Â
Sebelum membahasnya secara lebih mendalam, saya ingin memperkenalkan diri dan daerah tempat tinggal saya terlebih dahulu. nama saya radia mariman saya lahir dan dibesarkan di Ujung Gading, sumbar.
Ujung Gading merupakan suatu daerah yang menjadi saksi kolonialisme di indonesia. ini dibuktikan dengan masih berdirinya jembatan gantung peninggalan belanda yang membentang diatas sungai sikerbau.
Menurut beberapa sumber, peninggalan sejarah belanda dalam bentuk jembatan gantung hanya 2 di negara indonesia ini, dan salah satunya terdapat di ujunggading. namun kondisi nya saat ini terabaikan dan tidak terawat.Â
Sebetulnya daerah Ujung Gading yang sekarang sudah ada sekitar abad 17-an tapi pemerintahan pertama Ujung Gading baru terbentuk/berdiri kira2 pada tanggal 13 november 1840, Ujung Gading termasuk kedalam wilayah administratif Laras van Holf Ujung Gading (Hindia Belanda).Â
Penduduknya merupakan masyarakat kerajaan mandailing yang bermigrasi ke wilayah Ujung Gading melewati jalur bukit barisan dan bercampur baur dengan masyarakat minang di Ujung Gading.Â
Pada masa sekarang, Ujung Gading termasuk kedalam wilayah provinsi sumatera barat yang secara umum dihuni oleh masyarakat minang kabau.Â
Secara geografis, Ujung Gading menjadi daerah sumatera barat yang berbatasan langsung dengan kab.mandailing natal (sumatera utara) mandailing natal merupakan daerah yang dihuni masyarakat suku mandailing (batak).Â
Sehingga mempengaruhi bahasa, ya Ujung Gading memakai tiga bahasa sekaligus yaitu minang, mandailing dan melayu (bahasa minang yang dipengaruhi bahasa mandailing/minang logat Ujung Gading).
Secara tidak langsung, letak geografis ini mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat Ujung Gading. Termasuk pengaruhnya dalam penerapan hukum2 islam dalam pernikahan dan warisan. Berikut ini, kita akan membahasnya permasing-masing kebudayaan minang, mandailing dan campuran (ujung gading).
1. MINANGKABAU
Masyarakat minangkabau  berlandaskan pada asas "adat basandikan sarak, sarak basandikan kitabullah". dalam kehidupan bermasyarakat, suku minang tak dapat dipisahkan dengan hukum agama islam. namun beda halnya dalam bidang pernikahan dan warisan.Â
Dalam kebudayaan minangkabau, yang memberikan mas kawin adalah mempelai wanita. menurut pemahaman saya, dalam agama menganjurkan yang memberikan mas kawin adalah mempelai laki2.Â
Namun hal ini tentu memiliki alasan tersembunyi yang berpengaruh kepada aspek kehidupan selanjutnya yaitu warisan. dalam kebudayaan minang, warisan akan dimiliki sepenuhnya oleh perempuan apabila bercerai nantinya.Â
Tentunya hal ini dipengaruhi oleh proses sebelumnya yaitu dalam pemberian mas kawin tadi. kebudayaan minangkabau memiliki tujuan mengangkat harkat martabat wanita dan berusaha memberikan perlindungan akan hak2nya. apalagi bila perempuan jatuh kepada laki2 yang salah.
2. MANDAILING
Kebudayaan mandailing memiliki  nilai2 kebudayaan yang bisa dibilang berpedoman sepenuhnya kepada nilai2 dan norma2 agama islam. termasuk dalam hal pernikahan dan warisan. Dalam proses pernikahan, yang memiliki kewajiban memberikan mas kawin adalah mempelai laki2.Â
Namun dalam hal warisan, kebudayaan mandailing berpedoman pada hukum islam yang telah ditentukan pembagiannya. tentu dibandingkan kebudayaan minangkabau, hak dari kaum perempuan tidak diprioritaskan. laki2 lebih diuntungkan dalam hal ini.
3. CAMPURAN MINANG DAN MANDAILING Â Â (Ujung Gading,Sumatera Barat)
Dari penjelasan diatas, kiata dapat melihat perbedaan yang mencolok antara kebudayaan minang dan mandailing dalam bidang perkawinan dan warisan yang jadi pertanyaannya, bagaimana bila dua kebudayaan ini berpadu ? itulah yang terjadi di daerah tempat tinggal ku Ujung Gading, Sumatera Barat.Â
Masyarakat ujung gading memiliki toleransi yang begitu kuat sehingga tidak ada yang merasa mendominasi dan didominasi. dalam pernikahan, masyarakat ujung gading mengambil unsur kebudayaan mandailing yaitu menjasikan mempelai laki2 sebagai pihak yang memiliki kewajiban memberikan mas kawin. Namun dalam hal kedudukan, masyarakat ujung gading mengambil kebudayaan minang yang mengutamakan hak2 kaum perempuan.Â
Dalam warisan, agama telah menetapkan pembagiannya masing. minang memberikan hak waris sepenuhnya kepada perempuan sedangkan mandailing memberikan hak waris sesuai hukum agama. namun tidak dengan ujung gading (campuran), masyarakat ujung gading dalam menetapkan hak waris mengutamakan kesamaan rata hak laki2 dan perempuan.Â
Antara laki2 dan perempuan tidak ada yang merasa mendominasi dan didominasi dalam jumlah hak waris, meski sebagian tatap ada yang memakai kebudayaan minang maupun mandailing(sesuai hukum agama) dalam menetapkannya.
Perbedaan tidak menjadikan masyarakat terpecah belah, justru hal ini dijadikan sebagai alat pemersatu masyarakat dan menculnya kebudayaan baru yang dipengaru oleh percampuran 2 unsur kebudayaan tadi.
Sekian tulisan yang dapat saya sampaikan, saya mengharapkan kritik dan sarannya dengan maksud menjadikan tulisan ini lebih baik lagi. sumber (ninik mamak/tokoh masyarakat Ujung Gading)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H