Mohon tunggu...
Radifa Rihadatul aisya
Radifa Rihadatul aisya Mohon Tunggu... Penjahit - Mahasiswi

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg: Tiga Tingkatan Moralitas dalam Kehidupan Manusia

22 Januari 2025   10:59 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:59 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Lawrence Kohlberg adalah seorang psikolog yang terkenal karena teori perkembangannya tentang moralitas. Ia mengembangkan teorinya berdasarkan penelitian dan wawancara dengan anak-anak serta orang dewasa, menggunakan dilema moral sebagai alat untuk mengungkap bagaimana individu membuat keputusan moral. Salah satu dilema terkenal yang digunakan oleh Kohlberg adalah "Dilema Heinz," yang melibatkan seorang pria yang harus memutuskan apakah akan mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya yang sekarat.

Melalui penelitian ini, Kohlberg mengidentifikasi enam tahap perkembangan moral yang dibagi menjadi tiga tingkatan besar: preconventional, conventional, dan postconventional. Dalam artikel ini, kita akan membahas ketiga tingkatan tersebut, contoh penerapannya, dan dampaknya pada kehidupan manusia.

Tingkatan 1: Preconventional (Moralitas Pra-Konvensional)

Tingkatan pertama perkembangan moral ini biasanya terjadi pada masa kanak-kanak. Pada tahap ini, anak-anak cenderung memahami moralitas berdasarkan konsekuensi langsung dari tindakan mereka, baik berupa hukuman atau penghargaan.

Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Ketaatan

Pada tahap ini, anak-anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman. Contoh: Seorang anak tidak mencuri karena takut dimarahi atau dihukum.

Tahap 2: Orientasi Kepentingan Pribadi

Pada tahap ini, anak-anak mulai memahami bahwa tindakan yang mereka lakukan bisa memberikan manfaat pribadi. Mereka melakukan sesuatu jika hal tersebut menguntungkan mereka. Contoh: Seorang anak membantu temannya dengan harapan akan mendapatkan balasan di masa depan.

Ciri utama: Pemahaman moralitas pada tingkatan ini masih sangat egois dan berpusat pada diri sendiri.

Tingkatan 2: Conventional (Moralitas Konvensional)

Tingkatan ini biasanya berkembang pada masa remaja hingga dewasa awal. Individu mulai memahami pentingnya norma sosial, hukum, dan harapan masyarakat dalam menentukan keputusan moral.

Tahap 3: Orientasi "Orang Baik" (Good Boy/Good Girl)

Pada tahap ini, individu membuat keputusan moral berdasarkan harapan orang lain. Mereka ingin dianggap sebagai orang baik dan berusaha memenuhi harapan sosial. Contoh: Seseorang membantu orang lain karena ingin dipuji atau diakui sebagai individu yang peduli.

Tahap 4: Orientasi Hukum dan Ketertiban

Pada tahap ini, moralitas didasarkan pada pemahaman bahwa aturan dan hukum diperlukan untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat. Individu percaya bahwa melanggar hukum adalah tindakan yang salah, terlepas dari situasinya. Contoh: Seseorang menolak mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa karena tindakan tersebut melanggar hukum.

Ciri utama: Pada tingkatan ini, keputusan moral tidak lagi berpusat pada diri sendiri tetapi didasarkan pada harapan sosial dan aturan yang berlaku.

Tingkatan 3: Postconventional (Moralitas Pascakonvensional)

Tingkatan ini dicapai oleh sebagian kecil individu, biasanya pada usia dewasa. Pada tingkat ini, individu mulai memahami bahwa moralitas melampaui aturan hukum atau norma sosial. Mereka menggunakan prinsip universal untuk membuat keputusan moral.

Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial

Pada tahap ini, individu mulai memahami bahwa hukum dan aturan sosial adalah alat untuk melindungi hak asasi manusia. Namun, mereka juga menyadari bahwa hukum bisa saja tidak adil dan perlu diubah jika bertentangan dengan prinsip keadilan. Contoh: Seseorang mungkin mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa karena percaya bahwa hak untuk hidup lebih penting daripada aturan hukum.

Tahap 6: Prinsip Etika Universal

Pada tahap terakhir ini, individu bertindak berdasarkan prinsip moral yang universal, seperti keadilan, martabat, dan kesetaraan. Mereka siap menanggung konsekuensi atas tindakan mereka jika tindakan tersebut sesuai dengan prinsip moral yang diyakini. Contoh: Aktivis yang melanggar hukum demi memperjuangkan hak asasi manusia karena percaya bahwa tindakannya benar secara etika.

Ciri utama: Tingkatan ini melibatkan pemikiran abstrak, refleksi mendalam, dan pemahaman tentang moralitas yang tidak terikat pada hukum atau norma sosial tertentu.

Penerapan Teori Kohlberg dalam Kehidupan

1. Pendidikan Moral:

Teori Kohlberg dapat digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak di sekolah. Misalnya, guru dapat menggunakan dilema moral untuk membantu siswa memahami pentingnya berpikir kritis dalam membuat keputusan.

2. Pemahaman Perilaku Sosial:

Dalam kehidupan sehari-hari, teori ini membantu memahami mengapa orang mengambil keputusan tertentu berdasarkan tingkat perkembangan moral mereka.

3. Pengembangan Kepemimpinan:

Pemimpin yang beroperasi pada tingkat moralitas pascakonvensional cenderung membuat keputusan yang adil dan berdasarkan prinsip etika universal.

4. Rehabilitasi Hukum:

Sistem peradilan dapat menggunakan teori ini untuk memahami perilaku pelanggar hukum dan merancang program rehabilitasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan moral mereka.

Kritik terhadap Teori Kohlberg

Meskipun sangat berpengaruh, teori Kohlberg juga mendapat beberapa kritik, di antaranya:

1. Bias Gender:

Carol Gilligan, seorang psikolog lain, mengkritik Kohlberg karena teorinya dianggap terlalu fokus pada pemikiran moral laki-laki dan kurang memperhatikan perspektif perempuan, yang sering lebih menekankan hubungan dan kepedulian.

2. Ketidaksesuaian dengan Budaya:

Teori ini cenderung berfokus pada nilai-nilai budaya Barat dan kurang relevan di masyarakat dengan nilai kolektif yang berbeda.

3. Kesulitan Mencapai Tingkat Tertinggi:

Tingkat postconventional dianggap sulit dicapai oleh sebagian besar individu karena membutuhkan kemampuan refleksi yang mendalam dan pengalaman moral yang kompleks.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun