Mohon tunggu...
Himawan Pradipta
Himawan Pradipta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Copywriter

Teknisi bahasa di perusahaan konsultasi teknologi di Jakarta Barat. Suka membaca, nonton film, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Manusia-Manusia

16 Februari 2016   10:01 Diperbarui: 16 Februari 2016   16:24 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ya sudah, begini, Ruq,” Pa’ menyelesaikan makanannya, “Jim itu kan konco-mu, sering main ke rumah juga. Nanti pas di sekolah, kamu ngobrol aja sama dia, tanya yang sebetulnya. Tapi diguyoni dulu, jangan langsung serius. Bapak yakin dia pasti mau terbuka sama kamu.”

Percakapan pun berakhir dengan bunyi alarm di jam tanganku.

***

Setibanya di sekolah, Jim langsung jadi omongan. Ia artis mendadak. Siapapun yang sudah "lewat ngintit", pasti jadi buah bibir siapa saja yang entah mendengarnya langsung atau dari mulut orang, tak peduli benar percaya atau pura-pura saja. Rencanaku mengobrol dengannya pagi ini akan kacau kalau keadaannya sedang heboh begini. Niatku makin kuurungkan saat Karis, cewek yang akan kuajak kencan minggu depan itu, bertanya, tak lama sebelum jam istirahat, “Ruq, kamu temannya Jim, kan?”

Bayangan responsku pertama kali adalah senyum lebar-lebar melihatnya, lalu bertukar sapa yang membuatku semangat menghadapi hari. Tapi, karena ia membawa-bawa Jim, jadi tanggapanku hanya “iya” dengan nada yang dibuat sok ceria. “Emang kenapa?”

“Katanya, dia udah lewat ngintit?” aku tak tau bagaimana tiba-tiba ia sudah berada di sampingku, “bener?”

Selama dua detik, aku tercekat antara fokus memikirkan jawaban atau fokus memikirkan apa yang bisa kulakukan dengan sepotong bibirnya yang indah itu.

“I-i-iyah.”

Tanpa ragu, ia condongkan badannya ke depan, “o ya?” dan sesuatu di dalam celanaku seperti bergerak.

“Kalo kamu, kapan lewatnya, Ruq?” cengirnya.

“O-o-oh kapan ya? Gak tau juga yah, mungkin malam depan?” cengirku lebih lebar, dan sadar betapa bodohnya tampangku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun