan menggunakan API;

  5. 7,5% dari nilai impor, untuk barang yang tidak tercantum dalam lampiran PMK Nomor 41 tahun 2022 yang tidak menggunakan API;

  6. 7,5% dari harga jual lelang, untuk barang yang tidak dikuasai. Barang tidak dikuasai ini bisa terjadi karena importir tidak dapat menyelesaikan persyaratan administrasi atau dokumen sehingga barang tersebut tidak memiliki pemilik.

Selain tarif dan objek pajak, terdapat beberapa kegiatan yang dikecualikan dari PPh Pasal 22, seperti pembelian barang dengan nilai di bawah Rp2.000.000,00, pembelian bahan bakar, pembelian yang menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pengecualian PPh 22 juga mencakup impor barang-barang tertentu yang dibebaskan dari bea masuk, serta pembayaran melalui uang persediaan atas pembelian barang yang telah dikenakan PPh Pasal 22 oleh pihak lain.

Kesimpulan

Pada intinya, aktivitas impor yang dilakukan pengusaha atau orang pribadi akan dipungut pajaknya. Jenis pajak yang dikenakan ada berbagai macam, mulai dari bea masuk, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22. Pemungutan pajak ini tidak hanya membantu meningkatkan tax ratio, tetapi juga melindungi produk lokal dan mengontrol barang masuk yang berpotensi merugikan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun