Mohon tunggu...
Himawan Pradipta
Himawan Pradipta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Copywriter

Teknisi bahasa di perusahaan konsultasi teknologi di Jakarta Barat. Suka membaca, nonton film, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bom

16 Januari 2016   22:11 Diperbarui: 16 Januari 2016   22:27 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku makin tak tahan dengan omong kosong yang dibuatnya. Dasar fanboy sinetron! Ingin kuumpat dia, tapi aku tak mau dinilai yang bukan-bukan oleh orang-orang yang sudah setia menontoni kami sejak dua puluh menit yang lalu dari jauh. Dari kejauhan, seorang petugas bertubuh tinggi sedang melaju ke arah kami. Mataku menangkap sesuatu dalam tangannya: kecil, hitam, dan bermoncong. Dalam waktu singkat, Pak Nandang dan sebagian tetangga di RT-ku, datang bergerombol, mengelilingi kami. Kini aku dan Gambir terkepung. Bu Nandang mencoba mengambil bungkusan hitam itu dari arah belakang Gambir, tapi Gambir tak cukup lengah dan tak sengaja menerjang perempuan malang itu. Bisa kudengar satu-dua suara istighfar, tapi ada juga yang berceletuk: “Ini bakal seru!” Maka kutatap mata Gambir dalam-dalam.

“PAK GAMBIR!” Petugas Jentera akhirnya datang. “Anda bisa saya tangkap karena telah membuat onar seisi kampung!”

“Kalau kamu mau mati, silakan saja, nih” tangannya menjulur.

Pistol hitam itu tak sedetikpun lepas dari tatapan kami semua, dan jelas, tak lepas dari tatapan Gambir. Meskipun ia terlihat berani, aku tau, dalam jiwanya, saat ini ia takut setengah mati. Pori-poriku membesar, dan air asin pelan-pelan menjalar keluar dari sana. Satu demi satu, sebelum pakaianku banjir peluh. Petugas Jentera tak mau tau: kebenaran mesti ditegakkan. Lagipula siapa yang rela keselamatan dirinya dimainkan seperti ini? Demi Tuhan yang Maha Melihat, aku yakin betul apa yang terdapat dalam bungkusan hitam itu adalah guling tidurnya, yang juga kadang kupakai kalau-kalau gulingku jatuh dari kasur, dan sebagai gantinya, Gambir akan memelukku dari belakang. Tapi, melihat situasi ini, dan menyadari betapa tak masuk akalnya semua ini, aku jadi bertanya-tanya sendiri: apa sebenarnya isi bungkusan itu?

“Pak Gambir, saya ingatkan sekali lagi. Jangan buat yang macam-macam!”

Bu Anastasia tampak di barisan paling depan lingkaran itu, dan bisa kudengar suaranya memaki: “Tangkep aja udeh Pak! Orang bikin onar begitu, bikin panik aja!”

Aku tak tau pasti, petugas Jentera pasti bingung sejadi-jadinya. Ia tak punya pilihan. Orang-orang sudah terlanjur marah. Beberapa bahkan jadi beringas. Akhirnya, setelah didamprat “pengecut”, “tak becus!” dan kata-kata tak pantas lainnya, Petugas Jentera memisahkan bibir: “Pak Gambir,” jarinya siaga menekan pelatuk, “ini peringatan terakhir. Dalam hitungan tiga, kalau bungkusan itu gak Bapak serahkan—”

Tiba-tiba, dalam gerakan cepat, sebuah objek melayang tinggi di udara. Seluruh kepala mendongak, mengikuti arah ke mana bungkusan itu pergi. Mereka akhirnya menggeriap saat bunyi “BOOOOOM” dan “DOR” sebanyak tiga kali terdengar di seluruh penjuru langit. Kali itu, yang bisa kutangkap adalah siluet manusia berbaur dengan silau cahaya dari balik tubuhnya. Dalam desing, terdengar suara bergemuruh, “Bu—ibu baik-baik?” dan pada saat itu barulah kusadar aku tergeletak di tanah kosong itu, bersebelahan dengan tubuh suamiku yang tercabik tiga noda merah di dadanya. Bau darah menyegak masuk hingga saraf-saraf lubang hidungku, membuat siapa saja yang menciumnya hendak muntah.

Kini semua orang tau, apa yang ada di dalam bungkusan hitam itu. Dalam kerlipan cepat, bayi itu mucul lagi. Maka, seorangpun takkan pernah tau, bagaimana rasanya jadi aku.

 

JANUARI 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun