Karena ini film musikal, tentu musik jadi salah satu elemen yang sangat penting. Dari awal, penonton disuguhkan dengan penampilan Oma (Titiek Puspa) dengan sentuhan manis piano dan violin, berbarengan dengan musik bertempo sedang a la broadway yang dibawakan oleh "tiga dara" dalam taksi yang sedang menuju rumah omanya. Aghi Narottama dan Bembi Gusti sebagai penggubah musiknya, membuat lagu-lagu di sepanjang film pas dengan sequence yang sedang terjadi, sehingga musik dan adegannya bisa dinikmati dengan porsi yang pas. Ditambah juga dengan lirik yang padan, lagu-lagu yang dibawakan sepanjang film sudah jadi kebahagiaan tersendiri untuk penonton.
Lagu favorit saya adalah lagu duetnya Tara Basro dan Reuben Alishama. Mengambil tempat di sebuah bungalow atas air, penampilan mereka berdua mungkin bisa langsung masuk ke deretan adegan paling romantis di sejarah film Indonesia. Saya tak menyangka juga Reuben ternyata punya suara emas. Diiringi dengan petikan gitar akustik, suaranya terdengar matang untuk ukuran vokal pria.
Shanti memang tak diragukan lagi kemampuan vokalnya karena ia memang penyanyi. Begitu pula Titiek Puspa yang sudah jauh lebih senior dalam industri tarik suara. Yang agak mengejutkan adalah Tara dan Tatjana. Penampilan perdana mereka berdua di film musikal memang menjadi sedikit "gebrakan" di antara deretan aktris yang lain dalam film ini. Namun begitu, pembawaan mereka yang percaya diri ditambah koreografi yang manis, membuat kekurangan yang ada jadi kabur.
- Dialog
Masih setia dengan penggunaan dialog kelas menengah atas yang sehari-hari, Nia berhasil melakukannya lagi. Setidaknya ada lima bahasa yang digunakan di film ini: Bahasa Indonesia, Inggris, Belanda (mungkin), Flores, dan Sunda. Dan bagi saya, kelima-limanya digunakan dengan baik dan tepat. Saya bilang begitu karena jarang sekali saya menonton film Indonesia yang kerap menggunakan bahasa asing atau campur Inggris-Indonesia atau sebaliknya (zig-zag) yang penggunaan nada atau intonasinya kurang tepat, sehingga penonton pun jadi mengerutkan dahi: ini dia mau ngomong apa sih? Namun, itu tidak berlaku bagi film ini.
Titiek Puspa lah yang sepertinya paling banyak menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah (Jawa halus) ke dalam dialognya. Beberapa kali terdengar ia menyebut tiga dara dengan panggilan berbunyi [syekhe]. Awalnya saya bingung tapi untunglah ada translasi bahasa Inggris dan Indonesia di bawah layar, sehingga artinya menjadi jelas. Hampir seluruh aktor di film ini dituntut menggunakan bahasa Inggris dalam dialognya, dan semuanya terdengar natural.
Terakhir, saya perlu bilang bahwa ini adalah jenis film seperti ini adalah jenis film yang jarang dibuat di Indonesia. Film komedi drama musikal yang tak hanya beralur "awal berantem akhirnya jadian" tapi juga yang mampu mengangkat hal-hal yang belum pernah dilihat orang atau dianggap remeh. Ini Kisah Tiga Dara, dengan begitu, menawarkan apa yang film-film Indonesia belum pernah tawarkan sebelumnya. Dengan cerita yang mengangkat isu keseharian dan "begitulah adanya", sinematografi yang menampilkan wajah baru "citra" Indonesia, musik dan lagu yang digubah tanpa mengabaikan rasa dalam segmen filmnya, serta dialog yang cerdas dan tak muluk-muluk, saya bisa bilang:
Ini Kisah Tiga Dara telah menorehkan catatan baru dalam sejarah industri perfilman Indonesia. Selamat!
Sumber:
http://www.pesona.co.id/read/nia-dinata-rilis-ost-ini-kisah-tiga-dara-
juga dipublikasikan di blog pribadi saya di sini.